5.4

295 74 19
                                    

Pada akhirnya, rencanaku menghindari Chenle, Jisung dan anggota Dreamies lain gagal total. Seperti karakteristik khas asrama Hufflepuff, Chenle terlalu loyal untuk melepaskan seorang teman, meski temannya sepertiku. Oleh sebab itu, terpaksa aku memakai taktik berbeda untuk menjauhi Chenle: bersikap seolah-olah dia tak kasatmata.


"Liburan Natal kali ini kamu bakal tinggal di kastil seperti biasa kan? Main ke rumahku, yuk!" ajak Chenle dengan menggebu-gebu. Dia duduk di sebelahku yang sedang makan sambil membaca Buku Arithmancy di meja Ravenclaw. "Kamu kan belum pernah menerima ajakanku untuk ikut makan malam Natal di Fairbourne."


Para Dreamies dan kakak-kakak mereka yang juga bersekolah di Hogwarts memang tidak pernah merayakan liburan Natal dengan tinggal di sekolah. Mereka selalu pulang ke Fairbourne. Berbeda denganku yang memilih tinggal di sekolah daripada kembali ke panti asuhan, meskipun hanya sedikit sekali murid yang tinggal di kastil. Selain itu, mereka juga punya tradisi untuk makan malam bersama di rumah Chenle yang tersohor itu.


Aku sudah hafal kebiasaan Chenle yang dimulai sejak kami kelas satu: mengundangku makan malam Natal di rumahnya. Meski Chenle menyebutkan rumah dengan nada biasa, aku pernah tak sengaja mendengar dalam kepala Thalia bahwa rumah Chenle lebih menyerupai mansion atau kastil kecil daripada sekadar rumah.


Dalam kepalaku, aku bisa mendengar kesungguhan Chenle. Aku tahu dia mengajakku karena memang menganggapku sebagai teman. Sama sekali tidak bermaksud pamer. Tapi, aku tidak pernah menerima undangannya bahkan saat kami masih kelas satu. Sekarang kami sudah kelas lima dan jawabanku tetap tidak berubah.


"Maaf, Le. Tapi aku sudah bilang Professor Sinistra kalau aku akan tinggal di kastil," tolakku sehalus mungkin, lalu kembali fokus pada bacaanku.


Setiap tahun aku menolak Chenle, setiap tahun pula dia tidak menyerah mengajakku. Sampai sekarang kami sudah berada di tahun kelima. Kadang aku bisa mendengar gerutuan Jisung dalam kepalanya, kelepasan merasa sebal atau geram padaku karena terus-menerus menolak undangan makan malam Chenle.


Chenle langsung muram. Aku tidak perlu punya bakat Legilimens untuk bisa melihat kekecewaannya. Dia sudah menduga akan kutolak, tapi tetap tidak bisa tidak berharap kali ini aku menerima undangannya.


"Yakin kamu nggak mau ikut, Soph?" tanya Chenle muram. "Apa aku nggak bisa melakukan sesuatu untuk mengubah keputusanmu?"


Aku diam saja. Bersikap seolah tidak mendengar ucapan Chenle barusan. Mau bagaimana lagi, menerima undangan makan malam Natal Chenle pasti akan menyebarkan gosip soal kedekatan kami. Aku tidak mau mencolok dan berada dalam perhatian publik karena itu. Bukan hanya menjadikanku target perundungan seperti yang dilakukan Jackson, tapi juga membuatku dicap sebagai perempuan mata duitan. Cewek yang bermimpi jadi Cinderella.


Aku terlambat menyadari bahwa konsekuensi berteman dengan Chenle (dan Dreamies secara keseluruhan) sejak berada di Hogwarts Express ternyata begitu besar.


Thalia Han muncul di meja Ravenclaw. Dia dan Chenle mengobrol basa-basi mengenai pesta Klub Slug. Aku bukan anggota klub (Professor Slughorn tampaknya tidak terlalu suka Legilimens—yeah, kurasa aku bisa mengerti alasannya), tapi Chenle juga pernah mengajakku untuk menemaninya sebagai pasangan ke pesta klub Slughorn. Tentu saja, aku juga menolaknya.


Meski Thalia membicarakan Klub Slug bersama Chenle, aku bisa mendengar dengan jelas fokusnya tidak berada di sana. Thalia sedang sibuk memikirkan Na Jaemin. Mereka memang biasa cekcok, tapi sepertinya kali ini lebih parah daripada biasanya. Chenle melirikku yang diam saja. Aku tahu dia berharap aku akan ikut mengobrol. Namun seperti biasa, aku memasang tembok setinggi mungkin dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Akhirnya Chenle menyerah dan pergi mencari Jisung.


"Kuberi satu saran," kata Thalia Han tiba-tiba. Dia menepuk bahuku sebelum beranjak menuju kelas berikutnya. "Jangan abaikan seseorang yang memperhatikanmu dengan tulus. Penyesalan datangnya di akhir."


Aku meringis mendengar nasehat itu. Walaupun aku tahu Thalia benar, tapi aku tidak bisa melakukannya. Maaf ya, Chenle.






an. hi! i notice that Dear Dream got more votes from new readers yeay!! Welcome aboard you all :) semoga kalian menikmati cerita ini sampe akhir yaa! dan untuk loyal readers yang udah baca ini dari awal banget votenya masih puluhan (wkwk) dan sekarang udah 5.9k (WOW), makasih banyak! your comments and votes always encourage  me to continue writing this. see you next chapt :)

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang