7. TENTANG CITRA
Laura memegang kepalanya yang begitu pusing, tak lama kemudian, gadis itu membuka matanya perlahan.
"Sshhh," Laura mendudukkan dirinya. Ia manatap bingung melihat sekitar. Perhatiannya teralih pada seorang laki-laki yang duduk di sofa sedang tertidur pulas.
Laura menyunggingkan senyum, cewek itu mengambil ponsel di saku kemudian memotret wajah tampan milik Elgar sebanyak mungkin. Entahlah, mungkin gadis itu akan memajang semua gambar Elgar di seluruh penjuru rumahnya.
Cekrek.
"Uluululu, gantengnya calon imam ku ini," gumamnya ngawur seraya memandangi foto yang barusan ia ambil.
Laura kembali menaruh ponselnya, kaki kecil itu dengan perlahan menghampiri Elgar. Laura menunduk, melihat wajah Elgar lebih dekat dan menelisik dengan seksama.
Elgar memiliki wajah yang kecil dan begitu putih, jika saja laki-laki ini adalah seorang perempuan, maka ia akan sangat cantik. Elgar ini tampan, ditambah lagi dengan tubuhnya yang begitu tinggi. Laura saja hanya sedada cowok itu, bayangkan saja setinggi apa dia. Dianugerahi muka bule yang sepertinya keturunan dari papanya, membuat satu sekolah gampang sekali mengenali wajah Elgar.
Tapi sayang, Elgar ini jarang sekali ada di tempat ramai, bahkan di sekolah pun, cowok itu hampir tidak memiliki teman, hanya teman sebangkunya yang pendiam dan penakut.
Perhatian Laura teralih ke bibir Elgar yang pink, sepertinya Elgar tidak merokok. Bibirnya begitu cantik dan begitu menggoda.
Laura menggelengkan kepalanya beberapa kali. Argh, mikir apaan dia.
Masih dengan menunduk memandangi wajah Elgar, Laura menyampirkan anak rambutnya kebelakang telinga.
Laura cemberut, "Lo kenapa sih, Gar, galak banget sama gue? Lo tuh gak tau sebaik apa hati gue, harusnya lo bersyukur di taksir sama cewek sexy, semok, nan bohay macem gue, apalagi gue famous," ujar Laura yang ujung-ujungnya membanggakan diri sendiri.
"Berisik!"
"Eh," Laura refleks memundurkan mukanya melihat Elgar tiba-tiba bersuara. Perasaan tadi dia tidur.
Elgar membuka matanya, kemudian berdiri. "Lo udah baikan, kan? Gue pulang sekarang," katanya dengan cepat membuat Laura menahan Elgar.
"Di sini aja lah, Gar, temenin gue," pinta Laura dengan memahon, menyatukan kedua telapak tangannya.
Elgar tak bergeming, ia masih tetap ditempatnya. Laura menggaruk kepalanya, merasakan awkward banget di sekeliling Elgar.
"Udah lah, Gar, temenin gue dulu di sini, nyokap lo juga enggak ada di rumah," ujar Laura yang baru saja melihat tante Sarah mengendarai mobilnya pergi meninggalkan halaman rumah wanita itu.
Elgar berjalan menuju depan, memastikan apa yang dikatakan Laura. Ternyata benar, mamanya pergi.
Karena tak tega dan masih merasa bersalah, akhirnya Elgar memutuskan untuk tetap di sini bersama Laura.
"Tuh, kan bener, lo sih yang gak percayaan sama gue." Laura berujar dengan sinis. Cewek itu mengecek jam di dinding lalu melebarkan matanya kaget. "Lo gak balik ke sekolah, Gar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FORTE [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Di mata orang, Laura emang terlihat sempurna. Dia cantik, putih, langsing, kaya raya, dan punya segalanya, sehingga dijuluki Queen di sekolah. Namun siapa yang tau? Laura hanya gadis yatim yang tengah memperjuangkan penyakit...