Naya langsung merebahkan dirinya di kasur. Ia begitu lelah sehabis menghindari Anan yang mengikutinya terus-menerus disaat ia menaiki taxi.
Namun Naya berhasil membuat Anan ketinggalan jejak saat mendekati area perumahannya. Karena Naya tidak mau teman-temannya tahu di mana rumahnya berada, kecuali Gibran yang memang sudah mengetahui rumah Naya dengan sendirinya.
Tok tok tok
"Non Naya, ada yang ingin menemui non di luar."
Naya membuka pintu dengan raut wajah yang sangat mengantuk. "Siapa, bi?"
"Katanya teman non."
Naya langsung keluar melihat siapa yang datang.
"Hai." Anan melambaikan tangannya sambil nyengir ganteng.
"Lo?"
"Gua masuk ya. Assalamu'alaikum."
Anan langsung nyelonong masuk ke dalam rumah, sedangkan Naya masih cengo di depan pintu.
"Wih ada minuman nih. Buat saya, bu?"
"Silahkan diminum, den."
"Makasih, bu."
"Panggil bibi saja, den."
Anan duduk di sofa ruangan tengah dengan kaki naik satu ke atas.
"Memang gak ada sopan santunnya nih anak." Batin Naya.
"Lo ngapain ke sini?"
"Mau ketemu papa. Papa udah pulang, bi?"
Bi Indri kebingungan, "Papa siapa yang den maksud?"
"Papanya Naya lah bi, siapa lagi. Gak mungkin papanya tetangga sebelah."
Bi Indri terkekeh, "Oh tuan Arga belum pulang, den."
"Kira-kira kapan pulangnya, bi?"
Naya geram, ia langsung menarik Anan keluar dari rumah. "Pulang atau gua panggil satpam, sekarang!"
"Bi, kalau papa udah pulang kabarin ke saya lewat mata batin ya, bi." Sorak Anan dari luar pintu.
Bi Indri hanya tertawa melihat tingkah laku Anan.
Naya melipatkan kedua tangannya di depan dada.
"Udah minum 'kan?"
Anan mengangguk cepat, "Tinggal dikasih makan sama menantu idaman Papi Wijaya aja nih."
"Trus apa lagi yang lo tunggu? Sana pulang!"
Naya langsung menutup pintu rumah dengan dentuman yang kuat.
"Gilak, sopankah begitu? Coba tanya sama guru lo sopan gak begitu, woi!"
Anan menghela napas panjang, "Susah ya kalau ngejar bidadari, apalagi bidadarinya kayak setan, astaghfirullah."
***
"Assalamu'alaikum, atuk oh atuk."
"Eh ada botak kembar, silahkan pulang."
Bukannya menuruti ucapan Ryan, Anan malah langsung merebahkan dirinya di kasur.
"Dari mana aja lo jam segini masih pakai seragam sekolah?"
"Masih sore."
"Gak nyambung jir."
Anan melepaskan satu persatu kancing bajunya lalu membuka seragamnya yang hanya meninggalkan kaos di dalamnya.
"Handuk lo mana, nyet?"
"Tempat pemandian udah tutup. Balik gih sana papi lo udah pulang dari Singapore."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Rasa Setan (End)
Teen Fiction𝐆𝐞𝐧𝐫𝐞 : fiksi remaja | humor °°°°° "Lo ngapain ke sini?" "Mau ketemu papa. Papa udah pulang, bi?" "Papa siapa yang den maksud?" "Papanya Naya lah bi, siapa lagi. Gak mungkin papanya tetangga sebelah." Naya langsung menarik Anan keluar dari ruma...