1.5

1.1K 220 20
                                    

Jaemin sudah ada di Aula Besar saat makan malam. Ia duduk bersama Jeno di meja Slytherin. Membicarakan sesuatu yang tampaknya serius. Jeno memang kelihatan gelisah dan tegang karena pertandingan Quidditch melawan Gryffindor tinggal besok. Biarpun Jaemin tampak lembek begitu, dia salah satu Beater Tim Quidditch Hufflepuff. Bludger yang dipukulnya pernah nyaris mematahkan hidung Mark.


Aku tidak ingin bertemu dengan Jaemin sekarang. Sudah cukup lelah mengurusi anak-anak kelas empat Slytherin dan Gryffindor yang saling menumbuhkan kutil di kulit akibat gesekan menjelang pertandingan Quidditch. Kuharap aku masih punya kesempatan minta maaf pada Jaemin saat pesta Klub Slughorn nanti.


"Nih," Renjun menyerahkan botol kecil berisi cairan merah muda dan duduk di sampingku. Naomi sedang diet jadi tak ikut makan malam. "Kusita dari anak kelas dua Slytherin. Mereka berusaha memasukkannya ke makanan Jeno."


Resiko jadi Kapten Tim Quidditch, penggemarmu mengantri.


Aku menerima botol itu untuk nanti kuserahkan pada Filch. "Kenapa orang mau buang-buang uang untuk beli Amortentia?"


"Karena cinta itu membutakan yang mengalaminya."


Aku mencibir mendengar jawaban Renjun. "Iya, sampai tidak bisa melihat lebih dari sekadar asisten pakai dasi selama tujuh tahun."


Renjun tidak membalas ledekanku, tapi ujung telinganya memerah.


"Itu asli loh," Renjun menambahkan. Tampaknya memang asli karena ada asap putih yang melingkar. "Aku benar-benar bisa mencium aroma seseorang yang membuatku tertarik."


"Apa? Wangi bunga sakura dan pelembut pakaian?"


"Tidak perlu terlalu sarkas, Han. Aku tahu maksudmu."


Aku mengangkat bahu. "Aku cuma bosan menonton kalian begitu-begitu saja setiap tahun."


Renjun tampak ingin mencekikku saking sebalnya. Anak ini kalau sedang meradang punya hobi mencubit, mencekik atau memiting leher orang lain. Jisung dan Haechan sering kali jadi korban. Apanya yang pure boy. Dasar barbar.


Iseng, aku membuka tutup botol dan mengendus baunya. Hmm ... sepertinya aku tahu aroma ini.


"Bagaimana?" Renjun memancing.


"Baunya seperti campuran kopi dan buah peach. Juga ada hmm ... bau tinta dan rambut ..."


Aku menutup mulut rapat-rapat sebelum bicara terlalu banyak, tapi sepertinya terlambat. Renjun sudah tertawa dengan binar usil di bola matanya. Oh, aku melupakan fakta kalau Renjun satu geng dengan para biang usil.


Sekali 00-line, Renjun tetaplah 00-line.


Pembicaraan kami terpotong karena Jisung dengan jubah hijau-perak Slytherin tiba-tiba muncul di meja Ravenclaw dengan wajah panik.


"Gawat, Hyung! Gawat!"


Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang