1.3

1.4K 244 32
                                    

Jam pelajaran sebelum makan siang adalah Arithmancy tingkat lanjut. Cukup banyak anak kelas tujuh yang mengambil kelas ini, termasuk di antaranya 00-Line, kecuali Haechan. Anak itu malah mengambil kelas Ramalan. Naomi juga tidak mengambil kelas ini, jadi aku terbiasa duduk sendiri atau berbagi kursi dengan partner Ketua Murid alias Renjun.


Betapa kagetnya aku ketika Jaemin meletakkan tas di kursi kosong tepat di sebelahku.


"Aku boleh duduk di sini kan?"


Rambutnya masih merah jambu dan wajahnya masih tampan untuk menarik penggemar. Meski kini ada tambahan beberapa goresan tipis yang kuduga hasil karya para burung semalam. Aku jadi merasa bersalah. Mungkin seharusnya aku tak perlu menyerangnya dengan para burung.


Aku mengangguk, memberi ruang pada Jaemin. "Kenapa tidak duduk bersama Jeno?"


"Jeno mau bicara dengan Renjun." Jaemin mengedikkan kepala ke arah mereka.


Professor Vector terkenal galak, terutama di tingkat lanjut. Sebab kami harus mati-matian mengejar angka untuk NEWT. Entah kenapa hari ini kelas terasa sangat longgar. Kami hanya diberi tugas untuk berdiskusi dan diselesaikan sampai jam berakhir. Mungkin suasana liburan natal yang semakin dekat membawa hawa malas-malasan yang bahkan mengalahkan semangat Professor Vector.


Aku mencuri pandang ke arah Jaemin. Dalam jarak sedekat ini, aku bisa mencium wangi kopi yang sepanjang hari selalu diminum Jaemin dan wangi rambutnya yang khas—seperti campuran peach dan bau matahari. Entahlah. 


Kelas Arithmancy adalah satu-satunya kelasku bersama Jaemin. Aku sudah lama tidak duduk sebangku dengannya. Terakhir kali kami sebangku saat kelas Ramuan di tahun ke-enam. Tebak apa yang kami pelajari saat itu?


Ya, Amortentia. 


Ramuan Cinta terkuat di dunia sihir.


Aku masih ingat saat hampir seluruh tangan yang ada di kelas teracung ke atas untuk menjawab pertanyaan Professor Slughorn. Fenomena yang jarang terjadi bahkan untuk standar kelas tingkat lanjut.


Konon tiap orang mencium bau yang berbeda dari Ramuan Cinta dan aku mendeskripsikan bau yang menurut Jaemin sangat menggambarkan Mark Lee. Lalu aku jadi canggung karena Jaemin mendiskripsikan bau yang merujuk pada seseorang yang sangat familiar buatku.


Diriku sendiri.


Setelah itu semua terasa berbeda.


Bagaimana bisa semua sama saja kalau ternyata kau ditaksir oleh si pangeran sekolah?!


Buru-buru aku mengalihkan pandangan saat Jaemin menatapku.


"Apa?" tanyaku galak, lalu menyesal dalam hati. 


Jaemin menghela napas. Oh, dia tidak tersenyum seperti biasa. "Itu ... ada tinta di sini." Ia menunjuk bagian atas bibirnya sendiri yang baru kusadari sewarna rambutnya.


Merah muda.


Tunggu ... 


Apa?! 


Fokus, Thalia Han!


Tanganku hampir mengusap daerah yang ditunjukkan Jaemin, tapi tangannya lebih cepat menahan tanganku.  Jaemin sudah mengeluarkan sapu tangan dan membersihkannya. Oh, pipiku mulai terasa panas lagi. 


"Pakai ini." Jaemin menyerahkan sapu tangan. "Jangan pakai tangan. Nanti belepotan."


Kebaikan Jaemin membuatku semakin merasa bersalah. Diam-diam aku mempertimbangkan untuk mengajaknya ke Madam Pomfrey.


Sepanjang sisa pelajaran Arithmancy, aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Jaemin tidak mengatakan apa-apa lagi sampai bel terakhir berbunyi, lalu pergi begitu saja setelah mengumpulkan tugas kami pada Professor Vector. Sama sekali tidak mengangguku seperti biasa. Sama sekali tidak memberiku kesempatan mengobati lukanya.


Kenapa aku malah merasa kecewa? 


Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang