27. Perawat Pribadi

86 5 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca :)

Selama perjalanan, Auris sama sekali tidak bisa fokus ke depan, berulang kali ia menoleh ke arah Ivan yang sedang menggigil kedinginan. Auris harus cepat karena meskipun tubuh Ivan terbalut oleh kain wol yang sifatnya menghangatkan, tetapi baju yang melekat di tubuh Ivan basah kuyup. Auris benar-benar khawatir dengan kondisi Ivan, melihat badan Ivan gemetar dan bibirnya membiru, sungguh membuat Auris panik.

Setelah menempuh perjalanan selama hampir tiga puluh menit, akhirnya sampailah mereka di apartement Ivan. Auris turun dari mobil dan membuka pintu sebelah. Dengan perlahan, Auris meletakkan lengan Ivan di punggungnya. Ia menuntun Ivan menuju apartementnya. Dengan lemas, Ivan masih tersadar dan menoleh ke arah Auris. Ia sempat tersenyum hangat melihat Auris dengan susah payah membantunya.

Beberapa saat kemudian, mereka berdua sampai di kamar apartement Ivan. Auris menuntun Ivan untuk berbaring di tempat tidurnya. Setelah itu, Auris duduk di samping Ivan. Auris bingung harus berbuat apa, sementara tubuh Ivan masih menggigil dan harus ganti baju. Auris menuju walking closet Ivan dan mengambil kaos dan celana panjang untuk Ivan. Lalu, ia kembali lagi menghampiri Ivan.

Auris menggigiti kuku jari tangannya, ia gugup dan gelisah, "Van, hei, lo bisa ganti baju sendiri kan?" tanyanya sambil mengguncangkan pelan tubuh Ivan. Namun, tidak ada respon dari Ivan.

Akhirnya, dengan tangan gemetar, Auris melepas satu demi satu kancing Ivan. Namun, saat akan melepaskan kancing terakhir, tiba-tiba tangan Auris di cekal oleh tangan Ivan. sontak, Auris langsung menoleh ke arah Ivan.

Ivan tersenyum hangat dengan wajah pucatnya, "Gue masih bisa ganti sendiri kok." ucap Ivan lemah lembut.

Auris langsung menarik tangannya menjauh dari tubuh Ivan, "Oke, lo laper nggak? Gue bikinin sup atau apa gitu yang bikin badan hangat."

Ivan mengangguk, "Iya, gue laper. Bikinin sup, ya?" ucapnya lirih. Sementara itu, Auris langsung mengangguk semangat.

"Oke, ada bahan kan di kulkas lo?"

Ivan kembali mengangguk mengiyakan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Kemudian, Auris bergegas menuju dapur di apartement Ivan. sesampainya di dapur, Auris langsung membuka kulkas Ivan. Di sana, Auris agak terkejut dengan isi kulkas Ivan yang sangat lengkap dan terisi dengan baik. Lalu, Auris mengambil beberapa bahan yang memang biasa digunakan sebagai isian sup seperti wortel, kentang, beberapa potong ayam, dan sayuran lainnya.

Setelah itu, mulailah Auris memasak sup. Tanpa sadar, sebenarnya Ivan mengintip dari balik pintu kamarnya, ia mengabadikan momen ini dengan memotret Auris secara diam-diam. Meskipun masih terasa pusing dan lemas, Ivan terasa tersembuhkan saat melihat Auris sangat perhatian dengannya. Ivan tersenyum hangat, walaupun tidak enak badan, ia sangat senang melihat Auris saat ini, bahkan ia rela sakit terus apabila Auris bersikap seperti ini kepadanya.

Tak lama berselang, akhirnya Auris telah menyelesaikan masakannya. Auris menuangkan sup ke mangkok dan mengambil nasi secukupnya dan meletakkannya di nampan yang akan di bawa ke kamar Ivan. Begitu melihat Auris akan ke kamarnya, Ivan langsung bergegas membaringkan diri di tempat tidurnya.

Setibanya di kamar Ivan, Auris meletakkan nampan yang ia bawa di nakas sebelah tempat tidur Ivan. Auris melihat Ivan tengah tertidur pulas dengan wajah yang pucat. Tanpa sadar, Auris melengkungkan senyum di bibirnya ketika melihat Ivan tertidur dengan deru nafas teratur.

Hening sesaat suasana di kamar Ivan. Tak lama berselang, Ivan merasa tak ada pergerakan dari Auris. Lalu, ia membuka kedua matanya dan Auris tertangkap basah oleh Ivan sedang memandanginya. Sontak, Auris langsung memalingkan wajah. Auris sangat malu dan rasanya, ia ingin menghilang sekarang juga.

Schédio Auris (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang