45

217 17 6
                                    


Arwan mengangkat pisau yang tajam itu. Menatap lekat pisau itu. Sedangkan Devan menggosok pelipisnya, dan Araya hanya diam memejamkan matanya.

Gubrak!!!!

Lantas semua terkejut saat seseorang mendobrak pintu tersebut dan menodongkan pistol.

Dengan sigap Arwan menodongkan pisau itu ke leher Zava, seketika sekujur tubuh Zava memanas dan gemetar.

"LEPASIN DIA!!" Tegas cowok itu, dengan menodongkan pistolnya. Sendirian.

"F—Frian?" Ujar Araya. Sekujur tubuhnya melemas ketika melihat Frian disitu.

"ANGKAT TANGAN KALIAN!!" Teriak Frian. "Dan lepasin dia, atau gue tembak!!"

"AAAKHHHHH!! S—SAKITTTHHH," Teriak Zava ketika rambutnya dijambak oleh Arwan.

Keringat Frian menetes, matanya merah memanas melihat Zava tersakiti oleh Arwan, nafasnya tersenggal-senggal. Tenaganya juga terkuras untuk menghabisi preman di depan.

Pertahanan Frian lengah, saat mendengar jeritan Zava. Tak disangka Devan menendang punggung Frian hingga Frian tersungkur didepan Zava.

"FRIAN!!!" Teriak Zava.

Araya menggigit jempolnya, ketakutan. Ia takut jika Devan akan menyakiti Frian. Dan ia juga takut jika Frian akan semakin menjauhinya.

Frian berusaha bangkit, namun Devan menginjak tubuh Frian dan ia telah mengambil alih pistol Frian. Devan lalu menodongkan pistol itu tepat di kepala Frian.

Frian menatap Zava dari bawah, wajahnya penuh penyesalan.

Arwan tertawa terbahak bahak puas. "Tenaganya ternyata kecil, sok-sokan mau nolongin," tawanya menggelegar. "Udah lah. Mending kamu lihat Zava sakaratul maut, pasti seru,"

"Tutup mulut om!!!" Ujar Frian dari bawah, dengan nafas tersengal-sengal.

"Udah siap kamu Zava?" Tanya Arwan pada Zava.

Zava menangis menatap Frian. Frian juga menangis, ia berdoa dalam hatinya, semoga ada seseorang yang menolongnya.

"Boss gawat bos! Ada orang lagi menuju sini, penjaga dibawah udah dihabisin dia." Ujar preman yang babak belur dari bawah memberitahu Arwan.

"Hadang dia jangan sampai dia masuk ke sini!"

"Baik bos," ujar empat preman yang ada di ruangan itu.

Sedangkan di ruangan itu hanya tinggal Zava, Arwan, Frian, Devan dan Araya.

"Apa Devan perlu tolong mereka Yah?" Tanya Devan pada Arwan.

"Jangan! Kamu tetep jaga Frian, ayah yakin orang itu habis dilawan preman-preman ayah,"

"Apa kita habisi Zava sekarang aja om?" Tanya Araya.

"Fuck!!" Ujar Frian menatap tajam Araya.

"Gak. Om yakin orang itu kalah, kalaupun dia bisa kesini, dia juga akan nyerah, karena kita akan langsung menghabisi salah satu nya,"

Dorr! Dorr!! Dorr!! Dorr!! Dorr!!

Terdengar suara tembakan bertubi tubi, nyaring dengan lancang memenuhi ruangan itu.

"Sial. Kayaknya dia bawa senjata," ujar Devan was was.

"Gawat om. Mending kita bawa pergi Zava, lewat pintu belakang," ujar Araya resah.

"Iya. Lebih baik kita bawa pergi Zava dan cowok lemah ini," ujar Arwan ketakutan.

Dobrakk!!!!

ZAVARA [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang