BRS - Bagian 45

117 27 0
                                    

Banyak persiapan yang harus dilakukan pada Minggu sore.

Naya masih membereskan semua peralatannya. Kali ini tidak dibantu oleh siapa-siapa karena Bi Indri sudah pergi pulang kampung dari pagi tadi.

Seketika Naya teringat akan sesuatu. Ia langsung mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu lalu mengirimnya ke room chat Cici.

Setelah selesai membereskan alat rias, Naya terduduk sejenak di kursi belajar.

Tatapannya tertuju ke kotak yang ada di atas lemari. Kotak yang ingin ia berikan saat ulang tahun Argantara, tapi tidak berjalan baik saat itu.

"Perjanjian yang lo lakukan dengan Gibran membuat perasaan Anan bisa terluka, lo paham itu gak?"

Seketika ucapan Ryan kemarin terlintas di pikiran Naya. Ia langsung meletakkan kotak tersebut ke atas meja belajar dan menangkup wajahnya menggunakan kedua tangan.

"Arghhh..." Naya mengacak-acak rambutnya begitu prustasi.

Saat ini kepalanya terasa sangat pusing dan banyak hal yang terlintas di pikirannya.

"Lo hanya menyusahkan sahabat gua."

Naya mengusap wajahnya dan matanya mulai berkaca-kaca.

"Apa lo sadar selama ini Anan berjuang untuk bisa dekat sama lo? Mulai dari surat yang hampir seminggu sekali dia kirim ke rumah lo. Dia selalu mikirin lo tapi lo sendiri?"

Naya menyeka air matanya pelan dan membuka laci meja belajarnya. Terdapat banyak surat kecil yang dikirim ke rumahnya waktu itu.

Naya tertawa kecil sambil menitikkan air mata. "Ternyata semua surat ini dari lo, Nan. Hahaa hikss... hikss..."

Naya mengiringi tawanya dengan tangisan. Antara tidak menyangka akan perjuangan Anan atau menyesal dengan perbuatan dinginnya selama ini ke Anan.

"Orang kayak lo gak pantes bersanding di dekat Anan!"

Naya berhenti tertawa, namun air matanya kembali mengalir.

"Ucapan mereka ada benarnya juga, selama ini Anan berjuang untuk dekat sama gua, tapi gua malah mengabaikan dia gitu aja. Hikss... Hikss... Hikss..."

Naya tidak bisa mengontrol dirinya dan langsung beranjak menuju tepi kasur.

Badannya tiba-tiba bergetar. Ia langsung meminum semua obatnya dan meneguk habis segelas air yang ada di atas nakas.

"Naya."

Naya tersentak kaget, Argantara memanggilnya dari ruangan tengah. Ia segera keluar kamar namun baru hendak membuka pintu kamar tubuhnya terjatuh hingga menimbulkan bunyi yang keras dari luar.

Brukkk

"Naya? Apa kamu sudah siap beres-beres?" Argantara membuka pintu kamar dan betapa terkejutnya ia melihat sang anak terjatuh lemah di lantai.

Argantara segera memanggil dokter keluarga.

Lima belas menit kemudian...

"Saya akan mengatakannya langsung kepada bapak."

"Silahkan, dok."

"Mungkin tidak di sini."

Argantara dan dk. Zidan sudah berdiri di luar pintu kamar.

"Bagaimana keadaan anak saya, dok?"

Dk. Zidan menghela napas pelan.

"Ini sudah terlalu lama untuk saya menyembunyikan semuanya ke bapak. Tapi, hari ini saatnya bapak mengetahui apa yang terjadi kepada Naya."

Bidadari Rasa Setan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang