Tuhan hanya mengizinkan kita bertukar cerita, bukan hidup bersama.
🌻S E L A M A T M E M B A C A🌻
Lelaki bernetra biru dan cokelat itu berjalan menuju motornya yang masih terparkir manis di gerbang TPU. Netra uniknya menangkap sebuah paper bag yang menggantung di kemudi motornya. Dia tak merasa membawa bahkan memiliki paper bag berwarna hitam itu. Dia pun mempercepat langkahnya dan meraih benda yang tak berempu di motornya.
Alfheradi mengernyitkan dahinya, di dalam paper bag hitam polos itu terdapat beberapa amplop hitam dengan tulisan tangan yang apik bertinta putih di sudut kanan. Amplop yang ia pegang bertuliskan nama seseorang yang Alfheradi kenal. Alfheradi mengedarkan pandangannya, berharap menemukan pemilik benda hitam di tangannya. Nihil, di TPU ini ia hanya seorang diri.
Alfheradi memutuskan kembali ke rumah sakit dan membawa benda hitam itu. Satu jam perjalanan Alfheradi tempuh dengan kepala penuh tanya mengenai benda yang kini dalam genggamannya. Al melirik pergelangan tangannya, sebentar lagi waktu operasi transplantasi ginjal Mira akan berlangsung.
"Tunggu, ini serius?" Alfheradi segera berlari memasuki rumah sakit begitu memastikan motornya terparkir dengan rapi.
Jantungnya berdetak abnormal, Alfheradi berlari sekuat tenaga namun dia merasa lorong rumah sakit ini lebih panjang dari kemarin. Dia meraih ponsel di sakunya di samping itu kakinya tak henti berlari menuju ruang operasi. Sialnya, nomor yang ia hubungi tidak aktif, hanya ada suara operator yang terdengar.
"Shit!"
Dia terus berlari, menabrak siapa pun yang menghalangi jalan dan pandangannya. Dia tak menggubris orang yang memakinya sekali pun itu tenaga medis, pikirannya hanya berfokus pada operasi, paper bag di tangannya terombang-ambing mengikuti laju gerak Alfheradi.
Mata heterokromianya melihat Rion dan Fawaz di depan sebuah ruangan, mata Alfheradi beralih menatap bagian atas pintu, seketika kakinya berhenti berlari, tubuhnya seakan tak bertulang, keringat dingin membanjiri pelipisnya. Dia gagal.
"Al," panggil Rion dan Fawaz.
Alfheradi bangkit dan melangkah cepat ke depan pintu ruang operasi dan mengetuknya dengan tergesa. "WOY BUKA!" erang Alfheradi.
Fawaz dan Rion menahan tubuh lelaki itu, mencoba menjauhkan lelaki itu dari ruang operasi yang ditakutkan akan mengganggu proses operasi Mira. "LO APA-APAAN SIH?" bentak Rion pada Alfheradi.
Fawaz terkesiap, jujur saja dia terkejut melihat Rion semarah ini, sebelumnya Rion marah pun tak pernah seperti ini. Wajah Rion memerah menatap Alfheradi yang juga tersulut emosi.
"OPERASI INI HARUSNYA GAK ADA!" tekan Alfheradi seraya telunjuknya terangkat ke depan wajah Rion.
"Santai dong, bro. Lo kalo benci sama Mira gak usah segitunya," sela Fawaz yang sedari tadi diam.
Alfheradi memundurkan langkahnya, dia mencoba menetralkan deru nafasnya. Matanya menatap paper bag yang sedari tadi ia jinjing. Paper bag hitam itu ia lempar ke wajah Rion dan dengan sigap Rion menangkapnya dengan raut wajah bingung. Fawaz mendekat dan meraih benda hitam tersebut lalu membukanya.
"Ini apa?" tanya Fawaz seraya membolak-balikkan beberapa amplop berwarna hitam.
"Gue yakin lo sekolah dan lo gak buta huruf," cecar Alfheradi.
Fawaz terus membolak-balikkan beberapa amplop itu sampai matanya menangkat sebuah kalimat yang ditulis dengan tinta berwarna putih. Dahinya berkerut menandakan ia tengah berpikir. Fawaz membaca satu per satu kalimat di amplop itu, di amplop terakhir dia menemukan namanya dan nama Arlin terpampang rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINIMASA (END)
AcakMakhluk bumi, waktu bersamamu memang singkat, tapi cukup melekat. Hingga kau berada di ujung hayat, aku menyalahkan waktu karena tidak mempertemukan kita sejak dulu. Bersamamu memang sendu tapi tanpamu lebih terasa membelenggu. Aku pernah bertaruh d...