BRS - Bagian 42

62 25 0
                                    

"Semua orang perlu merasakan gagal untuk bangkit dan perlu maju dengan dorongan bukan paksaan."

- Naya -
Bidadari Rasa Setan

Pagi-pagi sekali, Naya sudah bangun dan bersiap-siap.

Bi Indri membawakan sarapan ke dalam kamar.

"Pagi-pagi begini non Naya mau ke mana?"

"Naya mau keluar sebentar, bi."

Naya langsung menyandang tas selempangnya.

"Non, ini sarapannya gak dimakan?"

"Makasih, bi."

Naya hanya meneguk sebentar air mineral, lalu keluar kamar dengan tergesa-gesa.

Ting

Gibran
Lima belas menit lagi gua
berangkat. Lo di mana?

Read

Naya langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang.

"Pak, bisa lebih cepetan?"

Mobil taxi melaju cepat hingga sampai di depan bandara kota.

Naya buru-buru keluar dari mobil dan berlari menuju tempat penungguan bandara.

Gibran

Gua udah di sini.

Bahu Naya dipegang oleh seseorang dari arah belakang, membuatnya sedikit terperanjat kaget.

"Nay?"

Naya bernapas lega, "Lo udah mau pergi?"

Gibran berdehem pelan, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Ini gua beli saat perjalanan mau ke sini."

Gibran menyelipkan jepit rambut berwarna merah muda ke rambut Naya.

"Gua pamit, maaf untuk semuanya."

Naya hanya diam tidak menjawab.

Setelah Gibran pergi, Naya langsung keluar dari bandara dengan langkah yang cepat.

Naya mengambil jepit rambut yang terselip di rambutnya tadi dan membuangnya ke tong sampah.

"Beres, kenangan antara kita sudah berakhir!"

Naya langsung mencari taxi yang lewat dan bergegas menuju kantor polisi.

Dari pagi hingga menjelang sore, tidak ada seorangpun yang berkunjung ke rumah sakit.

Anan sampai galau dibuatnya, bahkan makanan yang ada di hadapannya kini sangat tidak mengenakkan dilihat.

Ceklek

"Naya?"

Dina meletakkan buah di pangkuan Anan, sedikit mengenai bagian perutnya.

"Aw... woi nyet, ini apaan?"

Anan langsung meletakkan plastik tersebut ke atas nakas.

Bidadari Rasa Setan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang