24. Sepotong Informasi

99 7 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca :)

Setelah makan siang bersama di warteg sebelah butik Auris, Nevan dan Ainun kembali ke butik. Bersamaan dengan itu, Ivan dan Auris baru saja datang di butik. Ketika Nevan dan Ainun akan memasuki butik, Auris tiba-tiba memanggilnya dari arah belakang.

"Nun," panggil Auris. Sang pemilik nama menoleh ke arah sumber suara.

"Eh, udah dateng lo?"

"Ekhm, pedekate lancar nggak? Hehe." Auris berdehem kemudian terkekeh ringan.

Ainun memutar bola matanya, "Lo sendiri gimana?"

"Kita mah nggak pedekate." jawab Ivan, "Langsung nikah." lanjutnya.

Auris langsung menoleh ke arah Ivan sambil menatapnya tajam, "Udah sana cepet pulang." usir Auris.

"Iya calon pacar, ini juga mau pulang. Ayok bang Van, kita balik." ajak Ivan.

Akhirnya Ivan dan Nevan pergi meninggalkan butik, sementara Auris masih saja menggoda Ainun yang tengah pendekatan dengan Nevan.

***

Keesokan paginya, Liora datang ke butik Auris. Rencananya, Liora akan melaporkan informasi yang telah ia dapat tentang latar belakang Ivan. kebetulan pagi ini, Auris tidak ada janji fitting dengan klien. Jadi, ia bisa berdiskusi panjang dengan Liora informasi tentang Ivan.

Dengan elegan, Liora melenggang menuju ke ruangan Auris. Setibanya di ruangan Auris, Liora mendapati Auris tengah serius mendesign sebuah kebaya untuk klien barunya. Liora menghampiri Auris dan duduk berhadapan dengan Auris sembari menyerahkan map besar berwarna cokelat berisi informasi tentang latar belakang Ivan di meja.

"Nih," Liora meletakkan map tersebut di meja kerja Auris menimpa kertas-kertas sketch Auris.

Auris melirik map tersebut, "Ini?" tanyanya.

Liora mengangguk, "Itu masih sedikit sih yang gue dapet." ucapnya.

Auris mengambil map tersebut dan membukanya. Dengan teliti, Auris membacanya satu persatu agar tidak ada satu pun informasi yang terlewat. Tak lama berselang, Auris telah selesai membaca semua berkas yang diberikan kepadanya dan memasukan kertas-kertas tersebut ke dalam map.

"Kayaknya kita nggak bisa ngobrol disini. Keluar aja yuk, biar ngobrolnya enak." ajak Auris

Liora mengangguk, "Yaudah yuk."

Di luar ruangan, ternyata ada Ainun yang hendak masuk ke ruangan Auris. Mereka bertiga sama-sama terkejut. Kemudian, Auris mengatakan bahwa ia ada urusan penting dengan Liora dan harus pergi sekarang juga. Ainun pun hanya mengangguk mengiyakan perkataan Auris. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pergi ke suatu restaurant yang biasa mereka kunjungi.

Setibanya di restaurant tersebut, Auris dan Liora langsung memesan ruang VIP untuk mereka berdua. Setelah itu, mereka diarahkan oleh pelayan yang ada disana menuju ruang VIP.

"Gimana? Ada cerita atau kejadian yang lo ingat nggak setelah baca berkas itu?" tanya Liora.

Auris menggeleng lesu, "Sama sekali enggak ada, tapi semua info itu membantu banget." ucap Auris, "Gue baru tau kalo ibunya itu narapidana. Lo belum tau kasusnya apa?" tanya Auris.

Liora menggeleng, "Belum, susah banget nyari informasi itu. Lagipula, dia meninggal di penjara juga. Jadi, kayanya kasusnya nggak diterusin." jelas Liora.

Auris menghela napas dalam-dalam, "Nggak ada info tentang ayah kandungnya?" tanya Auris.

"Belum dapet infonya gue, di situ cuma tertulis dia punya ayah tiri, itupun bidoata lengkapnya gue belum dapet."

"Oke, untuk saat ini gue penasaran banget sama kasus ibunya."

"Ntar gue cari lagi info kelanjutannya."

"Makasih banget ya Ra, lo udah bantuin gue."

Liora tersenyum dan mengangguk, "Iya sama-sama. Gue janji sama diri gue sendiri buat bantuin lo sampai masalah lo clear."

"Iya, makasih banget ya."

"Sama-sama Ris, yaudah gue cabut dulu, ya. Kerjaan gue numpuk di kantor."

Liora kembali ke kantor, dan begitu pula dengan Auris. Auris kembali ke butiknya.

Setibanya di butik, betapa terkejutnya Auris melihat Ivan tengah duduk di kursi ruangannya. Auris langsung menghampiri Ivan.

"Hai, calon pacar." sapa Ivan dengan percaya dirinya, "Keluar! Ini jam kerja saya." ucap Auris penuh penekanan.

"Bentar dulu. Gue kangen sama lo."

Auris memutar bola matanya, "Kemarin kita udah ketemu."

"Ya kan gak ketemu selama delapan belas jam."

"Keluar!" titah Auris dengan nada tinggi.

Ivan langsung bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya mendekat ke arah Auris. Auris mundur selangkah dan Ivan terus mendekatinya sampai tepat di belakang Auris adalah tembok. Auris tidak bisa mundur lagi, dan Ivan tersenyum tipis melihat wajah Auris yang tengah panik.

Kini jarak antara Auris dan Ivan sangat dekat. Ivan meletakkan kedua tangannya mengurung Auris di samping kiri kanan Auris. Jantung Auris berdebar sangat cepat karena tatapan menusuk dari Ivan.

"Mau apa anda?" tanya Auris dengan gaya bahasa formalnya.

Ivan terkekeh ringan mendengar gaya bahasa Auris.

"Gue masih nunggu Nar."

Dahi Auris berkerut bingung, "Nunggu apa? Jangan panggil saya Nara." ucapnya tegas.

"Gue dan lo jadi aku dan kamu. Aku dan kamu jadi kita." ucap Ivan sembari menatap lekat kedua mata Auris.

"Liat aja nanti, apakah semua yang lo omongin itu akan jadi kenyataan atau nggak." Auris melepaskan tangan Ivan, dan kembali ke meja kerjanya.

"Lo bisa pergi sekarang. Gue ada fitting habis ini." ucap Auris sembari membuka kembali buku sketchnya.

"Gue akan tungguin lo sampai kapan pun, Nar."

Ivan pergi dari butik Auris menuju apartementnya. Selama perjalanan, hanya ada nama Auris yang berputar-putar di kepalanya. Ia akan berusaha keras untuk mendapatkan Auris lagi. Ivan tidak akan memaksa, tetapi apapun yang terjadi ia akan menunjukan ke Arus bahwa ia adalah lelaki yang pantas bersanding dengannya.

Dua puluh menit berlalu, sampailah Ivan di apartementnya. Setibanya ia di kamar, Ivan mendapati Nevan sedang bersantai di ranjangnya dengan posisi membelakanginya sembari menelpon seseorang.

"Iya, besok gue kesana. Gue pengen makan bareng lagi di warteg hehe." ucap Nevan pada sambungan telepon sambil terkekeh ringan.

Ivan terus menyimak percakapan demi percakapan dan sampailah Nevan menyebutkan nama.

"Iya Nun. Oke ntar malem teleponan lagi, ya?!" kemudian Nevan memutuskan sambungan telepon dan berbalik badan ke arah Ivan. betapa terkejutnya Nevan melihat Ivan berdiri di samping kasur dengan melipat tangan di atas dada memandang curiga kearahnya. Nevan merasa ia sedang tertangkap basah oleh anak didikannya sendiri.

"Se-sejak kapan disitu?" tanya Nevan terbata-bata.

Ivan nampak berpikir sejenak, "Eum... Dari tadi sih sebenarnya." ucapnya santai.

"Cieeee, si bapak tua akhirnya punya gebetan." Teriak Ivan menggoda managernya itu. Sedangkan Nevan nampak salah tingkah dan malu-malu.

More Info :

Ig : alfinaaind19

Twitter : Alfinaindira

Wattpad : alfinaaind19

Enjoy !!!

Schédio Auris (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang