1.6

1K 227 23
                                    

The Slug Club.


Kumpulan murid-murid favorit Professor Slughorn dalam jamuan menjelang natal. Untuk bergabung ke dalam klub, kau harus diundang langsung oleh beliau. Paling tidak kau harus termasuk satu dari tiga kategori ini: 1) populer, 2) berbakat atau 3) punya koneksi keluarga.


Aku?


Tentu aku masuk golongan pertama dan kedua.


Ha ha ha.


Naomi meminjamkanku jubah pesta berwarna biru laut dengan aksen kilau. Aku agak tidak nyaman karena menurutku tampak terlalu 'bling-bling'. Gayaku memang agak konservatif. Dia sendiri tampak cantik dengan jubah pesta merah jambu yang mengingatkanku pada rambut Jaemin. 


Aku tidak punya banyak waktu untuk memilih jubah pesta dan berdandan gara-gara insiden hasil keisengan Lee Haechan di lapangan Quidditch saat pertandingan Slytherin vs Gryffindor tadi sore. Para siswa justru mengelu-elukan Haechan, tapi aku dan para guru malah panik. Baru kali ini aku melihat wajah Jeno semerah kulit Skrewt-ujung-meletup gara-gara hal itu.


Huh, setidaknya Haechan dapat detensi dari Professor Longbottom.


Omong-omong, aku belum lihat para Dreamies sejak tadi.


Ah, panjang umur. Para Dreamis masuk ke dalam kantor Professor Slughorn bersama-sama, kecuali Haechan yang absen karena detensi. Mereka selalu punya 'grand entrance' seolah-olah sedang syuting video klip grup idola atau semacamnya. Tujuh tahun dan aku masih belum terbiasa melihatnya.


Jaemin ada di antara mereka. Rambutnya sudah diubah jadi cokelat. Ia memakai jubah hitam dengan kemeja putih dan dasi hitam di bawahnya. Tampan--dibuktikan dengan bisik-bisik heboh para gadis ketika ia lewat. Goresan di wajahnya sudah hilang sepenuhnya.


Kurasa agak sulit menemukan momen untuk minta maaf kalau ia terus dikerubungi oleh para gadis. 


Pesta terus berlanjut dan aku ditinggalkan oleh Naomi yang berdansa dengan Renjun. Mungkin malam ini akhirnya hubungan mereka punya status yang jelas selain aku-yang-mengikat-dasimu-setiap-pagi.


Sendirian membuatku berjalan-jalan dekat rak-rak koleksi ramuan Professor Slughorn. Semua rak itu dikunci dengan sihir tentu saja, tapi kau masih bisa melihat isinya dari kaca transparan. Terutama ramuan sewarna rambut lama Jaemin dengan asap putih yang melingkar-lingkar.


Amortentia.


"Apa baunya sudah berubah di penciumanmu sekarang?"


Aku terlonjak, nyaris menabrakkan hidung pada kaca karena baru kusadari aku sudah berdiri terlalu dekat dengan rak. Aku berbalik dan menemukan Jaemin berdiri di sana dengan tangan di saku celana.


Biasanya aku akan meledeknya sok keren, tapi ini bukan saat yang tepat untuk menambah api dalam hubungan kami.


"Entahlah," jawabku berbohong teringat aroma yang kucium di meja Ravenclaw tempo hari.


Aduh, jangan-jangan Renjun membocorkan soal itu pada Jaemin.


"Aku masih tidak berubah." 


Jaemin mendekat satu langkah. Aku mau mundur tapi punggungku sudah membentur rak kaca. Ah, sialan. Ini sisi kantor yang jarang dilewati orang-orang yang sibuk berpesta di tengah ruangan.


"Masih kesal karena Haechan tadi sore?"


"Jangan diingatkan," gerutuku sebal.


Apakah perasaanku saja atau Jaemin semakin mendekat?


"Oh, aku dengar dari Jisung soal Mark." Berusaha mengalihkan topik agar Jaemin tidak semakin mendekat. "Apa dia baik-baik saja?"


Bukannya menjauh, Jaemin mengambil langkah panjang-panjang sampai ia benar-benar berdiri di hadapanku. Kali ini aroma tubuhnya yang khas menyeruak dalam indera penciumanku. Sama persis seperti yang kucium dari Amortentia tempo hari.


"Mark terus. Aku kapan?"


Suara rendah Jaemin berbisik sementara jantungku sudah seperti bertabuh drum di rongga dada. Alih-alih berpikir jernih bagaimana memanfaatkan situasi ini, satu-satunya yang terpikir di otakku adalah tinggi Jaemin yang menjulang dan bagaimana tubuhnya nyaris menutupi tubuhku.


Astaga, apakah tidak ada yang melihat pose kami yang penuh skandal sekarang? 


Apa jangan-jangan Jaemin sudah menyihir Mantera Tak Kasatmata di sekitar kami?


"Jangan bercanda, Jaemin, kalau tidak mau aku kutuk." 


Tanganku sudah meraih tongkat sihir di pinggang. Sial, aku gemetar. Apakah pipiku ikut memanas?


Jaemin menggenggam tangan pemegang tongkatku membuat tangannya otomatis berada di pinggangku. Ekspresi wajahnya serius sekali membuatku takut. "Aku serius. Aku suka kamu, Thalia Han. Ini bukan cuma sekedar aroma di Amortentia. Sampai kapan kamu mau pura-pura tidak tahu?"


"Maaf soal serangan burung," gumamku tidak nyambung, menghempaskan tangan Jaemin lalu kabur darinya untuk bergabung dengan keramaian pesta di tengah ruangan. Hanya menoleh sekilas pada Jeno dan Kapten Quidditch Gryffindor yang tampak kaget saat aku muncul.


Oh, ini berbahaya!


Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang