Semuanya terlalu tiba-tiba, bahkan mungkin kesalahpahaman ini merupakan akhir dari segalanya.
🌻S E L A M A T M E M B A C A🌻
Ruang tengah yang biasanya hening kini ramai bak pasar, keenam remaja berbeda gender tengah asik menonton film horor. Fawaz yang usil sesekali menakuti Arlin yang duduk di sampingnya. Keysha pun turut serta di antara keributan mereka dengan kupluk yang masih setia bertengger di kepalanya, diapit oleh kedua lelaki yang selama ini terang-terangan mendekatinya.
Tangan Fawaz diam-diam merangkul bahu Arlin ketika hantu di film tersebut hampir muncul, semuanya hening hanya ada suara TV yang menggema. Sepersekian detik, Fawaz mencubit pipi Arlin dari belakang bertepatan dengan kemunculan hantu dalam film itu.
"SETAN!"
Teriakan itu menggema di ruang keluarga, mereka semua tertawa terbahak-bahak kecuali Alfheradi, dia hanya tersenyum tipis. Arlin memukuli Fawaz tanpa ampun, dia terlanjur kesal dengan makhluk menyebalkan itu. Rion berdiri dari duduknya, dia melihat ke arah Keysha. "Key, gue ambil minum di dapur, ya?"
Keysha menganggukkan kepalanya sebagai respon. "Ambil aja. Sekalian buat yang lain," titah Keysha.
Rion melangkahkan kakinya menuju dapur rumah Keysha, dia mengambil nampan dan beberapa gelas serta satu botol sirup. Tatapan Rion jatuh pada gunting yang tersusun rapi bersama sendok dan garpu, Rion meraihnya lalu menggunting bungkus camilan yang ia temukan di rak. Setelah selesai, Rion kembali ke ruang tengah di mana teman-temannya berkumpul.
"Heh! Kok bisa gunting di dapur Keysha gak bau bumbu mie instan?" celetuk Rion di hadapan teman-temannya.
Arlin memberikan tatapan mengintimidasi pada Rion, gadis yang sedari tadi menutupi wajahnya dengan kedua tangannya itu berujar, "Nyokap lo dulu ngidam apa sih? Kok anaknya sebego ini?"
"Yang penting ganteng."
Ucapan Rion berhasil mengundang sorak-sorai dari teman-temannya, Rizal dan Fawaz melemparinya dengan kulit kacang, lagi. Sedangkan Alfheradi masih tidak bergeming menatap layar TV di hadapannya, sama sekali tidak merasa terganggu oleh ulah Rion, Fawaz, dan Rizal. Mereka kembali larut dalam film horror yang masih ditayangkan, hingga tak terasa waktu sudah semakin sore.
"Pulang yuk," ajak Rizal dan dibalas anggukan oleh yang lainnya, mereka membersihkan sisa-sisa sampah yang berserakan akibat ulah mereka. Sementara itu, Keysha duduk anteng di sofa karena tak diizinkan membantu oleh Arlin.
"Al, kalau mau pulang duluan, pulang aja," tawar Keysha.
Netra cokelat Alfheradi melirik ke arah Keysha yang tengah duduk di sofa, alis tajam Alfheradi menukik, kemudian bergumam, "Lo ngusir gue?" Ia mencondongkan tubuh jangkungnya ke arah Keysha.
Keysha gelagapan melihat wajah Alfheradi sedekat ini, bahkan gadis itu bisa merasakan hembusan napas Alfheradi yang menerpa dahinya. "Bukan gitu, kalau lo mau pulang duluan gak apa-apa, biar mereka yang beresin," jelas Keysha yang masih berusaha santai.
Alfheradi menatap Keysha beberapa detik lalu menegakkan tubuhnya kembali, bungkus camilan kosong yang semula digenggamnya kini ia letakkan kembali di meja. Tak ada pamit tak ada sapa, Alfheradi melenggang santai menuju pintu utama. Teman-teman yang lain memandangnya cengo, tak terkecuali Keysha yang menghela napas panjang.
"Dia ngerti sopan santun gak sih?" kesal Fawaz.
"Barudak kota," imbuh Rion.
Keysha menengahi asumsi mereka terhadap Alfheradi, ia mengatakan bahwa mungkin saja Alfheradi masih belum bisa beradaptasi dengan mereka. Hingga akhirnya mereka semua melanjutkan kegiatan bersih-bersih mereka. Ralat, hanya Fawaz, Rizal, dan Rion, karena Arlin telah terbaring dengan wajah lelahnya di sofa panjang. Setelah semuanya selesai, mereka memutuskan untuk pamit pulang. Tak lupa juga mereka berpamitan pada Sarah. Wanita setengah baya yang tetap cantik dengan perut buncitnya itu memberi wejangan untuk berhati-hati di jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINIMASA (END)
RandomMakhluk bumi, waktu bersamamu memang singkat, tapi cukup melekat. Hingga kau berada di ujung hayat, aku menyalahkan waktu karena tidak mempertemukan kita sejak dulu. Bersamamu memang sendu tapi tanpamu lebih terasa membelenggu. Aku pernah bertaruh d...