6.5

201 46 17
                                    

Kata Haechan, Jisung mengidap 'fobia Belle'. Suatu penyakit karangan Haechan untuk menjelaskan kenapa Jisung terus-menerus menghindariku.


Setelah peristiwa di lapangan Quidditch tempo hari, Jisung semakin menghindariku. Hari itu segera setelah aku bisa mengusai diri (lebih tepatnya menenangkan jantungku yang mau meledak), aku datang ke Mansion Keluarga Park untuk mengembalikan kotak perawatan sapu milik Jisung yang tertinggal, tapi dia tidak ada di rumah. Anehnya, semua anggota Dreamies justru ada di sana.


"Oh, maaf, Belle," kata Naomi tidak enak hati dan tampak menyesal. Entah kenapa Jaemin menatapku sengit dari balik bahu Naomi. "Jisung baru saja pergi," tambahnya.


"Ah, begitu," aku menatap kotak kayu berukiran J.S.P. 


"Berikan saja padaku. Nanti akan aku sampaikan pada Jisung," ujar Naomi lagi, mengulurkan tangan pada kotak itu. 


"Hmm ... tapi aku mau memberikan langsung," tolakku pada Naomi. 


Anehnya Naomi cuma menghela napas, meski tidak memaksa.


Keesokan harinya, aku melakukan hal yang sama dan mendengar alasan yang sama bahwa aku tidak bisa menemui Jisung. Kadang aku baru masuk ruang duduk Mansion Cho dan sekelebat kemudian Jisung sudah pergi sebelum aku bisa buka mulut untuk menyapa. Dia bahkan meninggalkan lapangan Quidditch begitu saja di tengah-tengah permainan hanya karena aku muncul untuk menonton. Hal ini terjadi terus-menerus dan berulang-ulang sampai menjelang akhir musim panas. Hari-hari terakhir sebelum kepulanganku ke Prancis.


Aku tidak bisa memahami pikiran Jisung. Maunya apa sih? Memang salahku sudah menggunakan kekuatan Veela, tapi aku tidak menyangka Jisung akan menciumku. Dia sendiri yang menciumku (meskipun sedikit ditambah dorongan Veela), tapi dia juga yang menghindariku. Dasar menyebalkan!


"Ini," kataku memberikan kotak perawatan sapu milik Jisung pada Chenle di sore terakhirku di Fairbourne. "Berikan padanya. Aku tidak peduli lagi."


Chenle terkekeh meski tetap menerima kotak itu. "Kau sudah menyerah rupanya?"


"He's slippery," keluhku, lalu mendudukkan diri dengan anggun di sebelah Chenle. "And very persistent."


"That's the Slytherin in him," sahut Chenle lagi.


Aku menghela napas. "Lagipula aku bakal pulang ke Paris besok pagi-pagi sekali."


"Serius?!" Chenle membelalakan matanya sampai besar sekali. Kelihatan tidak terima dengan kabar kepulanganku ke Paris. "Kenapa tidak bilang?! Kita kan bisa bikin pesta perpisahan."


"Aku tidak mau melakukan pesta perpisahan dengan orang yang menghindariku seolah aku kena Cacar Naga," gerutuku sebal dan mengibaskan rambut. "Lagipula kita mungkin tidak bakal ketemu lagi."


"Yeah, kecuali kau kirim surat atau semacamnya."


Komentar asal Chenle barusan memberiku pencerahan. Benar juga, liburan musim panas berakhir bukan berarti Operation: Getting Jisung's Attention juga harus berakhir. Kalau Jisung tidak mau menemuiku, setidaknya dia bakal terpaksa membaca surat dariku. 


"Ide cemerlang, Chenle," pujiku menepuk bahunya sementara Chenle menatapku seolah aku tidak waras. Aku bangkit berdiri dan mengibaskan rambut. "Kudoakan kau dan Sophia segera pacaran. Aku pergi dulu. Harus mengepak barang. Au revoir, Chenle."


Kita lihat saja, Jisung Park, siapa yang akan menang.



---



Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang