BRS - Bagian 3

200 42 0
                                    

"Gua punya pantun nih." - Ryan

"Cakep." - Anan

"Belum bego."

"Buruan, gua mau tidur."

"Serasa rumah sendiri ya lo."

"Iyalah, 'kan gua udah nyewa."

"Kapan? Lo aja belum ada ngasih uang ke gua."

"Uangnya udah gua kasih ke emak lo."

"Astaga, kenapa ke emak gua sih. Kan lo nginapnya di kamar gua."

"Tapi kamar lo berada di tanah rumah milik mak lo, 'kan?"

"Bangsat!"

"Jangan ngegas, besok gua traktir lo kerupuk."

"Terserah lo dah. Gua punya pantun, dengarin. Apa persamaan lo sama kecoa?"

"Cakep."

"Ini perbedaan bodoh!"

"Lah kata lo tadi mau ngepantun."

"Ya itu lah pokoknya."

"Lo main tebak-tebakan dengan orang yang salah bro." Anan merapikan rambutnya merasa ganteng.

"Apa tadi soalnya?"

"Apa persamaan lo sama kecoa." Ulang Ryan.

"Sama-sama membuat orang yang ditempati nyaman."

"Nyaman pala Pak Jaya botak!"

"Bapak gua berambut, nyet!"

"Kirain udah beruban."

Anan melayangkan bantal ke arah Ryan yang lagi rebahan di sofa panjang.

"Gua juga punya pantun untuk lo." Anan tersenyum picik.

"Apa?"

"Dengarin baik-baik, apa perbedaan lo sama setan."

"Gua manusia kalau setan ya setan."

"Salah."

"Terus bedanya apa?"

"Ya gak ada bedanya lah, 'kan tingkah lo sebelas dua belas sama setan."

"Anjir bapak lo duda!" Ryan membalas melempar Anan dengan bantal yang begitu besar sehingga Anan terjatuh ke lantai.

"Eh Nan, gua sengaja maaf ya. Mau lagi gak?" Ryan langsung beranjak dari rebahannya.


"Sakit, nyet!" Anan langsung duduk di lantai sambil memegangi kepalanya yang kebentur lantai.


"Untung lantai gua gapapa."

"Teman bangsat!" Anan langsung berdiri untuk membalaskan dendamnya kepada Ryan.

Bidadari Rasa Setan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang