Duduk di kursi dengan kaki terangkat satu yang dilipat di paha, pria paruh baya itu menyemburkan asap tebal rokok, lalu tersenyum licik ketika melihat gadis yang sedang tak sadarkan diri itu tertidur dikursi usang dengan tangan dan kaki terikat."Tunggu dia sadar, mau lihat gimana reaksinya," kekeh licik pria paruh baya itu.
Pria paruh baya itu menghidupkan musik kuno yang mengingatkan pada seseorang yang pernah datang dalam hidupnya dimasa lalu.
Zava atau tak lain gadis yang lemah dengan tangan dan kaki yang terikat itu mengerutkan alisnya dan berusaha membuka matanya yang terasa berat dan samar-samar.
"Aku dimana?" Tanya Zava, ketika ia mau memegang kepalanya yang terasa pusing ia tersadar bahwa tangannya diikat.
Zava menatap pria paruh baya didepannya itu dengan samar-samar, karena kepala serta matanya terasa berat dan mengkunang.
Pria itu mematikan musik kunonya, lalu tertawa senang ketika melihat Zava sedikit tersadar.Zava teringat kejadian tadi saat Frian mau melamarnya, tetapi pada saat mati lampu tiba-tiba ada seseorang yang membekap mulut Zava hingga Zava pingsan.
"A—Anda..siapa?!" Tanya Zava masih belum jelas penglihatannya.
Pria paruh baya itu tertawa terbahak bahak, lalu berdiri mendekati tubuh Zava, membuat badan Zava gemetar ia sangat ketakutan.
Pria paruh baya itu memegang dagu Zava "Masa enggak hafal sama muka om," ujar pria paruh baya itu.
Penglihatan Zava tidak lagi mengeblur ia sangat tau siapa pria paruh baya didepannya itu.
"O—OM, ARWAN?"
"happy birthday sayang,"
"Om ngapain tahan Zava disini?"
Arwan malah tertawa melihat kegelisahan Zava.
"Persis Kinara," gumam Arwan menatap wajah Zava.
"Maksud om apa? Om, t-tolong lepasin Zava, tangan Zava sakit om," rengek Zava, kesakitan karena ikatan tali ditangannya terlalu kuat.
Sleett, sleeet, sleet,
Terdengar gesekan suara pisau yang membuat Zava seketika tersentak kaget.
Lalu satu orang masuk kedalam ruangan tersebut membawa dua pisau yang tajam.
"K-kak Devan?" Ujar Zava ketika melihat siapa cowok yang menggesekkan pisaunya.
Devan hanya tersenyum simpul, lalu menyerahkan pisau yang ia pegang dan diberikan ke Arwan ayahnya itu.
Mata Zava melotot, bibirnya gemetar ia tak tau harus berbuat apa, Ia juga tak tau apa yang akan dilakukan Devan dan ayahnya itu padanya.
"Pegangin dia," Ujar Arwan menyuruh anak buahnya untuk memegangi badan Zava agar tidak lolos.
"O—om, om mau apain Zava?" Getir Zava ketika Arwan mendekati badannya dengan membawa pisau.
"KAK DEVAN, TOLONGIN ZAVA, ZAVA MAU DIAPAIN? JANGAN BUNUH ZAVA, ZAVA MOHON," tangis Zava pecah.
Devan hanya meneguk ludahnya kasar, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"sstt, sttt, sstt, utututu sayang, jangan nangis kenapa nangis?" Ujar Arwan menyodorkan pisaunya ke dagu Zava.
Zava hanya bisa menangis, ia tak tau harus berbuat apa, yang ada dipikirannya kini hanyalah ikhlas menerima situasinya entah apa yang akan terjadi, jika dirinya harus pergi dia juga iklhas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAVARA [end]
Teen Fiction[MAKIN LAMA SEMAKIN SERU] ✿Antara Sahabat Dan Cinta Zavara✿ Cerita ini bercerita tentang persahabatan dan Cinta Zavara. Arabbela Zavara Alverenna biasa dipanggil Zava. Adalah salah satu murid yang mempunyai paras cantik dan juga ramah pada siapa saj...