16. Cemas

119 13 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca :)

"Lo serius Van?" tanya Nevan dengan ekspresi terkejutnya, "Serius. Waktu itu gue masih casting-casting dan dia selalu nyemangatin gue. Dia adek kelas gue di SMA." jawab Ivan sambil mengusap pipinya yang tergenang oleh air matanya.

Kemudian, Ivan bercerita semuanya dengan Nevan. Mulai dari pertama kali mereka bertemu sampai Auris memutuskan hubungan dengannya secara sepihak. Selama ini, Nevan memang tidak pernah bertanya tentang Auris, tentang kejadian pertama kali di butik pun Nevan hanya diam, meskipun banyak sekali pertanyaan di benak Nevan, tetapi dia menahan rasa penasarannya demi menjaga privasi Ivan. Dalam karirnya, Ivan sudah tidak memiliki privasi karena separuh dari dirinya adalah milik publik, tetapi tetap saja Ivan adalah manusia, ia harus memiliki ruang sendiri untuknya dan segala rahasianya, maka dari itu Nevan tidak ingin ruang itu terganggu oleh siapapun termasuk dirinya sebagai sang manager.

Sekarang, mungkin saatnya Ivan bercerita kepada Nevan tentang semua masa lalunya dengan Auris, dan Nevan dengan setia mendengarkannya. Kini Nevan paham, selama Ivan menjadi aktor didikannya, Ivan memang tidak pernah dekat dengan satu pun wanita, apalagi cinta lokasi. Ternyata, Ivan menunggu mantannya yakni Auris untuk kembali lagi ke kehidupannya.

Hampir dua puluh menit berlalu, dan akhirnya mereka sampai di rumah sakit tempat dimana Auris dirawat. Di lobby rumah sakit, terlihat Ainun sedang menunggu Ivan disana. Ivan langsung menghampiri Ainun dengan tergesa-gesa diikuti dengan Nevan di belakangnya. Dengan bergegas, Ainun mengantar mereka berdua ke ruang perawatan Auris. Ainun membuka knop pintu ruangan Auris.

Ivan masuk ke dalam ruang perawatan Auris, di sana ia melihat Auris sedang terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit dengan tubuh di penuhi luka memar. Begitu miris kondisi Auris saat ini. Meskipun, Ivan belum mengetahui cerita lengkap dari peristiwa penculikan ini, tetapi tetap saja apapun alasan mereka menculik Auris, ini sudah keterlaluan. Dengan perlahan, Ivan melangkahkan kakinya mendekat ke Auris. Setelah itu, Ivan duduk di kursi yang terletak di samping tempat tidur Auris. Ivan mngambil tangan Auris ke dalam genggamannya.

"Nar, bangun. Gue mohon bangun." ucap Ivan sendu.

"Dia baik-baik aja kok. Kita tunggu aja dia siuman, tapi kita harus nunggu hasil rontgennya, apa ada tulangnya yang retak apa nggak. Sabar Van." ucap Ainun menjelaskan.

Ivan pun mengangguk, ia benar-benar cemas dengan keadaan Auris saat ini. Tanpa sadar, cairan bening kembali keluar dari pelupuk matanya. Melihat Ivan kembali rapuh, Nevan menghampiri Ivan dan menepuk bahunya, mencoba menenangkan Ivan. Ivan semakin terisak sembari menciumi tangan Auris yang tertancap selang infus.

Melihat adegan itu, sebenarnya hati Adam sedikit panas. Adam berpikir, mungkin ini saat yang tepat untuk menghindar dari Auris sebelum ia terjerumus ke lautan asmara yang lebih dalam lagi. Sementara itu, Liora merasa sangat tidak enak kepada Adam karena Adam harus melihat adegan ini.

Ivan menoleh ke arah Ainun, "Nun, gimana bisa dia diculik?" tanya Ivan dengan matanya yang masih mengeluarkan air mata.

"Kejadiannya cepat banget Van. Hari ini tuh, jadwal dibutik padet banget sampe-sampe dia belum makan sama sekali. Terus, niatnya dia itu keluar mau cariin gue sama sekalian staf yang lain makan siang. Eh, di depan butik, sebelum dia masuk mobil ada empat orang yang narik dia masuk ke dalam mobil mereka. Di situ, gue kaget dan langsung keluar buat ngejar mereka, tapi gue gagal. Gue panik banget, gue telepon lo dan gaada jawaban sama sekali. Gue ga kepikiran buat ngehubungin pak Nevan gatau kenapa. Akhirnya, gue hubungin Liora dan dia langsung ngelacak keberadaan Auris. Trus dia ke tempat itu sama temennya itu sekalian ngelapor ke polisi. Sekarang polisi masih nyari tau motif penculikan ini." ucap Ainun panjang lebar menjelaskan kronologi penculikan Auris.

Schédio Auris (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang