"Non... bangun non. Non gak pergi ke sekolah?"
Naya membuka matanya perlahan. Seketika kepalanya sakit.
"Jam berapa bi, hoahh...."
"Udah jam setengah tujuh, non."
Naya langsung membuka matanya lebar-lebar. "Yah bi, Naya bisa telat. Kenapa bibi baru bangunin Naya sekarang?"
"Sudah bibi bangunin dari tadi, tapi non gak bangun-bangun."
Naya langsung masuk ke kamarnya dan bersiap-siap. Gini jadinya jika ia bergadang sampai jam dua belas malam, ia sampai ketiduran di sofa ruang tengah menunggu pulang sang papa.
"Non, sarapan dulu."
"Nanti di sekolah aja, bi. Naya udah telat banget nih."
Naya langsung lari keluar rumah. Ia membuka gerbang dan melihat Anan dengan mogenya terparkir tepat di depan gerbangnya kini.
"Lo?"
"Hai bidadari, berangkat bareng gua ya."
"Gua bisa berangkat sendiri."
Naya mencari keberadaan Pak Bimo di halaman rumahnya.
"Supir lo udah pergi dari tadi."
"Ke mana?"
"Gua suruh ke supermarket."
"Jangan salah paham dulu, gua cuma mempermudah lo biar berangkat naik motor."
Naya mengepalkan tangannya ingin meninju wajah Anan sekarang juga. Namun ia coba tahan dan bersabar menghadapi segala cobaan tersebut. Ingin menelpon Pak Bimo pun tidak bisa karena ponselnya ditahan Argantara.
Naya meninggalkan Anan yang masih berdiri di depan pagar rumah.
"Mau nyari taxi? Yakin sampai dengan tepat waktu? Ini udah jam setengah tujuh lewat lho?"
Naya mencepatkan langkahnya, namun Anan terus saja menggas mogenya menyeimbangi dengan langkahnya.
"Jadwal piket hari ini Bu Nia. Emang lo mau dicuekin sama dia?"
"Masih mending Bu Ami, bisa diajak kompromi."
"Dari sekian guru yang pernah masuk di kelas kita, gua ngefans banget sama Bu Linda. Selain jadi wali kelas kita, dia juga baik banget sama gua."
"Buktinya, gua bolos aja gak dikasih hukuman. Mantep kan, makanya gua suka ngulangin hal yang sama sampai Bu Linda benar-benar emosi. Tapi nyatanya dia gak pernah marah ke gua."
Naya berhenti, spontan Anan ikut berhenti menggas mogenya.
"Kenapa Nay? Mau berangkat sama gua?"
"Lo terlahir sebagai apa sih? Cowok tapi nyerocos mulu dari tadi kayak cewek alay, ganggu banget!"
Naya kembali melangkah.
"Gua cuma ngajakin lo berangkat bareng."
"Gua gak butuh tumpangan dan jangan ganggu gua terus menerus!"
Naya mencepatkan langkahnya meninggalkan Anan di tempat.
Naya menoleh ke arah belakang. Sudah tidak ada lagi Anan di tempatnya tadi.
"Akhirnya pergi juga tuh anak."
Naya bernapas lega, ia langsung mencari taxi yang lewat di jalanan besar.
Hampir lima menit taxi tidak juga lewat. Naya melirik sebentar ke arah jam tangannya.
"Bakalan telat nih gua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Rasa Setan (End)
Teen Fiction𝐆𝐞𝐧𝐫𝐞 : fiksi remaja | humor °°°°° "Lo ngapain ke sini?" "Mau ketemu papa. Papa udah pulang, bi?" "Papa siapa yang den maksud?" "Papanya Naya lah bi, siapa lagi. Gak mungkin papanya tetangga sebelah." Naya langsung menarik Anan keluar dari ruma...