"Jangan menyia-nyiakan waktu selagi kamu mampu."
- Argantara -
Bidadari Rasa Setan"Woi nyet, kenapa lo?" Tanya Anan.
Ryan menggeleng pelan.
Anan mengambil buku yang ada di atas meja Ryan dan mengibaskan ke lehernya. "Panas banget hari ini."
"Balik kelas gih, gua mau sendirian."
"Kenapa dengan kalung itu?"
"Gua mau sendiri. Lo pergi deh sekarang, sebelum gua naik darah."
"Santai kali nyet, ini juga gua mau pergi."
Anan melempar kuat buku tulis Ryan ke atas meja. "Kalau ada masalah tuh cerita, bukan lari dari beban. Paham lo?"
Ryan ancang-ancang ingin melempar buku cetak ke arah Anan. "Pergi atau gua...?"
"Beban banget gua lihat wajah sedih lo."
Plak
Ryan sudah melempar buku cetak ke meja di depannya, namun tidak mengenai badan Anan.
Anan keluar dari kelas Ryan sambil menggerutu pelan. "Gini nih, kalau punya teman gak pernah sadar diri. Kurang baik apa gua, disuruh cerita malah ngamuk gak jelas. Bikin kegantengan gua pudar aja."
Anan berjalan sambil menghentakkan kakinya sedikit kesal.
Setelah selesai dari toilet, Naya berjalan santai menuju kelas. Ia melirik sekilas ke arah lapangan, ada kelas lain yang bermain bola kaki di area lapangan.
Tali sepatu Naya lepas, ia berhenti sejenak untuk mengikat tali sepatunya.
"Opor sini woi."
Bola tersebut ditendang kuat oleh salah satu siswa yang bermain bola, sampai-sampai bola itu tertendang jauh ke arah Naya berada.
"Awas Nay....!!" Anan langsung berlari menghampiri Naya.
Bruk.
Bola tersebut mengenai punggung Gibran. "Lo gapapa 'kan?"
Napas Naya jadi tidak terkontrol dengan baik. Tidak ada jarak diantara mereka, bahkan saat ini kepala Naya berada di dada bidang Gibran.
"Lain kali hati-hati woi." Gibran mengembalikan bola tersebut ke mereka yang ada di lapangan.
"Ada yang sakit?"
Naya menggeleng pelan, "Thanks, Gib."
"Gua antar lo ke kelas."
Mata Naya terpusat ke arah pipi Gibran yang lembam.
"Itu pipi lo kenapa?"
"Oh, ini cuma gatal-gatal biasa."
Naya mendekatkan wajahnya ke wajah Gibran. "Coba biar gua lihat."
Gibran menyembunyikan lukanya menggunakan tangan. "Cuma gatal-gatal biasa."
"Mana ada gatal sampai kebiru-biruan gitu."
"Ada, ini buktinya."
Naya menggeleng cepat, "Ini jelas-jelas luka tonjokan. Lo habis ditonjok siapa?"
Gibran melihat Anan yang kini berada tak jauh dari hadapan mereka.
"Gua obatin dulu luka lo." Naya langsung menggenggam tangan Gibran dan membawanya ke uks.
Anan sangat panas melihat kejadian yang ada di depannya itu. Ia semakin menghentak-hentakkan kakinya begitu kesal.
"Ah, sial!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Rasa Setan (End)
Teen Fiction𝐆𝐞𝐧𝐫𝐞 : fiksi remaja | humor °°°°° "Lo ngapain ke sini?" "Mau ketemu papa. Papa udah pulang, bi?" "Papa siapa yang den maksud?" "Papanya Naya lah bi, siapa lagi. Gak mungkin papanya tetangga sebelah." Naya langsung menarik Anan keluar dari ruma...