17. Geram

116 12 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca :)

Setelah mendengar cerita dari Liora, Ivan nampak sangat marah, tangannya mengepal dan wajahnya memerah menahan emosi yang sudah memuncak. Kini, Ivan paham mengapa Auris begitu membencinya hingga tak mau melihatnya lagi. Bagaimana tidak, semua ini ternyata akibat dirinya turun dari panggung kemarin. Namun, tetap saja tidak semestinya Auris di perlakukan seperti itu

Bugh...

Ivan menonjok tembok di belakangnya meluapkan segala emosinya. Nevan langsung merangkul Ivan, mencoba menenangkannya. Nevan pun terkejut mendengar cerita dari Liora. Nevan tak menyangka bahwa ada penggemar Ivan dan Seana yang begitu sadis seperti ini.

"Tenang Van, pasti ada solusinya. Pelakunya juga udah ketangkep." ucap Nevan menenangkan Ivan.

Ivan berbalik menghadap Nevan, "Tapi semua salah gue. Sekarang dia pasti benci banget sama gue," ucap Ivan dengan nada frustasinya, "Gue gak peduli, meskipun dia fans berat gue, mereka semua akan dapat hukuman yang setimpal." lanjut Ivan.

Ivan sangat terpukul dengan kejadian ini karena ia menjadi penyebab penculikan ini terjadi. Apalagi melibatkan seseorang yang teramat dicintainya. Kini, Ivan hanya bisa pasrah melihat Auris begitu membencinya, bahkan hanya namanya yang disebutka dokter untuk tidak masuk ke dalam ruangannya. Ivan tertunduk lesu duduk di lantai mengerutuki dirinya sendiri.

"Segitu cintanya lo sama dia?" tanya Ainun tiba-tiba.

Ivan langsung mendongak, "Banget," ucap Ivan dengan setulus hati, "Dia cewek idaman gue." lanjutnya. Sementara itu, Adam juga berkata hal yang sama di dalam hatinya. Auris merupakan perempuan idamannya, meskipun Adam baru saja mengenalnya, tetapi Auris bukanlah orang yang mudah dilupakan. Jika diberi kesempatan untuk memiliki Auris, sudah pasti Adam tidak akan menyakitinya, bahkan melepaskannya Adam pun enggan.

Ainun mengangguk paham, "Seharusnya lo bisa tetap jaga sikap di depan fans-fans lo. Gue jadi ikutan benci sama lo ta nggak?! Gara-gara fans-fans lo yang sok tau itu, Auris jadi korban." omel Ainun tanpa pandang bulu.

"Gue tau. Ini semua salah gue, wajar kalo Auris benci sama gue," ucap Ivan sendu, "Bang, gue mohon sama lo. Jangan sampe kejadian ini ke blow up di media." ucap Ivan kepada Nevan.

Nevan mengangguk, "Pasti, gue juga gamau urusannya tambah ribet kalo kejadian ini kesebar." ucap Nevan menyetujui perkataan Ivan.

Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruang perawatan Auris.

"Saya sudah memberikan nona Auris obat penenang. Kali ini, saya melarang dulu siapapun untuk masuk kedalam. Besok pagi, hasil rontgennya sudah keluar. Apabila tidak ada kendala, maka nona Auris di perbolehkan pulang." ucap sang dokter panjang lebar menjelaskan kondisi Auris.

Ivan, Nevan, Liora, Adam, dan Ainun mengangguk mengerti apa yang dijelaskan sang dokter. Lalu, sang dokter pun meninggalkan mereka berlima di depan ruang perawatan Auris.

"Eh, gue pulang duluan ya? Suami udah nyariin nih. Besok gue pasti kesini lagi." pamit Liora. Kemudian, Liora dan Adam pergi terlebih dahulu.

"Udah, kalian pulang aja. Gue disini nungguin Auris." titah Ainun kepada Ivan dan Nevan. tadinya, Ivan tidak mau pergi dan bersikeras untuk tetap menunggui Auris. Namun, Ainun meyakinkan Ivan untuk pulang dan beristirahat dahulu. Akhirnya, Ivan dan Nevan meninggalkan rumah sakit, dan kini hanya ada Ainun yang menunggu Auris di depan ruang perawatannya.

***

Keesokan harinya, Ainun mulai di perbolehkan masuk ke ruang perawatan Auris. Kini, Auris baru saja bangun dari tidurnya.

Schédio Auris (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang