106.

868 136 43
                                    

"Lemes banget," Yeonjun mengusap pelan rambut blonde milik adik perempuannya. Mencubit pipinya geram.

"Capek heh, seharian gak istirahat. Sakit bang!"

Yeonjun meringis. Kembali menggandeng tangan kecil itu dan menariknya masuk ke dalam rumah. Baru saja membuka pintu, pergerakan dua bersaudara itu terhentikan.

"Kenapa pulangnya telat?"

Menoleh ke kursi ruang tamu. Ada lima orang disana. Tengah menatap mereka.

Yeonjun menghela napas. "Papi gak lupa kan kalau aku lagi sibuk?"

"Tapi jam pulang kerja kamu udah tiga jam yang lalu, Yeonjun.."

Ryujin melihat jam dinding. Sudah pukul 9 malam. "Papi gak lupa juga kan kalo Bang Yeonjun lagi nyiapin pernikahannya? Papi gak lupa kan kalo anak sulung papi mau nikah?"

Pria paruh baya itu menghela napas berat. "Yaudah, sini duduk dulu."

Ryujin melepaskan genggamannya Yeonjun. Mengambil tempat di antara dua pemuda yang beberapa hari ini sering dia temui. Yeonjun sendiri memilih duduk di sebelah maminya sendiri.

Ryujin mendekat sedikit pada Junkyu, mendekati telinganya. "Bang? Lo pacaran sama Mbak Karina?" bisiknya.

Junkyu mendelik, menabok kecil pahanya Ryujin. "Enak aja kalo ngomong. Kemakan gosip lo, anjir."

Yeonjun tertawa kecil. Dia sih penyebar gosipnya. "Mama apa kabar? Udah beneran sehat?"

Perempuan cantik itu terlihat kaget. Tidak menyangka Yeonjun akan menyapa terlebih dahulu dengan panggilan itu. Ternyata Yeonjun benar benar anak baik. Tersenyum simpul, kemudian mengangguk. "Alhamdulillah, sehat nak."

Papi terdiam di tempatnya. Tidak menyangka respon anak anaknya sebaik ini. Menyesal sebenarnya menutupi fakta yang ada selama ini.

"Doy! Lo udah makan kan? Lemes banget deh?" Ryujin menyenggol kecil lengan Doyoung.

Yang disenggol merengut. "Lagi ngantuk gue mbak."

"Mau main ps?"

Ryujin hendak berdiri, tapi ucapan Papi segera menahannya. "Duduk dulu ya. Papi mau ngomong bentar."

Yeonjun mendecih kecil. Seolah olah sudah muak sendiri. "Cepet pi, aku gak mau waktuku kebuang sia sia."

Ryujin tersenyum tipis. Memutuskan diam di tempatnya kembali. "Mau ngomongin yang mana Pi? Udah kelihatan semua kan?"

Papi menghela napas. Melirik dua wanita yang berstatus sebagai istrinya. "Iya, papi tau papi salah. Tapi tolong, papi ngelakuin ini semua juga demi kebaikan kalian."

"Kebaikan yang mana? Biarin dua anak papi dijadiin bahan candaan sama tetangga julid gara gara gak punya ayah?! Gara gara ayahnya gak mau ngakuin anaknya di hadapan umum?! Itu? Kebaikan?! Itu kebaikan buat papi, bukan buat kita!" Yeonjun berdiri, nyaris melayangkan tinjuan pada papinya sendiri.

Tapi mami segera menahannya. "Yeonjun, jangan keterlaluan."

Yeonjun terkekeh sarkas. "Kalian yang keterlaluan."

Mama Jisoo terdiam ditempatnya sambil menangis. Merasa bersalah pada anak anak itu.

"Bang, jangan pakek emosi," Ryujin memperingatkan. Gadis itu bersandar pada punggung sofa. "Ayo terusin pi. Putrinya papi ini juga pengen tau, demi kebaikan apa papi nutup nutupin ini?"

Papi kembali angkat bicara. "Papi gak mau kalian malu, karena papi punya dua istri."

Junkyu mendecih. "Kalo papa malu, seharusnya papa tau, gak usah tempatin kita di tempat yang deket. Setidaknya kalo emang niat mau nutupin ini semua, jauhin dua istri papa. Jauhin tempat kita bertiga dari tempat ini. Kalo perlu sekalian beda negara! Kenapa engga? Kenapa malah papa tempatin kita bertiga di tempat yang deket sama keluarga papa yang lain? Seolah emang sengaja pengen colok mata kita bertiga sama kebahagiaan keluarga papa. Papa gak tau rasa sakit hatinya kita bertiga kan? Papa gak punya simpati apapun selama ini ke kita. Kita emang gak pernah dianggap, kan?"

Tetangga [TXT X ITZY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang