4. Ukuran Calon Pacar

491 24 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca :)

Sinar mentari mulai redup dan mulai tergantikan oleh sinar rembulan. Hari mulai gelap, dan Ivan masih setia menunggu yang disebutnya 'calon pacar' itu. Padahal sudah sekitar empat jam dia menunggu Auris menyelesaikan kerjaannya. Kini jam sudah menunjukan pukul 6 sore, Auris pun mulai membereskan sketch-sketchnya yang berserakan di meja kerjanya.

Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Auris. Sedari tadi klien silih berganti datang dan mereka sangat terkejut dengan keberadaan aktor papan atas itu membuatnya harus mencari sejuta alasan agar tidak timbul gosip-gosip di luar sana mengenai Ivan dan dirinya. Mengingat Ivan terus menerus memandanginya sambil tersenyum seperti orang gila, membuat para kliennya semakin menerka-nerka apa yang terjadi antara dirinya dan Ivan.

Setelah Auris selesai membereskan meja kerjanya, Ivan langsung menghampirinya.

"Pulang yuk calon pacar." ucap Ivan dengan nada menggelikan, sementara Auris mendengus kesal dan berdehem sebagai jawaban Ivan.

Akhirnya, mereka berdua keluar dari butik, dan Auris harus mengantarkan Ivan kembali ke apartementnya. Sungguh menyebalkan aktor papan atas satu ini, ia meminta Auris untuk menyetir. Dengan terpaksa Auris mau tidak mau menuruti kemauan Ivan dan mengambil kendali kemudi mobilnya seperti sopir pribadi Ivan.

"Dikira gue sopirnya, dasar gila." gerutu Auris, Sementara Ivan malah terlihat sedang menahan tawa melihat ekspresi Auris yang sungguh menggemaskan.

"Apa? Puas? Kalo mau ketawa, ya ketawa aja. Biar sekalian puas."

"HAHAHAHA. Lucu banget sih calon pacar."

Auris nampak jijik dengan perkataan Ivan barusan.

Beberapa menit kemudian, hening kembali melanda Auris dan Ivan. Tak pernah bosan Ivan memandangi wajah Auris. 'Sangat cantik', hanya kata itulah yang ada di kepala Ivan tentang Auris. Sudah sekian lama Ivan menunggu momen seperti ini. Hatinya memang pernah hancur karena wanita disebelahnya ini. Namun, anehnya wanita ini pula yang menyembuhkannya.

Dua puluh menit sudah mereka menempuh perjalanan ke apartment Ivan, dan akhirnya mereka sampai juga. Sebelum turun dari mobil, Ivan menggenggam tangan Auris.

"Semoga tangan ini adalah tangan yang akan bisa gue genggam sepenuhnya lagi." ucap Ivan sembari menatap lekat mata Auris. Auris sempat terpaku oleh perkataan Ivan sekaligus tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Ivan, ia melepaskan genggaman Ivan.

"Maksud lo apa?" tanya Auris penasaran, "Ciee ngomongnya udah lo gue, biasanya juga saya anda. Tenang aja, bentar lagi juga aku kamu." ucap Ivan menggoda Auris, padahal Auris berkata demikian karena ini diluar butik. Sungguh menjengkelkan memang, tetapi dengan mati-mati an juga Auris menahan senyumnya.

"Apasih, gajelas. Udah sana turun." usir Auris sekalian mengalihkan pembicaraan.

"Iya, saya akan turun dari mobil ini. Anda silahkan melanjutkan perjalan pulang." ucap Ivan dengan gaya sok formalnya. Auris memutar bola matanya malas mendengar perkataan Ivan yang seolah-olah mengikuti gaya bahasanya.

"Udah sana, lama amat." ucap Auris dan akhirnya Ivan pun turun dari mobilnya. Setelah itu, Auris langsung menancap gas pulang ke rumahnya.

***

Keesokan harinya, seperti biasa Auris dengan kesibukannya menggambar design baju untuk para kliennya. Ada beberapa fitting hari ini yang harus dijalani oleh Auris, dan yang paling menyebalkan adalah hari ini ada jadwal pengukuran badan Ivan untuk bajunya. Mau tidak mau, ia harus bertemu dengan Ivan lagi hari ini.

"Nun, ada jadwal fitting lagi gak jam segini?" tanya Auris pada Ainun karena sesungguhnya, ia sangat lapar dan belum menyantap apapun dari pagi.

"Oh ad-" ucapan Ainun terpotong oleh seorang lelaki dengan gaya fashionnya yang modis, siapa lagi kalau bukan sang aktor, Ivander Haidar.

"Halo, Gue udah dateng." ucap Ivan bersemangat dengan Nevan, sang manager di belakangnya. Sementara itu, Auris memutar bola matanya malas melihat kedatangan Ivan.

"Nah, baru mau gue bilang. Eh, orangnya udah dateng." ucap Ainun cengengesan. Auris langsung menatap tajam kearah Ainun. Melihat suasana hati bosnya sedang tidak baik, Ainun pun langsung ijin keluar dengan alasan akan mengambil bahan di gudang.

Ivan langsung duduk di sofa tanpa menunggu Auris mempersilahkannya. Dengan gaya sok nya itu, Ivan langsung ingin diukur untuk baju yang akan digunakan di acara gala premier film terbarunya.

Entah mengapa, Auris merasa ada perubahan atmosfer di dalam ruangannya. Ia merasa lebih panas, meskipun di ruangannya menggunakan AC. Anehnya lagi, Auris merasa berdebar-debar ketika akan mengukur tubuh Ivan. Alhasil, Auris agak menjaga jarak saat mengukur tubuh Ivan. Ivan pun heran, apakah seperti ini seorang designer mengukur tubuh seseorang.

Secara tiba-tiba, Ivan menarik pinggang Auris seolah Ivan akan memeluknya, sehingga jarak mereka sangat berdekatan. Seketika itu, Auris sangat terkejut dan menatap lekat mata Ivan untuk beberapa detik.

"Kalo ngukur badan calon pacar itu yang benar. Masa jauh gitu, harusnya tuh jaraknya segini." ucap Ivan lembut membuat Auris melting untuk sesaat.

"Apa-apaan sih. Gak gini juga kali." ucap Auris ketus dan bersamaan dengan itu, ia melepaskan tangan Ivan dari pinggangnya.

"Ekhm." Nevan yang melihat kejadian itu pun hanya berdehem mengingatkan bahwa ini adalah ranah pekerjaan dan harus profesional. Ivan langsung memberi tatapan tajam ke sang manager seolah berkata, Ini adalah urusanku, dan jangan ikut campur. Namun, tiba-tiba perut Nevan mulas dan merasa ingin buang air besar.

"Aduh, perut gue mulas. Auris, toilet sebelah mana, ya?" tanya Nevan sambil memegangi perutnya.

"Keluar ruangan saya belok kiri, terus aja toiletnya sebelah kanan."

Dengan tergesa-gesa, Nevan langsung keluar dari ruangan Auris dan sialnya ia malah menabrak Ainun yang membawa tumpukan kain dan beberapa wadah payet. Alhasil, tumpukan kain dan wadah payet itu pun jatuh berceceran. Ainun sangat terkejut sekaligus kesal. Ia menatap tajam ke arah Nevan, dan siap-siap untuk menyemprotnya dengan sumpah serapahnya. Namun, Nevan dengan secepat kilat langsung berlari menuju toilet tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sementara itu, di ruangan Auris, Ivan tak henti-hentinya memandangi Auris yang sedang mengukur tubuhnya. Sedangkan Auris, kini ia berusaha mati-matian untuk menetralkan detak jantungnya yang entah mengapa kini terpompa sangat cepat. Ivan yang melihat kegugupan Auris langsung memiliki ide untuk menjahilinya lagi.

"Kok tangan lo gemeteran? Gugup ya?" goda Ivan, dan langsung mendapat tatapan tajan dari Auris.

"Enggak." elak Auris dengan singkat. Dengan telaten, Auris mengukur beberapa bagian tubuh Ivan seperti lengan, kaki, lingkar pinggang dan lain-lain. Biasanya, Auris sangat tenang dalam hal pekerjaan. Namun, kini sangat berbeda. Ia terlihat sangat gugup mengukur tubuh Ivan. Maka dari itu dengan cepat ia menyelesaikan pekerjaannya kini dengan Ivan, dan benar, tak sampai tiga puluh menit, Auris telah selesai mengukur tubuh Ivan. Tiga puluh menit kali ini serasa tiga puluh jam bagi Auris karena perasaan aneh menerpa dirinya.

Setelah mengukur tubuh Ivan, Auris pun membereskan alat meterannya dan memasukannya ke laci. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan Auris hampir pingsan. Namun, dengan sigap, Ivan menyangga tubuh Auris agar tidak terjatuh.

"Lo kenapa?" tanya Ivan panik.

Auris hanya menggeleng, "Gapapa, cuman lemes aja belum makan." Ucap Auris lemas.

"Yaudah, makan yuk sekarang. Gue temenin." putus Ivan, dan secara tiba-tiba, Ivan menggendong tubuh Auris ala bridal style keluar ruangan yang membuat para staf butik memekik iri.

Auris tidak punya tenaga untuk melawan Ivan, dan membiarkan dirinya digendong begitu saja oleh Ivan.

More Info :

Ig : alfinaaind19

Twitter : Alfinaindira

Wattpad : alfinaaind19

Enjoy!!!

Schédio Auris (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang