20. PUKULAN KERAS
Citra duduk di depan meja belajarnya, gadis itu melamun dengan tangan yang ia gunakan untuk menyangga dagu.
Pikirannya melayang memikirkan Elgar dan juga Laura yang kunjung belum ada kabar. Citra sebenarnya ingin ke sana, namun mengingat Laura membencinya, justru itu akan membuat suasana semakin runyam.
Citra menghela napas lelah, gadis itu sedih, di hatinya selalu bertanya-tanya, kenapa Laura sangat membencinya.
Citra tidak habis pikir, padahal ia jarang sekali berbuat ulah, bahkan tidak pernah sama sekali. Sebelumnya, Citra adalah siswi kebanggaan guru yang selalu meraih prestasi-prestasi yang membanggakan, dan selalu fokus dengan belajarnya.
Namun semenjak dirinya jatuh ke dalam kisah rumit Elgar dan Laura, Citra jadi jarang fokus belajar, otaknya selalu memikirkan dua orang itu.
Citra beranjak dari duduknya, ke dapur menemui nenek yang ternyata sedang membuat kue untuk dijual besok pagi.
Dengan segelas air putih di tangannya, Citra mendudukkan dirinya di kursi meja makan sambil melihat nenek yang asik bergulat dengan barang-barang masakan.
Citra ingin menangis sekarang, membayangkan hidupnya bukan seperti orang-orang yang serba berkecukupan. Bahkan untuk sekedar memperbaiki sepedanya yang rusak, Citra harus ekstra menabung. Kedua orangtuanya entah pergi kemana, tidak ada kabar selama 7 tahun ini. Hingga, Citra harus tinggal bersama nenek, berdua.
Belum lagi neneknya sudah tua, ia kasian melihat nenek yang seharusnya bersantai di masa tua namun justru banting tulang untuk menghidupi dirinya.
Ia merasa dunia begitu tak adil terhadap Citra. Ia juga ingin hidup seperti yang lain.
"Nek," panggil Citra.
Nenek langsung menoleh kala Citra memanggilnya. "Kenapa, nduk?"
"Kalo misalnya ada orang yang gak suka sama kita, kita harus ngapain nek?"
Nenek tersenyum simpul, seperti mengetahui maksud ucapan cucunya itu. Nenek mendekat, berjalan dengan bungkuk menghampiri Citra.
"Kamu ada masalah, nduk?"
Citra refleks menggeleng, tidak mau membuat neneknya khawatir. "Engga nek, tapi temen Citra ada yang kayak gitu. Kasian banget nek, dia dibenci gara-gara orang yang dia suka, malah suka sama temen Citra."
"Maksud kamu nak Elgar?"
"Ndak nek, gak ada hubungannya sama Elgar."
Nenek tau Citra berbohong, terlihat dari matanya yang tak berani menatap langsung mata nenek.
"Kalo menurut nenek, kita ndak bisa mengatur emosi seseorang. Kalau dia benci, mau apapun yang kita lakuin, akan selalu salah di mata orang yang membenci kita. Nenek ndak punya saran yang bagus, tapi kalau Citra minta nenek kasih masukan, lakuin semua hal yang Citra suka selagi itu hal baik. Kalau Citra membalas sama jahatnya dengan orang itu, toh apa bedanya kita sama dia?"
Ucapan nenek membuat hati Citra lebih tenang. Tempat curhat terbaik bagi Citra selain buku diarynya hanya nenek saja.
****
Ccittt..
Elgar baru saja tiba di rumah bersama motornya tengah malam seperti ini. Kinanti menyuruh dirinya pulang, sedangkan Alvan, cowok itu menemani Laura sendirian di rumah sakit. Awalnya Elgar ingin menolak, namun, besok pagi ada ulangan, dan dia tidak boleh sampai tertinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORTE [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Di mata orang, Laura emang terlihat sempurna. Dia cantik, putih, langsing, kaya raya, dan punya segalanya, sehingga dijuluki Queen di sekolah. Namun siapa yang tau? Laura hanya gadis yatim yang tengah memperjuangkan penyakit...