38:: Meredup ✅

68 9 0
                                    

Tak pernah menyangka bahwa aku bisa menemukan Polaris dan Betelgeuse pada orang yang sama.

🌻S E L A M A T M E M B A C A🌻

Keysha menatap dua orang pria berbeda usia yang juga tengah menatapnya dengan pandangan sengit, dengan langkah berat Keysha semakin mendekati keduanya. Dada Keysha semakin sesak saat melihat tatapan benci dari Ayahnya, ditambah lagi kakaknya yang hanya menatap datar.

"Ayah," lirih Keysha.

Tak ada jawaban, hanya tatapan benci yang terpancar. Cukup lama Keysha menunggu Denis merespon, namun pria setengah baya dengan lengan kemeja yang digulung hingga siku itu nampak enggan membuka mulutnya hanya untuk sekadar membalas panggilan Keysha.

"Keysha gak dorong bunda," ungkap Keysha terbata.

Alva berdecih, dia menumpukan kedua tangannya di depan dada, punggungnya ia sandarkan pada tembok, sedangkan matanya menatap malas ke arah Keysha yang penampilannya jauh dari kata rapi. "Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri, bunda ada di bawah tangga dan lo di atas. Lo kira mata gue enggak sehat?" cibir Alva.

Keysha beralih menatap Alva yang barusan mencibirnya, dia menunjuk wajah Alva dan berujar, "LO GAK LIHAT SEMUANYA! JANGAN ASAL MENYIMPULKAN SESUATU KALAU GAK TAHU KEJADIAN SEBENARNYA!"

Plak.

Keysha merasakan perih itu menjalar di pipi kanannya, sebuah tamparan yang tidak pernah ia dapatkan dari Sang Ayah kini ia harus merasakannya. Panas bercampur perih menyerbu pipinya yang semakin hari semakin tirus. Bekas tamparan yang memerah amat kontras dengan kulit putih pucatnya.

"Saya tidak pernah mengajarkan kamu untuk membentak orang yang lebih tua, Keysha Ayunindia." Raut wajah Denis terlihat marah dan itu membuat nyali Keysha menciut.

"Tapi Keysha gak dorong bunda, Yah," desis Keysha disertai gumpalan air bening mulai mengalir di pipinya.

"Kalau sampai terjadi sesuatu sama bunda dan calon adik gue, gue gak akan pernah maafin lo," geram Alva.

Keysha menatap Alva dengan tatapan kecewa, kakaknya yang selama ini dia bangga-banggakan tak mempercayainya? Bagaimana bisa seseorang yang selama ini menjadi tempatnya berkeluh kesah mampu menyimpulkan sesuatu dengan begitu cepat?

"Pergi kamu dari sini, saya gak butuh kamu!" usir Denis seraya mendorong pelan bahu Keysha, meskipun pelan dorongan itu mampu membuat Keysha memundurkan langkahnya.

Dada Keysha semakin sesak, mau tidak mau Keysha membalikkan badannya saat melihat seorang security menghampiri Ayahnya yang telah membuat keributan karenanya. Dia tidak mungkin melawan ayahnya, Keysha juga tak mungkin menerobos masuk ke UGD. Hingga dia memilih berlari menyusuri lorong rumah sakit, tepat di depan lobi dia terhenti, menatap derasnya guyuran air yang jatuh dari atas sana. Pandangannya kosong. Air matanya mengalir deras, lagi-lagi dia merasakan nyeri di tulang dan kepalanya.

"Saya gak butuh kamu."

Suara itu bagai kaset audio yang terus menerus berputar di kepalanya, Keysha menundukkan kepalanya dalam lalu mengangkatnya lagi dan tersenyum perih, dengan kaki lemasnya ia berlari menerjang derasnya tangisan hujan, dia berlari tak tentu arah menyusuri jalanan ditemani dinginnya angin malam. "Bahkan Semesta aja tahu gue lagi gak baik-baik aja."

Di tengah jalan tiba-tiba kakinya melunak seperti jelly, sembari menahan nyeri di kepala dan sekujur badannya dia mencoba untuk terus berlari. Nyanyian sang hujan yang beradu dengan atap-atap rumah warga perlahan melemah, mata sayunya seakan memaksa tertutup, hingga ia melihat sorot lampu kendaraan yang berhenti di depannya.

LINIMASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang