39::Jangan Padam!✅

61 5 0
                                    

Tuhanku dan Tuhannya berbeda, akankah perasaan kami sama?

🌻S E L A M A T M E M B A C A🌻

Rion mondar-mandir di depan pintu ruang UGD, dia menatap cemas pintu yang di dalamnya terdapat seorang gadis tengah terbujur lemas. Batya yang melihat putranya seperti itu, dia pun ikut merasakan kecemasan yang dirasakan oleh putranya.

"Iyon, duduk dong! Mama capek lihat kamu mondar-mandir kayak setrikaan begitu." Batya angkat suara tatkala melihat Rion yang tak menghentikan kegiatannya.

Rion menatap Mamanya sekilas lalu pandangannya ia alihkan pada pintu kokoh di depannya, dia mendekat dan menumpukan punggungnya pada pintu itu. Rion mengacak rambutnya geram, dia tak pernah merasakan perasaan ini. Dadanya sakit saat melihat gadis itu terbaring lemah di dalam sana.

"Mah, Keysha gak bakal kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Rion pada Batya yang terduduk di kursi tunggu.

Batya tersenyum tipis pada Rion. "Berdoa, Iyon. Papa sama dokter-dokter yang lain pasti mengusahakan yang terbaik buat Keysha kok."

Setelah sedikit mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir Sang Ibu, Rion menegakkan tubuhnya dan berjalan mengampiri Batya. Rion menggapai jaketnya yang terletak di kursi tunggu, tak lupa dia pun mencomot kunci mobil yang tak jauh dari tempat Batya duduk.

Batya terkesiap melihat Rion. "Mau kemana, Yon?" tanya Batya.

"Mau berdoa, biar Tuhannya Keysha nyelamatin dia. Selama ini Rion selalu gagal ngerayu Keysha, Rion mau mencoba buat ngerayu Tuhannya," ucap Rion mantap.

"Maksud kamu?" tanya Batya tak mengerti.

"Udah, ya, Mama di sini aja. Kalo ada apa-apa telepon Iyon, ya. Bye, Mama." Rion mengecup singkat pipi kanan mamanya sebelum berlari menjauh.

Rion menyusuri koridor rumah sakit yang sepi karena hari sudah larut malam. Saat hendak menuruni anak tangga, dia melihat siluet pria yang nampak tak asing sedang berdiri di depan sebuah kamar inap. Dengan rasa penasaran yang sudah di ambang batas, Rion memutar langkahnya, berjalan menuju seseorang yang kini tengah berkutat dengan benda pipih di tangannya. Rion menyipitkan matanya mencoba memperjelas pandangan, hingga tinggal beberapa langkah lagi, dia terhenti. Netra cokelat terangnya membulat.

"Permisi, Om Denis, 'kan?" tanya Rion hati-hati.

Pria yang sedari tadi memandang ponselnya itu kini beralih menatap Rion bingung. "Iya. Ada apa, ya?"

Rion menjentikkan jarinya dan tersenyum senang. "Ah, Om ngapain di sini? Siapa yang sakit, Om?"

"Istri saya, lah kamu siapa? Kok kenal sama saya?" tanya Denis pada Rion.

Rion mengulurkan tangannya ke arah Denis lalu memperkenalkan diri. "Saya Orion temennya Keysha, Om."

Air muka Denis berubah datar saat mendengar nama Keysha. Pikiran Denis melayang pada kejadian beberapa waktu lalu saat ia menampar putrinya. Hati Denis mendadak resah, ingin rasanya mengetahui keadaan putrinya sekarang namun egonya memberontak untuk tak melakukannya.

Rion ingin memberitahukan keadaan Keysha, namun ia ingat, ia harus ke gereja untuk berdoa. Rion segera berpamitan pada Denis dan melanjutkan langkahnya ke parkiran. Dia mengemudikan mobil ayahnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Di gereja, Rion tak henti-hentinya berdoa dan memohon pada Tuhannya untuk kesembuhan Keysha. Sepulang dari gereja, dia menuju masjid terdekat dari rumah sakit, beruntungnya masih ada orang di masjid tersebut. Rion memarkirkan mobilnya di pelataran masjid. Tubuhnya seolah dimuntahkan oleh badan mobil, angin malam langsung menusuk kulit putih langsatnya. Rion berlari kecil menghampiri seseorang yang sedang duduk mengaji di teras masjid.

LINIMASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang