5.3

295 66 11
                                    

Sejak perundungan itu, aku berusaha keras menghindari Chenle, Jisung dan seluruh anggota Dreamies. Sebisa mungkin duduk jauh dari mereka saat di kelas dan saat makan di Aula Besar. Atau pura-pura tidak lihat saat Chenle menyapa dengan suara desibel ultrasonik di lorong sekolah.


Namun menghindari Chenle ternyata butuh usaha ekstra keras. Kadang-kadang Chenle dan Jisung yang kemana-mana hampir selalu bersama muncul tidak kuduga di balik bahuku. Kurasa mereka sudah diberitahu Thalia soal perundungan Jackson tempo hari, sehingga sama sekali tidak membiarkanku pergi sendirian.


Meski aku berusaha tidak peduli, ucapan Maggie Jackson jelas berbekas. Aku tidak suka dianggap sebagai Cinderella atau lebih parah, mata duitan. Tentu anak-anak keturunan penyihir tidak pernah mendengar soal Cinderella, tapi konsep mengenai wanita materialitsis tetap ada baik di dunia Muggle atau dunia sihir. Biarpun aku ini yatim piatu dan miskin, aku masih punya harga diri untuk tidak meminta-minta. Atau lebih parah menjadi mata duitan.


Kalau kau seorang yatim-piatu, miskin dan kelahiran-Muggle, tentu saja uang adalah masalah. Kau selalu berada di antara kondisi terpaksa cukup atau tidak punya sama sekali. Aku memang dapat uang Muggle dari panti asuhan, tapi itu hampir tidak cukup. Seperti makanan, harta adalah salah satu elemen yang tidak bisa kau sihir dari udara kosong.


Aku beruntung Hogwarts menyedikan beasiswa, tapi tidak semua kebutuhan sekolah cukup ditanggung uang beasiswa. Tongkat sihirku dibelikan oleh Mrs Liu nee Chang sebagai hadiah masuk Hogwarts. Aku terpaksa pakai buku-buku yang sudah bertahun-tahun dari sekolah. Kadang jilidan bukunya sudah terlepas atau halamannya penuh coretan. Aku tidak bisa beli sapu terbang (untungnya aku tidak begitu mahir terbang dan tidak tertarik dengan terbang). Belum lagi masalah seragam sekolah. Walaupun untuk urusan seragam, aku masih cukup beruntung.


Saat hari pertama tahun kelimaku di Hogwarts dimulai, Chenle dan Jisung sudah muncul di meja Ravenclaw untuk ikut sarapan. Mereka duduk di sebelah Naomi, Renjun dan Thalia. Aku duduk di seberang mereka. Mengambil beberapa potong roti bakar, selai dan jus labu kuning. Thalia menyerahkan daftar pelajaran tahun ini padaku yang kubalas dengan mengucapkan terima kasih.


"Wah, kita banyak kelas bareng," seru Chenle setelah mengambil daftar pelajaran dari tanganku. "Jisung juga," tambahnya sembari mengembalikannya padaku.


Tentu saja, tahun lalu kan kami memutuskan bersama mau mengambil kelas apa di tahun kelima. Sebab tidak seperti tahun pertama sampai ke-empat, tahun kelima lebih banyak kelas peminatan daripada kelas wajib. Aku cuma mengangkat bahu merespons Chenle dan mulai makan.


Hanya beberapa menit setelah aku mulai makan, para burung hantu berterbangan masuk melalui langit-langit sihir Hogwarts yang disihir menyerupai cuaca cerah di luar. Waktunya pos burung hantu.


Aku tidak pernah dapat pos burung hantu selama di Hogwarts. Tidak ada yang bisa menyuratiku dengan burung hantu, kecuali saat lliburan. Thalia kadang-kadang dapat. Mungkin orangtuanya yang Muggle punya cara khusus mengirimkan pos Muggle yang terhubung ke Hogwarts. Dreamies sering sekali kedatangan pos burung hantu, terutama Chenle dengan kiriman makanan yang luar biasa banyak.


Burung hantu dengan bulu cokelat-hitam mendarat di meja Ravenclaw dengan bungkusan besar di kakinya untuk Naomi. Gadis itu melepaskan ikatan di kaki si burung hantu sementara Jisung memberikan potongan sosisnya untuk si burung yang beruhu penuh terima kasih sebelum terbang pergi.


"Oh!" pekik Naomi saat membuka bungkusan.


"Wow, Ibu Naomi-nuna mengirimkan seragam?" tanya Jisung yang entah kenapa terdengar agak pura-pura.


Ah, aku sudah tahu mereka sedang merencanakan apa bahkan tanpa menggunakan Legillimens. Pantas saja semua orang berkumpul di meja Ravenclaw. Jadi aku meneruskan makan dalam diam dan berpura-pura tidak tahu. Meski mataku tetap melirik mereka. Isi bungkusan itu memang seragam sekolah yang tampak baru. Lengkap dengan dasi biru-perunggu Ravenclaw. Naomi mengambil jubah hitam itu, lalu berdiri dan mencobanya.


"Oh, tidak! Sudah kuduga ukurannya pasti tidak pas!" Akting Naomi lancar sekali seperti skrip skenario drama. Gadis cantik itu menghela napas, lalu menoleh padaku. "Sophia, kamu mau coba tidak? Kamu kan lebih kecil daripada aku. Siapa tahu muat."


"Aku?" tunjukku pada diri sendiri, ikut berpura-pura kelihatan bingung.


Naomi mengangguk, menyerahkan jubah hitam yang dipegangnya padaku. Dengan (pura-pura tampak) ragu, aku mengambilnya. Ajaibnya, seragam itu pas sekali di tubuhku. Seolah sudah diatur. Naomi tersenyum puas.


"Pakai saja untukmu, Sophia."


"Apa?"


"Daripada tidak ada yang pakai kan sayang, jadi sia-sia," ujar Noami santai sambil mendorong bungkusan seragam itu ke arahku.


Logika Naomi sebenarnya sama sekali tidak cocok. Kalau tidak sesuai ukuran, kenapa tidak dikembalikan? Bukankah hanya perlu satu lambaian tongkat sihir Madam Malkin saja untuk memperbaikinya? Kenapa memberikan jubah baru begitu saja padaku? Tapi, tentu saja aku tidak bisa mengatakannya.


"Jadi, ini boleh buatku?"


"Terimalah, Sophia," dukung Renjun diikuti anggukan Thalia. "Anggap saja kado ulang tahun yang agak cepat."


"Iya, kalau kamu nggak pakai, nanti Naomi sedih loh," tambah Thalia dengan baik hati.


Aku cuma bisa pasrah saat Naomi dengan lambaian tongkat sihir mengirim bungkusan itu langsung ke kamarku di menara Ravenclaw. Ada alasannya kenapa seragam ini pas sekali dengan ukuran tubuhku.


Pertama kali mereka melakukan rencana semacam ini adalah saat Chenle menyadari soal seragamku yang sudah kekecilan dan berubah warna di tahun ketiga. Aku memang tidak mengganti seragamku karena tidak punya cukup uang dan para anak perempuan sering kali berbisik di balik telapak tangan mereka mengenai hal itu. Membuatku agak minder. Chenle dengan kepekaan luar biasa sadar tentang hal itu dan menyusun rencana.


Pada tahun ketiga, seseorang meninggalkan seragam baru untukku di kaki tempat tidur asrama dan seragam lamaku menghilang tiba-tiba. Chenle bilang pasti aku punya penggemar rahasia meskipun kemampuan Legilimens membuatku tahu seragam itu berasal darinya.


Pada tahun keempat, seragam baru muncul secara sihir di antara baju-baju yang sudah selesai dicuci peri rumah sedangkan seragam lamaku juga menghilang tak berbekas. Naomi bilang mungkin peri rumah menyukaiku jadi mereka mengganti seragamku yang (padahal tidak terlalu) kekecilan diikuti anggukan kepala Chenle.


Dan sekarang mereka melakukannya lagi.


"Terima kasih ..." kataku pelan. Kalian semua baik sekali, tambahku dalam hati.


Senyum Chenle terlihat paling lebar di antara yang lain.


Dan pertolongan finansial diam-diam dari Chenle tidak berhenti di sana.



---

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang