Naya keluar dari ruangan uks dan mencari keberadaan tasnya.
Tangannya tiba-tiba dingin dan mengeluarkan banyak keringat.
Naya mengambil satu pil dari botol obat dan meneguknya bersamaan dengan air yang ia bawa dari rumah.
Setelah dirasa sudah mendingan dan tidak gemetaran, ia langsung keluar dari gedung sekolah mencari taxi yang lewat.
"Pak, taxi...!"
Taxi yang Naya panggil berhenti di tepi jalan sekolah.
"Ke aula pusat kota ya, pak."
"Baik."
Mobil sudah berjalan, Naya merasa masih tidak yakin dengan keputusannya ini.
Naya melirik ke arah belakang sebentar, lalu dirinya merasa kepanasan hingga dasi yang terpasang rapi di kerah bajunya langsung ia longgarkan.
"Gimana? Udah diangkat?" - Cici
Santy menggeleng, "Nih anak biasanya gak kayak gini."
"Coba lagi deh San." - Rara
"Oke, gua coba lagi."
"Gimana?"
Santy kembali menggeleng.
Selvi mendekati Cici yang tengah duduk di kursi penunggu. "Tenang, Ci."
Ceklek
Seorang wanita masuk ke dalam ruangan tunggu.
"Silahkan bersiap-siap, sebentar lagi giliran kalian."
"Baik, kak." - Selvi
Cici beranjak dari duduknya dan mendekati Santy juga Rara.
"Udah, gapapa. Kita berempat masih bisa atur pola lantainya dan kosongkan tempat punya Dina."
"Tapi bukannya minimal lima orang ya, Ci?" - Rara
"Mau gimana lagi, kita gak bisa berbuat apa-apa."
"Biasanya sedetik pun tangannya gak terlepas dari hape."
"Gapapa San, ayo kita siap-siap."
Cici, Santy, Rara, dan Selvi sudah masuk ke dalam aula perlombaan.
"Kenapa cuma berempat?" - Presenter
"Satu orang lagi belum datang, kak." - Cici
"Kalian tahu 'kan perjanjiannya minimal ada lima orang, kalau gini kalian bisa didiskualifikasi."
Cici melangkah maju mendekati juri dan berbicara sesuatu.
"Makasih, pak."
Naya langsung masuk ke dalam aula dan berlari sesekali menatap ke arah jarum jam tangannya.
"One, two, three... Let's go!"
Musik sudah dibunyikan, Cici maju ke depan untuk memulai gerakan awal diikuti ketiganya di belakang.
Cici mengarahkan tangannya ke kanan yang seharusnya ia bersama Dina berpasangan, namun uluran tangannya itu dibalas oleh Naya yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya.
"Naya?" - Cici
Naya mengangguk singkat dan mengikuti gerakan Cici dengan sangat baik.
Ting
Angga dan Gibran menatap spontan ke arah Bu Linda.
"Sebentar ibu cek dulu."
Bu Linda merogoh isi dalam tas untuk mengambil ponselnya dan langsung mengecek pesan yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Rasa Setan (End)
Teen Fiction𝐆𝐞𝐧𝐫𝐞 : fiksi remaja | humor °°°°° "Lo ngapain ke sini?" "Mau ketemu papa. Papa udah pulang, bi?" "Papa siapa yang den maksud?" "Papanya Naya lah bi, siapa lagi. Gak mungkin papanya tetangga sebelah." Naya langsung menarik Anan keluar dari ruma...