Gue capek, biarin gue pergi.
🌻S E L A M A T M E M B A C A🌻
Keysha duduk di meja belajar kamar Rion, di depannya sudah ada buku catatan kesayangannya. Buku itu hampir mencapai lembar terakhir, mungkin lembaran yang masih kosong bisa dihitung dengan jari. Sang empu kamar pergi sejak sore tadi, Rion bilang dia menyusul ibunya ke gereja jadi Keysha biarkan dia pergi dan berakhir dia sendiri di rumah besar milik keluarga Rion.
Di luar gerimis melanda, sesekali petir menyambar membuat Keysha merapalkan beberapa doa yang dia hapal. Keysha memang bukan tipe anak manja yang berteriak kencang jika ada petir, tapi ia tak bisa mengelak jika ia sedang takut sekarang.
Keysha memilih menutup bukunya dan menyimpannya di lemari lalu menguncinya, lemari itu khusus untuk barang-barangnya. Kadang Keysha merasa beruntung bisa dipertemukan dengan keluarga Rion yang bisa menerimanya dengan senang hati di rumah ini. Dia terduduk di kasur king size milik Rion seraya memilin ujung selimut, jantungnya berdebar kencang saat mendengar gemuruh petir di luar sana.
Tok tok tok
Keysha bangkit dari duduknya dan berjalan tergesa menuju pintu kamar, begitu pintu terbuka Keysha langsung memeluk tubuh lelaki jangkung di depannya. "Takut?" tanya Rion sedangkan Keysha mengangguk dengan keadaan masih memeluk Rion.
"Katanya suka hujan, tapi kok takut ditinggal sendiri pas hujan?" ledek Rion dengan muka tengilnya.
Keysha memundurkan langkahnya dan menatap Rion tak suka, pelupuk matanya sudah tergenang menandakan dia akan menangis. "Gue suka hujan, tapi gue gak suka petir!" ketus Keysha.
Rion terkekeh pelan dan mengusap puncak kepala gadis mungil itu. Rion berjalan masuk ke kamarnya dan tangannya meraih sebuah gitar di pojok kamar. Dia mendaratkan tubuhnya di karpet bulu berwarna abu-abu, warna favorit Rion. Keysha berdiri tak jauh dari Rion, dia terisak kecil lalu berjalan menghampiri Rion.
Rion mulai memetik gitar di pangkuannya, kepala Keysha menyender di bahunya. Dia tersenyum menatap mata Keysha yang masih mengalirkan bulir bening, juga hidung mungilnya yang terlihat memerah.
"Saat kau takut, dan tersesat di mana pun itu, i'll find you."
Suara merdu Rion mulai menusuk indra pendengaran Keysha. Keysha memejamkan matanya dan mulai menikmati petikan gitar Rion walau air matanya masih mengalir, hanya saja tidak sederas tadi.
"Air matamu takkan terjatuh lihat diriku untukmu ...." Rion mengusap pipi kurus Keysha yang basah, netra Keysha masih tertutup rapat seakan menikmati usapan jari besar Rion pada pipinya.
"Kapanpun mimpi terasa jauh, oh ingatlah sesuatu, ku akan selalu jadi sayap pelindungmu ...."
Rion mendengar dengkuran halus di sampingnya, dia tersenyum tipis. Dugaannya tepat, Keysha tertidur. Rion meletakkan gitarnya di lantai lalu tangannya meraih kepala Keysha yang bersandar di bahunya. Rion menggendong Keysha dan meletakkan tubuh mungil itu di kasur king sizenya. Ia menarik selimut berwarna monokrom hingga leher Keysha, tangannya terulur mengusap surai panjang gadis yang tengah terlelap itu.
"Entah takdir sedang merencanakan apa, yang pasti gue bakal selalu jagain lo, sayang sama lo, lo adalah perempuan yang berhasil ngebuat gue mencintai perempuan lain selain mama." Rion mengecup kening Keysha dan berlalu meninggalkan kamarnya. Dia menuruni anak tangga, dilihatnya Batya sedang menonton acara televisi di ruang tengah, Rion menghampiri mamanya dan mendudukkan dirinya di samping mamanya.
"Keysha udah tidur?" tanya Batya dengan pandangan masih terfokus pada layar kaca di depannya.
Rion mengangguk dan berkata, "Iya, dia tidur karena denger suara Rion yang merdu membahana ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
LINIMASA (END)
SonstigesMakhluk bumi, waktu bersamamu memang singkat, tapi cukup melekat. Hingga kau berada di ujung hayat, aku menyalahkan waktu karena tidak mempertemukan kita sejak dulu. Bersamamu memang sendu tapi tanpamu lebih terasa membelenggu. Aku pernah bertaruh d...