54. Ending but not the end

730 9 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca :)









Dengan perasaan tak menentu dan sedikit gelisah, Auris membuka pintu rumahnya. Ketika melihat Auris membuka pintu rumahnya, para wartawan langsung bergerombol mendekat untuk mewawancarai Auris.

"STOP!!!" teriak Auris, membuat para wartawan terkejut dan terdiap di tempat. "Jangan harap kalian dapat mewawanarai saya kalau kalian bergerombol seperti ini mengganggu privasi saya."

"Auris, apakah benar Ivan adalah kakak tiri kamu?"

"Apakah benar ibu Ivan adalah seorang pelakor dari keluarga kamu?"

"Apakah kalian sudah putus karena masalah ini?"

Para wartawan mulai bertanya kepada Auris dan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang sangat sensitif baginya. "Cukup! Saya membenarkan apa yang ada di video tersebut. Hanya itu yang bisa saya sampaikan agar tidak terjadi pemberitaan yang menyimpang dan tidak sesuai fakta. Selebihnya saya tentunya tidak bisa memaparkan secara detail karena itu privasi saya dengan Ivan." ucap Auris dengan tegas.

"Ada lagi Auris, yang mau di tambahkan?" tanya salah satu jurnalis yang ada di sana.

Auris menggeleng, "Tidak, kalau tidak ada urusan lagi, silahkan kalian pergi dari sini karena saya harus melanjutkan pekerjaan saya."

Kemudian, Auris dan Ainun pun berangkat ke butik untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

***

Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya dan hari sudah mulai gelap, Auris dan Ainun pun akhirnya pulang. Namun, pada saat di perjalanan, Auris teringat bahwa banyak kebutuhan dapur telah habis. Maka dari itu, Auris dan Ainun memutuskan untuk pergi ke supermarket terlebih dahulu. Setelah dua puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di supermarket. Keduanya pun bergegas masuk dan memilih-milih bahan yang habis di rumah.

Setelah beberapa saat mengambil berbagai macam buah-buahan, Auris beralih ke bagian daging-dagingan, ia mencari buntut sapi untuk persediaan di rumah. Setelah beberapa saat mencari bagian buntut sapi, akhirnya ia menemukannya dan hanya tinggal satu buah. Lalu, Auris pun buru-buru mengambilnya. Namun, tiba-tiba ada seorang lelaki yang juga hendak mengambil buntut sapi tersebut. Auris pun langsung menoleh dan lelaki tersebut adalah Adam.

Auris terkekeh ringan. "Lo suka banget buntut, ya?"

"Hehe, iya. Kenapa sih selalu aja rebutan sama lo." ucap Adam sembari tersenyum. "Sama siapa kesini?" lanjutnya.

"Takdir mungkin. O iya gue sama Ainun. Lo?"

"Sama mama gue, nemenin belanja bulanan."

"Oh." Auris hanya berohria menanggapi jawaban Adam. "O iya, gue lihat pemberitaan tentang lo. Itu semua bener? tanya Adam dengan sangat berhati-hati.

Auris mengangguk membenarkan. "Iya. O iya, nih buntutnya buat lo aja." ucap Auris, ia mencoba mengalihkan pembicaraan dan menyerahkan buntut sapi yang sudah ada di keranjangnya ke keranjang yang dibawa oleh Adam.

"Oke, makasih, ya."

Setelah itu, Ainun menghampiri Auris dan disana ia melihat Adam tengah berbincang-bincang dengan Auris. "Hey. Pantesan gue cari-cari gaada, ternyata ngobrol disini."

"Eh, iya, yaudah gue duluan ya, Dam." pamit Auris.

"Oke."

Setelah itu, Auris dan Ainun bergegas menuju kasir dan kembali pulang. Sementara itu di lain tempat, Ivan tengah berada di apartementnya. Sedari pagi, wartawan tak henti-hentinya menunggunya di lobby untuk mewawancarainya. Kini, kondisi mental Ivan pun benar-benar berada di posisi paling bawah. Ia tak percaya semua ini terjadi kepadanya dan Auris adalah adik tirinya. Semalaman pun ia tidak bisa tidur karena memikirkan hal ini, matanya memerah dan bengkak karena menangis dan jadwal syuting hari ini di batalkan semua karena kondisi Ivan tak memungkinkan.

Schédio Auris (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang