42

180 14 49
                                    


"APA PERSAHABATAN YANG KITA BANGUN BERSAMA ITU SALAH?!" Teriak Zava, menumpahkan air matanya.

"JAWAB AR! KENAPA DIEM?" ujar Zava.

Araya mengepalkan tangannya, ia terus menerus teringat ucapan Devan yang berhasil mengelabuinya.

"KITA BUKAN SAHABAT ZAV!" Ujar Araya membuat Zava tercengang.

"Gue nggak sudi, punya sahabat darah sikopat!" Ujar Araya.

"Sikopat? Siapa yang Lo maksud?"

Araya terkekeh licik, "Darah yang mengalir dibadan Lo itu darah haram! Darah dari pembunuh keji yang dibutakan oleh harta! TANPA MEMIKIRKAN RASA KEMANUSIAAN!!" Ujar Araya menunjuk Zava.

"Lo ngomong apa sih Ar?"

"KAKEK LO ITU UDAH BU—"

Tok tok tok!  Araya tidak melanjutkan ucapannya, karena ada yang mengetuk pintu kamar mandi.

"Zav, Lo di dalem?" Tanya Frian dari belakang pintu.

Araya langsung memakai topeng. Dan Zava segera menghapus air matanya dan memakai topeng agar tidak terlihat oleh Frian kalau mereka habis bertengkar.

Araya membukakan pintu toilet itu dan mendapati Frian yang khawatir.

Araya tidak mengatakan apapun, ia langsung pergi meninggalkan Zava dan Frian.

"Lo ngapain disini?" Tanya Zava pada Frian.

"Gue nyariin lo, Araya nggak ngapa-ngapain lo kan?" Tanya Frian khawatir pada Zava.

Zava diam tanpa menatap Frian. Ia tidak mau menambah sakit hati Araya.

"Yan, plis jangan ulangin kesalahan yang sama seperti dulu ya?" Ujar Zava.

"Kesalahan apa Zav?"

"Lo masih suka sama gue kan?" Tanya Zava.

Frian mengambil kedua tangan Zava, "maaf Zav. Gue nggak bisa bohongin perasaan gue kalau gue suka sama Lo," ujar Frian.

Zava berusaha melepas genggaman kedua tangan Frian, namun Frian menggenggam erat tangan Zava.

"Gue sayang sama Lo, gue ngerasa kalau Lo sama gue, Lo aman. Gue ngerasa gue bisa ngejagain Lo setiap saat. Gue ngerasa kalau lo cinta pertama Dan terakhir gue. Tapi gue nggak yakin kalau Lo bales perasaan gue seperti perasaan gue ke lo," ujar Frian menatap kedua bola mata Zava dari lobang topeng Zava.

Zava tak kuat menahan air matanya. "Gue nggak bisa Yan," ujar Zava dengan Isak tangisnya.

"Lo bis—" ujar Frian terpotong.

"PARA TAMU UNDANGAN, UNTUK MEMERIAHKAN ACARA ULANG TAHUN INI, DIHARAPKAN UNTUK SEGERA KUMPUL UNTUK PESTA DANSA SERTA AKAN ADA KEJUTAN DARI SESEORANG UNTUK ZAVA," Ujar pengisi acara ulang tahun Zava.

"Frian? Zava? Ayok kalian harus ikut dansa," tiba-tiba saja Adinata datang menghampiri Frian dan Zava.

"Iya Pi,"

"Iya om,"

Lampu utama sengaja dimatikan, dan digantikan dengan lampu-lampu kecil agar terlihat lebih indah. Semua orang berdansa berpasangan-pasangan. Dengan diiringi lantunan musik indah yang membuat suasana menjadi romantis.

Zava masih berdiam diri sama seperti Frian. Lalu Adinata menghampiri putrinya itu dan menyuruhnya untuk berdansa dengan Frian.

"Loh Zava, Frian kalian harus dansa, kaya Araya sama Devan itu Lo," suruh Adinata pada Zava.

Frian melihat Zava yang sedang melamun, tidak mendengar ucapan papinya.

"Zav," Adinata menepuk bahu anaknya. "Kamu sakit?"

ZAVARA [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang