BRS - Bagian 20

82 28 0
                                    

"Dua puluh rebu? Diskonan dikitlah Choi."

"Itu sudah harga tetap."

"Harga langganan gak bisa Choi?"

Pak Choi berfikir sejenak. "Lima belas ribu, bagaimana?."

"Kurangi sepuluh rebu lagi kenapa dah, nanggung banget Choi."

"Wah, bisa rugi saya."

"Ya udah, bungkus."

Pak Choi mengambil kantung plastik dan memasukkan makanan burung ke dalamnya.

"Makasih, Choi." Ryan mengeluarkan uang lima ribuan tiga dan memberikannya ke Pak Choi.

Ryan langsung ke mogenya sambil bermain ponsel sebentar.

Brum brum

Ryan masih fokus dengan ponselnya. Ia berdiri di samping moge yang terpakir dan masih menenteng kantung plastik belanjaan.

Brum...

Sebuah motor melesat di samping Ryan dengan kecepatan kilat.

"Eh, woi!"

Ryan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Maling, ada maling........!!"

Ryan naik ke moge dan mengejar maling belanjaannya.

Terjadilah aksi kejar-kejaran diantara dua motor besar tersebut.

"Woi anjir, balikin makanan burung abah gua...!"

Ryan terus menggas mogenya mengejar sang maling.

Sampai di jalanan besar yang ramai, Ryan ketinggalan jejak. Ia berhenti di tepi jalan lalu menatap tajam ke sekeliling jalanan.

"Ah, sial. Kemana pula si maling tuh pergi!"

Ryan mengacak-acak rambutnya prustasi. "Murah doang tapi kemalingan." Ia kembali menggas mogenya.

Setelah sampai di rumah, Ryan memarkirkan mogenya di samping moge Anan.

"Nih anak kapan sampainya?" Ryan menatap heran ke moge Anan dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Assalamu'alaikum."

"Unyuk udah lapar banget ya bah, untung nak Anan cepat membelinya."

"Lah udah dibeli bah makanan unyuk?"

Abah dan emak menatap ke arah datangnya Ryan.

"Dasar pikun, barusan aja lo yang beli bisa-bisanya udah lupa." Ujar Anan.

"Maksudnya?"

Anan tertawa, "Hahahaa."

Ryan melototkan mata tidak percaya. "Woi bangsat, jadi lo yang maling belanjaan gua?!"

Anan langsung berlindung ke belakang emak. "Mak, Ryan mau cincang Anan."

"Gua udah susah nawar harga ke Choi tapi lo yang ngasih belanjaannya ke abah gua!"

Emak hanya tertawa, abah pun ikut tertawa melihatnya.

Setelah Anan sampai ke rumah Ryan, ia langsung menjelaskan semuanya ke abah dan emak. Bukannya marah, mereka malah tertawa terbahak-bahak.

Ryan keluar hendak mengambil sendalnya namun Anan sudah lebih dulu kabur ke kamar.

"Sini gak lo, hadapin gua jangan cemen jir!"

"Sudah-sudah, kamu tetap yang terbaik di hati emak dan abah."

Amarah Ryan jadi reda, ia tidak jadi melemparkan sendal ke wajah Anan. Lagian Anan juga sudah bersembunyi di kamarnya.

Bidadari Rasa Setan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang