4.3

625 109 47
                                    

Riuh rendah di meja Ravenclaw sepertinya menarik perhatian Jane. Aku juga bisa melihat Haechan ada di sana sedang menertawakan sesuatu dengan heboh bersama si Ketua Murid Renjun Huang dan si elegan Naomi Cho sampai bikin Thalia Han kabur. Huft, harus kuakui perasaan tidak sukaku pada Thalia Han masih tersisa meski aku tahu itu bukan sepenuhnya salahnya. 


Aku berjengit refleks saat siku Jane menyentuh lenganku. Aku tahu Jane pasti tidak sengaja. Buru-buru kunetralkan kembali ekspresiku agar dia tidak curiga.


"Ada yang sakit?"


"Aku baik-baik saja." Cepat-cepat menggeleng, kutepis tangan Jane yang sudah mau memeriksaku. Tidak, Jane enggak boleh tahu.


Tapi, gerakanku malah membuat lengan jubahku semakin tersingkap. Ekspresi Jane langsung murka dan dia menarik tanganku sebelum aku bisa berkelit agar bisa melihat memar yang mulai kekuningan itu lebih jelas. Buah tangan Maggie Jackson yang aku lupa belum sembuh benar dan tidak kututupi dengan mantera. Aku memang sengaja tidak bilang seperti biasa karena tahu Jane tidak akan tinggal diam. Lagipula dia sudah cukup sibuk dengan latihan Quidditch. Sahabatku itu lebih sering membiarkan ototnya bekerja lebih dulu daripada otaknya. Kurasa itu yang membuatnya tahan digembleng secara fisik selama latihan Quidditch.


"Siapa yang melakukan ini?"


Dan pembicaraan itu terulang.


Jane yang keras kepala memaksa agar aku melapor dan aku yang tak ingin memperpanjang masalah dengan berurusan dengan Kepala Asrama, Prefek atau Ketua Murid. Lapor hanya semakin membuatku jadi target Jackson.


Syukurlah, saat itu aku melihat Haechan kembali ke meja Gryffindor. Sengaja kulambaikan tangan pada Haechan agar aku dihampiri olehnya. Ajakannya menuju kelas Ramalan bersama menyelamatkanku dari keharusan berargumen dengan Jane. Kurasa Haechan memang tahu aku tidak baik-baik saja. Aku tidak suka bertengkar dengan Jane.


Bertengkar membuatku sedih.


Aku menaiki tangga menuju Menara Utara bersama Haechan dalam diam. Masih kepikiran dengan pembicaraan bersama Jane barusan di Aula Besar.


"Ternyata Jackson nggak kapok juga ya?" ujar Haechan ketika kami sudah mendekati koridor panjang kelas Ramalan. "Kupikir dia nggak bakal macam-macam untuk sementara setelah diteriaki pengakuan cinta Nott kemarin."


Mataku membelalak. "Itu ulahmu?"


Haechan nyengir sama sekali tidak merasa bersalah. "Jackson sebenarnya mau memberi cokelat itu untuk Jeno. Dia nggak tahu saja kalau Jeno itu paranoid soal hadiah. Instingnya mendeteksi Ramuan Cinta sudah hampir mirip Niffler membaui harta. Jadi ya kuberikan saja untuk Nott. Toh dia memang naksir Jackson."


Perasaanku tercabik, separuh ingin memuji Haechan atas ide briliannya, separuh lagi memarahinya karena sudah membuat kekacauan dan berujung pengurangan angka untuk Gryffindor. Tapi, yah, kurasa Haechan pasti sudah dimarahi cukup banyak oleh Thalia Han, si Ketua Murid perempuan. Jadi, aku memilih memberinya pujian.

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang