3.13

490 121 26
                                    

Para burung hantu yang berisik di dalam sangkar jauh lebih menarik daripada melihat wajah Renjun yang berdiri di sebelahku. Hanya ada kami berdua di kandang burung hantu. Satu-satunya lokasi yang terpikirkan olehku untuk jadi tempat bicara. Renjun sudah menyihir mantera Muffliato. Mencegah orang lain mencuri dengar pembicaraan kami. Tak mau menambah api dalam bisik-bisik sepenjuru Hogwarts.


"Harusnya kamu diam saja, Injun," kataku menghela napas. Masih tidak terima diperlakukan sebagai damsel in distress yang harus diselamatkan. "Nanti gosipnya juga padam sendiri."


Sejak awal skandal itu sudah tidak benar. Baiklah, aku memang berciuman dengan Hyunjin dan naksir Renjun, lalu apa? Tidak ada cinta segitiga di antara kami. Ucapan Renjun justru membuat semua lebih rumit. Walaupun aku tak tahu apa yang ada di pikirannya sampai mengaku aku ini pacarnya, aku yakin Renjun tidak sembarangan bertindak.


"Well, terus aku harus biarkan Hyunjin mengklaim kamu sebagai pacarnya?" Renjun balik bertanya dengan nada yang membuatku ingin memukulnya.


Aku melotot. "Memangnya siapa yang bilang Hyunjin mau mengaku sebagai pacarku?! Paling dia cuma mau bilang kalau ciuman itu cuma gara-gara Mistletoe!"


Pipiku memerah karena menyebut kata ciuman, tapi aku tidak mengerti kenapa ujung telinga Renjun jadi ikut memerah.


"Ah ya ... begitulah ... pokoknya aku nggak bakal minta maaf sudah bilang begitu."


Aku berdecak. "Terserah," kataku tak ingin berharap dan memilih kembali menatap halaman Hogwarts. Berusaha mengumpulkan keberanian untuk bertanya. "Lalu sekarang bagaimana? Kamu mau kita pura-pura pacaran sampai gosip ini hilang?"


Jujur aku tidak siap kalau mendengar jawabannya adalah iya. Kalau ini semua hanya pura-pura.


"Bagaimana kalau aku bilang aku tidak mau pura-pura?" Aku menoleh pada Renjun karena pengandaiannya barusan. Baru menyadari bahwa kini pipi Renjun juga ikut memerah. "Maksudku aku tidak mau pura-pura jadi pacarmu.. Aku mau jadi pacar sungguhan."


Tapi jawaban seperti ini juga tidak siap untuk kudengar!


"Aku suka kamu, Naomi," Renjun menatapku lekat dengan wajah memerah. "Sejak kita kelas satu. Itu sebabnya aku cemburu dan tidak suka kamu dekat-dekat Hyunjin."


Hatiku berdesir dan jantungnya bertalu-talu. Ya Tuhan! Pasti wajahku juga ikut memerah. Aku sudah pernah membayangkan ratusan skenario ketika Renjun mengatakan perasaannya dan sama sekali tidak menyangka kalau benar-benar mendengarnya sekarang.


Angin musim dingin berhembus. Kueratkan syal biru-perunggu Ravenclaw di leherku sambil menyembunyikan sebagian wajah karena malu.


Renjun melanjutkan. "Aku sudah akan memberitahumu di kamar kebutuhan saat Natal, tapi yeah, kamu tahu sendiri ..."


Yeah, Haechan.

Dasar perusak suasana!


"Aku tahu aku bodoh baru mengatakan aku suka padamu setelah kamu dekat dengan Hyunjin." Renjun mengusap wajah lelah dan membuang napas. Dia maju selangkah dan menggenggam tanganku seperti di koridor tadi. "Tapi, aku sungguh nggak mau bikin kamu takut dan lari."


Ucapan Renjun menyentakku. Tanpa sadar aku menghempas tangannya begitu saja membuat genggaman tangan kami terlepas.


"Kita tidak boleh begini."


Terlalu banyak yang ada di antara kami. Dreamies yang sekarang sabar menunggu kami selesai bicara di Aula Besar. Juga fakta bahwa tidak ada anak yang saling pacaran di antara penghuni Fairbourne.


Kami tidak boleh bersama.


***

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang