3.2

779 138 23
                                    

Semua anak di Fairbourne menerima surat dari Hogwarts di hari ulang tahun ke sebelas. Ada juga para sepupu yang tinggal di luar Fairbourne, tapi memilih bersekolah di Hogwarts daripada Beauxbatons atau Durmstrang. Moon Taeil-oppa dan Erina-oneesan adalah siswa pertama Hogwarts dari Fairbourne yang masuk di tahun yang sama dengan Albus Potter dan Scorpius Malfoy.


Sebenarnya anak-anak keturunan Asia Timur tidak hanya berasal dari Fairbourne, tapi juga beberapa pemukiman lain seperti Fruamond dan Castle Morin. Walaupun jumlah anak-anak keturunan Asia Timur di Hogwarts tidak banyak, semakin lama prestasi kami cukup menonjol dengan bonus menjadi populer. Lee Taeyong adalah Prefek pertama, disusul Kim Doyoung sebagai Ketua Murid pertama dari Fairbourne. Belum lagi jabatan lain seperti kapten dan atlet tim Quidditch.


Dreamies juga mengukir prestasi tersendiri. Tahun lalu, Mark mengemban tiga tugas sekaligus: Prefek, Ketua Murid, dan Kapten Tim Quidditch Gryffindor. Aku tidak mengerti bagaimana caranya Mark bisa bertahan tetap waras, meskipun dia menjadi lebih sering tertawa tanpa alasan dan lebih sensitif sampai bertengkar dengan Haechan musim panas lalu.


Tahun ini Renjun terpilih sebagai Ketua Murid. Jeno menjabat sebagai Kapten Tim Quidditch Slytherin bersama Jisung sebagai Seeker. Jaemin adalah Ketua-tak-resmi Klub Slughorn dan Beater Tim Quidditch Hufflepuff bersama Chenle sebagai Chaser. Haechan tidak suka olahraga, tapi dia komentator pertandingan Quidditch dan ikut klub Paduan Suara Hogwarts.


Hanya aku yang bukan Prefek. Bukan pula Ketua Murid. Tidak berbakat di bidang olahraga atau musik. Tidak juga secantik dan supel seperti Erina-oneesan atau Harumi-oneesan.


Aku, Naomi Cho, cuma kakak perempuan biasa yang sering menyelesaikan urusan yang terlalu feminim bagi Dreamies.


Menyelesaikan urusan yang terlalu feminim biasanya termasuk menyelesaikan masalah rutin yang disebut Thalia sebagai pertikaian-antara-Renjun-dan-dasi.


Dulu waktu aku dan Renjun masih kelas satu, salah satu murid kelas lima pernah menyindir kami. Aku sudah lupa siapa namanya, tapi satu kalimat pedas dari Doyoung Kim dan tatapan tajam dari Lily Luna Potter bikin para gadis itu terdiam. Setelahnya tidak pernah ada komentar semacam itu lagi setiap kali aku mengikat dasi Renjun. Ditambah lagi Renjun sekarang Ketua Murid. Anak-anak yang lebih muda jelas tidak ada yang berani.


Sebenarnya bukan cuma Renjun saja yang tidak bisa pakai dasi, Chenle juga tidak bisa. Tapi sejak Thalia mengajarkan mantera pengikat dasi saat kami kelas dua, Chenle tidak pernah minta bantuanku lagi. Sedangkan Renjun selalu merasa aneh kalau dia harus melakukan sihir pada pakaian.


"Rasanya aku seperti Madam Malkin," gerutu Renjun menarik simpul dasi dengan tak nyaman.


Begitulah, jadi aku mengikat dasi Renjun secara manual tanpa sihir setiap pagi. Tidak ada hal yang aneh tentang itu karena kami satu asrama dan selalu duduk berdekatan setiap pagi di Aula Besar saat sarapan.


Kecuali, kadang-kadang hatiku seperti berdesir.


"Trims, Naomi," kata Renjun sambil tersenyum.


Aku benci harus mengakui bahwa senyum Renjun adalah kelemahanku. Senyum yang kata Haechan dan Thalia adalah senyum pencitraan Renjun. Soalnya menurut mereka, Renjun tampak seperti anak lugu alias pure boy saat tersenyum. Padahal tidak tahu saja aslinya seperti apa.


Tidak, Renjun baik kok. Dia pintar masak dan rajin sekali, walaupun kadang ucapannya menyengat hati. Er, kadang-kadang kalau sebal atau marah, dia suka memiting leher Jisung sih. Tapi, tidak parah kok.


Awalnya kupikir aku menyukai senyum Renjun karena dia punya gigi gingsul yang bikin senyumnya berbeda dari senyum anak laki-laki lain di dekatku. Musim panas kelas empat, gigi gingsul Renjun sudah diperbaiki posisinya oleh Madam Pomprey. Tapi hatiku masih saja berdesir setiap kali Renjun tersenyum. Saat itu aku tahu kalau aku naksir dia dan harus menguburnya dalam-dalam.


Tidak boleh ada rasa suka lebih dari teman.


Thalia sudah kabur lebih dulu ke kelas Mantera setelah aku, Renjun dan Haechan meledeknya tentang Jaemin. Padahal aku tahu dia tidak punya janji apapun dengan Professor Flitwick. Menurutku Thalia memang agak keterlaluan menyerang Jaemin dengan para burung. Bukan salah Jaemin sehingga ia dapat banyak hadiah berlumur Ramuan Cinta. Aku yakin mereka saling suka, tapi Thalia hanya terlalu gengsi atau malu untuk mengaku sebab Jaemin sejak dulu sering kali meledeknya saat Thalia masih naksir Mark.


Haechan sudah kembali ke meja Gryffindor, meninggalkan aku berdua saja dengan Renjun.


"Semalam kamu nggak makan?" Renjun bertanya.


Aku tahu dia semalam patroli bersama Thalia karena Ramuan Cinta yang menjamur menyebabkan para murid populer agak cemas. Tidak lucu kalau kau tiba-tiba berteriak 'Aku Cinta Jackson' seperti yang dilakukan Nott kemarin siang. Sudah pasti Renjun menyadari keabsenanku semalam.


"Iya," jawabku singkat.


"Diet lagi?" Renjun menatap potongan roti bakar sarapanku dengan tak suka.


Aku mengangguk. Berat badanku naik lagi dan aku tidak suka Okaasan membandingkan berat badanku dengan Erina atau Harumi saat aku pulang untuk liburan Natal nanti.


Renjun tiba-tiba meraih pergelangan tanganku dan mengangkatnya ke depan wajahku. "Lenganmu sudah setipis kaki nyamuk begini, masih mau diet?"


Kutarik lepas tanganku dari pegangan Renjun dan tidak mengatakan apa-apa untuk menjawabnya.


Renjun membenarkan letak kacamata di hidung, lalu menghela napas. "Tahu nggak aku berharap aku bisa menyelesaikan masalahmu yang satu ini seperti kamu menyelesaikan masalah dasiku setiap pagi."


Aku hanya tersenyum hambar. Sebab seperti Renjun, aku pun tahu bahwa tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah ini selain diriku sendiri.




***

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang