BRS - Bagian 44

81 25 0
                                    

Naya menikmati sarapannya dengan tenang. Ia mencoba membiasakan diri makan di meja makan.

"Mau nambah roti, non?"

Naya menggeleng pelan.

Ting tong

"Sebentar ya bibi bukain dulu."

Bi Indri beranjak dari kursi makan dan membuka pintu rumah.

"Tolong bantu rapikan semua peralatan Naya ya, bi. Hari Senin kami akan pindah ke luar negeri."

"Bagaimana dengan saya, tuan?"

"Untuk sementara waktu bibi saya berhentikan. Nanti gaji terakhir saya gandakan."

Argantara langsung masuk ke dalam rumah dan menaiki anak buah tangga dengan cepat.

Naya melihat raut wajah sedih dari Bi Indri.

"Bibi kenapa?"

"Non... Apa benar non mau ke luar negeri? Bibi ke mana lagi kalau bukan di sini, non?"

Naya langsung memeluk Bi Indri. "Maafin Naya ya bi, Naya gak bisa nolak ajakan papa. Bibi pulang kampung aja, keluarga bibi pasti udah pada nungguin kedatangan bibi dari lama."

"Bibi bakalan kangen banget sama non."

"Naya juga, bi."

"Baik-baik disana ya, non. Bibi bakal ingat non terus di sini."

Naya mengangguk, setelahnya ia masuk ke dalam kamar dan memikirkan keberangkatannya hari senin tersebut.

Naya terduduk di depan cermin, termenung cukup lama bahkan tidak berkedip beberapa saat.

Sampai ada yang mengetuk pintu kamar, Naya baru sadar dari lamunannya.

Tok tok tok

"Non Naya."

"Masuk aja, bi."

Ceklek

"Non disuruh temuin tuan di ruangan kerjanya."

Bi Indri langsung keluar dari kamar Naya.

Naya menghela napas panjang, kira-kira apalagi yang akan papanya minta darinya.

Argantara meletakkan raport ke atas meja.

"Sejauh ini kamu masih bertahan, tingkatkan itu."

Naya mengambil raportnya di atas meja.

"Papa sudah mengurus passport kamu dan akan berangkat hari Senin pagi."

Naya berdehem pelan dan langsung pergi dari ruangan kerja Argantara.

Sampai di kamar, Naya menghempas kuat tubuhnya ke atas kasur dan menatap langit-langit kamar dengan sendu juga gelisah.

Tiba-tiba darah mengalir deras dari lubang hidungnya.

Naya masih belum menyadari hal itu, ia masih terdiam di atas kasur dan memejamkan mata perlahan. Tapi saat aliran darah turun ke pipi, Naya langsung menyadarinya.

Naya segera mendekat ke laci nakas dan mengambil tissue di sana.

"Ahh... kok bisa mimisan sih?"

Naya terus mendongakkan kepalanya ke atas sambil menutup hidungnya menggunakan tissue.

Rumah Sakit

"Congrats, Ci."

"Makasih, Nan."

"Gua diperingkat berapa?"

"Lima dari akhir." Jawab Ryan yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

"Nih, kopi buat nenangin diri." Ryan memberikan secangkir kopi ke Anan dan satunya lagi untuk Cici.

Bidadari Rasa Setan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang