51. NYERAH
"Guys, gue mau ngomong sama Elgar bentar berdua, boleh?"
Monica dan Chelsea saling bersitatap lantas mengangguk. Kedua gadis itu keluar ruangan membiarkan Elgar dan Laura berdua.
Seusai keluarnya Chelsea dan Monica, mata Laura berkaca-kaca. Gadis itu meringis, berusaha menahan tangis, bibirnya bergetar dengan wajah yang pucat.
Elgar panik, cepat-cepat dia menghampiri Laura, bertanya dengan khawatir. "Ra? Kamu kenapa? Aku panggil dokter ya?"
Laura menggeleng lemah, bulir-bulir air mata mulai menjatuhi pipinya. "Rasanya sakit banget, Gar. Aku takut ngucapin janji itu di depan mereka. Nyatanya, sedari tadi aku cuma nahan sakit, aku enggak mau buat mereka semua sedih."
"Maaf aku harus nangis di depan kamu. Ada beberapa hal yang harus kita omongin berdua, khususnya hubungan kita." Tepat diakhir katanya, suara Laura mengecil.
"Aku ninggalin kamu di acara itu, bukan karena aku ngira kamu pulang duluan. Tapi karena aku nyesel, Gar." Laura terdiam sebentar, menarik napas panjang-panjang. "Ngeliat kamu yang belum bisa ngelupain Citra buat aku bener-bener marah sama diri aku sendiri. Aku baru sadar, ternyata aku sejahat itu sama kamu."
"Selama perjalanan pulang aku ngerenung, ternyata aku terlalu banyak menuntut kamu. Aku egois, aku jahat. Dan aku juga baru sadar, enggak mungkin ada cowok yang suka sama cewek jahat kayak aku, kan?" Laura tertawa. Tawa yang terdengar menyakitkan.
Elgar terdiam seribu bahasa. Cowok itu tidak menyangkal, juga tidak menyetujui omongan Laura.
"Maka dari itu, aku minta maaf sama kamu setelah selama ini. Maaf udah buat kamu enggak nyaman dengan kehadiran aku. Maaf udah ganggu kamu setiap hari. Maaf udah lancang maksa kamu untuk suka sama aku. Dan aku bakal ngucapin beribu maaf karena aku sudah nyakitin orang yang kamu cinta." Laura terisak dalam paparan kalimatnya. Bahu gadis itu bergetar.
"Aku enggak bakal nyerah kalo soal penyakit aku, Gar. Tapi kalo tentang kamu ..." Laura seperti enggan mengucapkan kalimatnya. Namun gadis itu tersenyum tipis, "Aku nyerah pertahanin kamu, Gar. Aku nyerah sama hubungan kita. Maaf udah buat kamu dalam posisi sulit kayak gini. Maaf, maaf, maaf."
Laura kian terisak setiap mengucapkan kalimatnya, kepalanya tertunduk dalam, hingga, kalimat yang sangat tidak ingin ia ucapkan justru keluar dari mulutnya.
"Gar, kita putus, ya?"
Elgar, laki-laki itu menyeka air matanya yang tumpah. Cowok itu langsung mendekap erat Laura dalam pelukannya. Dia terisak di sana, memeluk Laura kian erat.
"Terima kasih udah mau jadi pacar aku, walau akhirnya kita harus pisah. Aku harap kamu nemuin kebahagiaan kamu sendiri. Aku ikhlas, Gar. Kamu bebas sekarang. Aku enggak pernah benci kamu, jadi jangan pernah nyesel dengan apapun yang terjadi ya." Laura tersenyum, senyum yang demi apapun Elgar ingin melihatnya dalam waktu yang sangat lama.
"Aku sayang kamu." Laura memberikan kecupan singkat di pipi Elgar. Elgar membalas dengan beberapa kali ciuman di kening gadis itu.
Laura terkekeh kecil. "Untuk ke depannya, kamu harus perjuangin kebahagiaan kamu, ya!" Laura berseru semangat.
Elgar mengangguk cepat. "Aku harap kamu cepet sembuh. Aku enggak mau kehilangan kamu."
"Iya, Gar. Aku pasti sembuh! Kamu kenal Laura Aeleasha, kan?" Laura menaikkan sebelah alisnya.
Elgar tertawa kecil, mengangguk. "Kenal dong. Cewek paling kuat itu bukan, ya?"
"Yoi, tuh tau, hehe ..."
****
Chelsea mengerjap saat merasakan tubuhnya terasa berat. Cewek itu menggeliat, menunduk untuk melihat Monica yang tertidur di atas kakinya. Chelsea langsung menyentaknya membuat Monica kelabakan dan langsung terduduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORTE [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Di mata orang, Laura emang terlihat sempurna. Dia cantik, putih, langsing, kaya raya, dan punya segalanya, sehingga dijuluki Queen di sekolah. Namun siapa yang tau? Laura hanya gadis yatim yang tengah memperjuangkan penyakit...