Benteng itu begitu tinggi, dan aku hanyalah seorang pengecut yang tak berani melompat.
🌻S E L A M A T M E M B A C A🌻
Rion menatap wajah teduh gadis yang tengah terbaring di depannya. Gadis yang tak sadarkan diri dalam dekapannya, gadis yang membuat hari-hari Rion lebih hidup, juga gadis yang berhasil memenuhi ruang yang ada di hatinya. Fawaz dan Rio sedang menghubungi keluarga Rizal, sedangkan Arlin mencoba menenangkan Mira yang tadi sempat uring-uringan di kamar inapnya dan membuatnya terjatuh sebab ginjalnya yang kambuh secara tiba-tiba.
Mata Keysha mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan cahaya yang memasuki retina matanya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk dengan bantuan Rion. Keysha menatap Rion polos, lalu menangkup kedua pipi Rion dengan kedua tangannya. Rion yang mendapat perlakuan seperti itu tiba-tiba saja tubuhnya menegang.
"Lo kenapa?" tanya Rion begitu Keysha menarik tangannya dari wajah Rion.
Keysha memanyunkan bibirnya dan menunduk. "Masa tadi gue mimpi Rizal meninggal," ucapnya frontal.
Rion terdiam, dia meraih kedua tangan Keysha yang berada di atas selimut. "Keysha, manusia punya rencana, tapi Tuhan punya takdir."
Keysha menukikkan kedua alisnya dengan dahi yang berlipat. "Maksudnya?"
"Rizal bener-bener pergi, lo gak mimpi," balas Rion apatis.
Tak ada jawaban dari Keysha, gadis itu memandang kosong ke arah depannya. Melamun. Perlahan, buliran bening dari sudut matanya terjatuh satu per satu membuat hati Rion berdenyut nyeri. Rion tak suka melihat Keysha menangis.
"Rion?" Masih dalam posisi semula. Tak bergerak sedikit pun, Keysha memanggil Rion dengan lirih.
"Iya?"
Keysha memutar kepalanya menatap Rion, netra mereka bertubrukan untuk kesekian kalinya. Keysha menghembuskan napas pelan. "Rizal bilang malaikat penjaga gue sekarang itu Rion. So, thanks. Makasih buat semuanya, maaf udah bikin lo jatuh cinta sama cewek jahat kaya gue."
"Key, makasih udah bikin gue mengerti kalo gak semua rasa harus mendapat balasannya. Setiap gua mikirin lo, gue malah inget Al-kitab."
"Jangan mengkhianati Tuhan lo demi gue, ya? Gue bakal ngerasa berdosa banget kalo itu sampe terjadi."
Rion tak mengindahkan ucapan Keysha, mata tajamnya menatap jam dinding yang menggantung menunjukkan pukul tujuh malam. "Makan malam mau apa?" tanya Rion.
Keysha mendongak dan mengangkat kedua bahunya acuh. "Terserah."
Rion merotasi bola matanya mendengar jawaban Keysha yang membuat otaknya berdenyut. "Ck, jangan bilang terserah … gue bukan dukun yang bisa tahu apa yang ada di pikiran lo."
Keysha tak menggubris celotehan Rion, hingga Rion pun lelah menunggu jawaban dari Keysha dan memutuskan untuk keluar membeli makanan untuknya dan teman-temannya. Kini tinggallah Keysha sendiri di ruangan rawatnya, Keysha mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Tak ada yang menarik, hanya detak jarum jam yang terdengar, juga suara binatang malam yang sedang bernyanyi di luar sana.
*****
Pukul dua puluh tepat. Kamar inap Keysha kini ramai dipenuhi teman-temannya yang memakai pakaian serba hitam, mereka ingin melayat ke kediaman Rizal. Keysha masih tak percaya bahwa ini akhir dari hidup Rizal, rasanya baru kemarin mereka bertemu, jatuh cinta, duduk di kedai es krim, bercerita di tepi danau, dan sekarang mereka harus terpisahkan oleh sesuatu yang bernama takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINIMASA (END)
RandomMakhluk bumi, waktu bersamamu memang singkat, tapi cukup melekat. Hingga kau berada di ujung hayat, aku menyalahkan waktu karena tidak mempertemukan kita sejak dulu. Bersamamu memang sendu tapi tanpamu lebih terasa membelenggu. Aku pernah bertaruh d...