BRS - Bagian 43

66 25 0
                                    

"Hidup ini gak harus selalu dibawa serius. Terkadang ada saatnya kita capek dengan apa yang terjadi dan memilih untuk melepasnya dengan tawa canda."

- Anan -
Bidadari Rasa Setan

"Hust, hust, Nay ini gua Anan."

Tok tok tok

"Nay, buruan keluar. Gua udah ada di sini."

Naya terduduk di tepi kasur sambil memegangi kepalanya yang terasa sedikit sakit.

Tok tok tok

Tok tok tok

Naya beranjak mendekati jendela dan membukanya.

"Anan? Lo ngapain di sini?"

"Lo baik-baik aja 'kan?" Anan malah balik bertanya.

"Sebentar."

Naya menutup jendela kamar dan segera keluar menghampiri Anan di luar rumah.

"Lo ke sini naik apa?"

Anan memperhatikan wajah Naya sangat serius. Saking seriusnya, matanya tidak berkedip sedari tadi.

"Nan? Lo dengar gua, gak?"

"Hah, dengar kok. Itu mata lo kenapa sembab?"

Lagi, lagi, Anan balik bertanya.

"Lo naik apa ke sini? Luka lo 'kan belum sembuh total, kalau cedera lagi gimana?"

"Santai aja. Gua 'kan anak yang kuat."

"Kita ngobrol di sana aja."

Naya membawa Anan menuju taman belakang rumah dan kebetulan di sana ada satu kursi yang cukup diduduki oleh dua orang.

"Tadi lo yang nelpon gua?"

"Iya, gak mungkin bapak gua. Bercanda..." Anan memberikan jari bertanda 'peace' ke hadapan Naya.

"Gua serius Nan, jangan selalu dibawa bercanda."

"Hidup ini gak harus selalu dibawa serius Nay. Terkadang ada saatnya kita capek dengan apa yang terjadi dan memilih untuk melepasnya dengan tawa canda."

Naya mengangguk pelan, "Lo ada benarnya juga."

Anan mengeluarkan kotak kecil dari saku jaketnya. "Gua mau..."

"Tadi lo ke sini naik apa?"

"Taxi, kalau jalan kaki bisa-bisa nyampenya sampai pagi."

Naya terkekeh pelan.

"Gua serius, Nay."

"Tadi katanya hidup gak harus selalu dibawa serius."

"Kayaknya gua selalu salah kalau udah mulai debat sama bidadari kayak lo."

"Apa?"

"Gak ada, lo coba hitung bintang yang ada di atas sana."

Selagi Naya melihat bintang, Anan menarik napas dan mengeluarkannya secara berulang-ulang. "Gua mau..."

"Diantara air dan api, lo milih apa?"

Anan menahan ucapannya dan berfikir sejenak. "Gua milih api."

"Kenapa?"

"Api melambangkan keberanian, sesuai dengan apa yang gua lakukan, gua udah cukup berani melangkah ke depan."

"Kalau air?"

"Air selalu tenang, menyendiri, dan mengikuti proses yang sudah dibuat. Tapi sekali berekspresi, air bisa mengguncangkan seluruh bumi. Begitulah cara air meluapkan emosi yang selama ini ia pendam."

Bidadari Rasa Setan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang