6.6

188 41 1
                                    

Suratku sama sekali tidak dibalas.


Aku sudah mengirimkan 57 surat sejak setelah musim panas sampai menjelang menjelang Natal dan tidak ada satu pun yang dibalas oleh Jisung. Burung hantuku selalu kembali dengan kaki kosong dan aku tidak menerima surat apa pun dari Inggris, kecuali terkadang dari Chenle atau Johnny. Aku curiga jangan-jangan selama ini suratku tidak dibuka dan langsung dimasukkan ke dalam perapian.


"Kau mau tambah Bouillabaisse lagi, Isabelle?"


"Tidak, Courtis. Terima kasih," tolakku masih sibuk memikirkan suratku yang tidak dibalas.


"Oh, ayolah. Bagaimana dengan Ratatouille?"


Aku menahan diri untuk tidak mendengus. Courtis masih terus mengoceh menawarkan makanan dan aku setengah berpikir untuk mengutuknya agar diam. Courtis termasuk salah satu anak tampan di Beauxbatons dan lebih tinggi daripada Jisung. Mata Courtis besar dan hijau seperti permata, tapi entah kenapa dia tidak tampak semenarik mata kecil hitam milik Jisung. 


"Aku sudah kenyang," kataku angkuh meletakkan sendok dan garpu di atas piring perak, lalu mengelap mulut dengan serbet di atas pangkuan. "Dengar, aku punya pertanyaan."


Courtis langsung tampak tertarik dan tersanjung. "Apa yang ingin kautanyakan?"


"Ini bukan ceritaku sih, tapi cerita temannya temanku," ujarku memulai dan berdeham canggung sebelum melanjutkan, "kalau ada cowok yang mencium cewek, lalu dia tidak mengacuhkan cewek itu setelahnya, menurutmu kenapa?"


"Err ... Entahlah. Mungkin cowok itu menyesal? Maksudku, mungkin ciuman itu cuma dorongan sesaat dan dia tidak bermaksud seperti itu?"


Suasana hatiku langsung menjadi buruk mendengar jawaban Courtis. 


"Kalau kau tidak keberatan, Courtis, aku mau pergi tidur."


Courtis bahkan tidak berusaha menutupi kekecewaannya. "Yeah, kalau begitu, bonne nuit, Isabelle."


Aku berdiri dan meninggalkan Aula Makan. Peri hutan masih bernyanyi menemani sisa murid yang belum selesai makan. Natal hanya tinggal beberapa minggu lagi. Aula Makan sudah didekorasi dengan patung-patung es serupa berlian. Aku sudah memutuskan untuk menghabiskan liburan di rumah daripada di sekolah ditemani oleh anak laki-laki seperti Courtis hanya akan membuatku jengah. Tidak bisakah dia melihat kalau aku tidak suka padanya meski dia terus berusaha mendekatiku.


Ini semua gara-gara Jisung Park dan ciumannya. 


Bagaimana bisa dia tidak mempedulikan gadis yang sudah diciumnya? Bukankah harusnya dia bertanggung jawab padahal aku tidak bisa berhenti memikirkannya?


Memang benar pada awalnya aku selalu membuntuti Jisung karena aku ingin tahu alasan mengapa dia bersikap tidak acuh padaku. Tapi, justru sikap tidak acuhnya jugalah yang membuatku tertarik padanya. Aku terlalu terbiasa 'dikejar', sehingga 'mengejar' membuatku terasa berbeda.


"Isabelle, kau ditunggu burung hantu," kata salah satu teman asramaku. 


Aku nyaris berlari menuju jendela di seberang ruangan dimana seekor burung hantu cokelat bertengger. Perasaanku langsung kecewa. Ah, ternyata bukan dari Jisung. Ini burung hantu milik Johnny. Kulepaskan surat dan bungkusan di kaki si burung dan memberinya makanan burung. Si burung hantu beruhu pelan penuh terima kasih.


Bingkisan dari Johnny berisi gula-gula buatan ibunya. Dalam suratnya, Johnny menulis kalau dia baik-baik saja dan sangat sibuk. Dia sedang menjalankan misi baru ("Top Secret!" tulisnya besar-besar sengaja pamer) bersama para Auror menjelang Natal dan mungkin tidak akan berada di Fairbourne. Tapi, Johnny bilang aku boleh menghabiskan liburan di sana kalau mau. Pasti Dreamies senang kalau aku datang sebagai kejutan. 


Aku menimbang-nimbang kalimat terakhir dalam surat Johnny.


Baiklah, saatnya memberi Jisung kejutan. 



---


an. btw aku sedih abis liat preview boys mental camp di twitter T.T bahkan ga kelar cuma sekadar baca thread doang saking ga kuatnya. I hope they enjoy their success and journey with light heart from now on :)

i hope you guys have a nice weekend too.

-Ki.

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang