Kring
Seisi kelas langsung bergegas pulang. Namun tidak dengan Anan yang saat ini tengah membagi-bagikan nilai hasil ulangan biologi ke setiap meja.
Sampai di sebelah mejanya Naya, Anan sudah tidak membagikan lagi kertas hasil ulangan tersebut.
"Punya gua mana?"
Anan mengacuhkan Naya dan langsung membereskan semua buku-bukunya.
"Ada yang lihat kertas jawaban gua, gak?"
Seisi kelas hanya diam, mereka malah jarang mendengar Naya bersosialisasi dengan mereka semua.
"Tumben ngomong?" Dina langsung berlenggang pergi dari kelas.
"Gak ada Nay, mungkin terselip sama kertas yang lain." Sahut Cici.
"Ada yang terbawa kertas ulangan Naya, ga?" Tanya Cici ke seisi kelas.
Beberapa dari mereka menggeleng.
"Ga ada, Ci."
"Ga ada."
Mereka langsung memeriksa kertas mereka dan menyahuti ucapan Cici barusan.
Naya pasrah, ia langsung membereskan buku-bukunya dan keluar dari kelas bersamaan dengan Anan.
"Mau pulang bareng gua?" Ujar Anan.
Naya tampak cemas, ia coba masuk ke kelas sebentar lalu kembali keluar.
"Kenapa Nay?" Tanya Gibran yang baru saja datang.
"Kertas jawaban UH gua hilang..."
"Kejadiannya seperti apa?"
"Gua gak tahu, tapi tadi yang bagiin gak ngasih ke meja gua. Gua juga udah nanya ke teman yang lain tapi memang ga ada."
"Ya udah lo tenang dulu, mungkin terselip di kertas teman lo."
"Udah ditanyain, tetap sama."
Gibran merangkul bahu Naya. "Lo tenangin diri dulu, gua antar lo pulang."
Naya mengangguk.
Setelah mereka pergi, Anan langsung menutup mulutnya. Ia sempat melongo melihat drama yang ada di hadapannya barusan.
"Gua duluan yang ngajakin Naya pulang tapi kenapa keduluan sama tuh anak?"
Anan mengacak-acak rambutnya prustasi, sangat sulit menaklukkan hati seorang biduan. Eh, maksudnya bidadari.
Argantara sudah dari tadi berada di depan pintu sambil melipat kedua tangannya menunggu anak semata wayangnya pulang.
Naya sangat cemas jika Argantara tahu jawaban biologinya hilang. Karena setiap jadwal dan aktivitas Naya selalu diawasi oleh sang papa.
"Dari mana saja kamu baru pulang?"
Naya melirik jam tangannya sebentar. "Naya gak telat, pa."
"Kamu telat lima belas menit."
Naya melirik kembali jam tangannya dan benar saja, ia sempat singgah membeli minuman di supermarket seberang depan perumahan. Untung ia meminta Gibran memberhentikannya di sana, jika sampai di depan rumah mungkin saja Gibran sudah diintrogasi oleh Argantara.
"Pulang naik taxi, 'kan?"
Naya mengangguk kikuk. Ia terpaksa berbohong demi menghindari komunikasi panjang dengan Argantara.
"Ya sudah masuk ke kamar segera, lusa kamu ada ulangan fisika, jangan sampai mengecewakan papa."
"Iya, pa." Naya langsung masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Rasa Setan (End)
Roman pour Adolescents𝐆𝐞𝐧𝐫𝐞 : fiksi remaja | humor °°°°° "Lo ngapain ke sini?" "Mau ketemu papa. Papa udah pulang, bi?" "Papa siapa yang den maksud?" "Papanya Naya lah bi, siapa lagi. Gak mungkin papanya tetangga sebelah." Naya langsung menarik Anan keluar dari ruma...