32 - Putus?

531 37 9
                                    

32. PUTUS?

"Bi, sepatu aku di mana, ya?" Laura sibuk mencari sepatu sekolahnya yang hilang entah ke mana. Gadis itu juga sudah mengecek ke seluruh bagian dari rumah ini, mulai dari sudut hingga kolong-kolong.

"Bibi bantu cari ya, mbak." Bi Galuh juga membantu Laura untuk mencari sepatunya yang hilang. Wanita itu juga mengecek bagian sela-sela yang terlewat. Mata bi Galuh berhasil berbinar seketika ketika menemui sepatu tersebut kini terletak di atas lemari pakaian Laura.

"Loh, kok iso toh," heran bi Galuh dengan aksen Jawanya. Dengan cepat, bi Galuh mengambil sebuah kursi dan memanjatnya agar tangannya sampai ke atas lemari.

"Bibi dapet sepatunya, mbak Laura," ujar bi Galuh lumayan keras.

Laura yang mendengar ucapan bibi pun segera menemuinya.

"Wah, di mana nih bibi nemuinnya?"

Bi Galuh menatap ke atas kemudian menujuk atas lemari. "Bibi dapet di situ, terus bibi heran, kok bisa di situ loh."

Sejujurnya Laura juga tidak tau kenapa sepatu ini bisa melayang sampai ke atas lemari. Namun tidak banyak waktu memikirkan hal bodoh ini, Laura lebih memilih bergegas untuk berangkat sekolah.

"Sudah ketemu sepatunya, sayang?" tanya Kinanti lembut ketika Laura yang hampir saja tidak melihatnya di ruang tamu.

Langkah Laura terhenti, lalu mengangguk. "Laura gak liat ada mama di situ. Tumben belum pergi," herannya.

Kinanti berdiri dari duduknya kemudian menghampiri anaknya itu.

"Mamah cuma mau ngingetin, jangan sampe lupa minum obatnya, dan besok jadwalnya kamu check up sama dokter Dave. Jangan sampe lupa ya, nak."

Jika saja Kinanti tidak memberitahu nya sekarang, Laura pasti lupa jika ia harus ke rumah sakit besok. Ah, Laura bosan, rumah sakit seperti rumah kedua baginya.

"Iya, mah, Laura inget kok. Ya udah, Laura pamit sekolah dulu ya, ma. Dadahhh.." pamit Laura seraya mencium tangan Kinanti, lalu gadis itu melenggang pergi dari sana.

"Elgar bareng yokk," sapa Laura dengan riang. Gadis itu berlari menemui Elgar yang sudah berdiri di depan rumahnya, serta motornya juga ada di sebelah cowokk itu.

"Mobil lo ada tuh, ngapain nebeng?"

"Aelah, ya gue mau romantis-romantisan lah sama lo, ini kan juga udah kewajiban lo sebagai seorang calon suami dari Laura untuk menghantar jemputkan calon istrinya agar tidak lelah," katanya dengan ngawur.

"Gue bukan tukang ojek lo."

"Lah emang bukan, yang bilang lo tukang ojek siapa? Lo bukan mamang ojek, tapi lo itu masa depan gue, Gar."

Elgar menatap Laura sinis, lalu laki-laki itu menoyor kepala Laura tidak terlalu keras. "Jangan berlebihan. Ntar sakit lagi."

"Perhatian banget sama gue, Gar. Ya udah, ayo berangkat nanti telat."

Elgar mengangguk, cowok itu baru saja memberikan helmnya pada Laura, namun suara Sarah yang menghampiri mereka seketika membuat aktivitas keduanya terhenti.

"Elgar." Sarah menghampiri Elgar dengan tergesa-gesa serta di tangannya juga sudah ada bungkusan berisi bolu.

"Nih, kamu jemput Citra, sekalian kasih bolu yang mama bikin barusan sebagai ucapan terimakasih kemarin untuk kuenya," kata Sarah dengan antusias, tangannya memberikan bungkusan bolu itu kepada Elgar.

"Cepet kamu jemput dia, nanti telat lagi."

"Ah, tapi tante, Elgar bareng aku sekolahnya. Biasanya juga gitu, kan?" heran Laura berusaha menahan Sarah yang mendesak Elgar.

FORTE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang