Budayakan vote sebelum membaca :)
"Gue mau batalin pertunangan kita, gue mau putus." Ucap Auris dengan mata yang berkaca-kaca, membuat Ivan sangat terkejut. Tak hanya Ivan, seisi ruangan pun juga ikut terkejut dengan apa yang dikatakan Auris barusan.
"Ma-maksud kamu apa? T-tapi kenapa?"
Brak...
Auris melemparkan map yang berisi semua dokumen, serta buku diarynya di hadapan Ivan. Kini, mata Ivan tertuju kepada map yang tergeletak di lantai yang ada di depan Ivan. "Apa itu?" tanya Ivan.
"Buka aja."
Kemudian, Ivan berjongkok mengambil map tersebut dan membukanya. Di sana terdapat buku diary Auris dan dokumen-dokumen lainnya. Ivan pun membaca satu persatu dokumen-dokumen dan buku diary milik Auris. Mata Ivan melebar ketika membaca sepucuk surat yang ditulis oleh Airis. Setelah itu, ia membuka buku diary milik Auris.
"Langsung aja ke halaman terakhir."
Ivan pun menuruti perkataan Auris dan langsung membuka buku diary milik Auris di halaman terakhir. Ivan membacanya seksama kata perkata dengan ekspresi yang sulit diartikan. Setelah membaca halaman terakhir dari buku diary Auris, Ivan pun menatap mata Auris dengan mata yang berkaca-kaca. "Ris."
"Belum selesai, buka tuh dokumen satunya."
Dengan bergegas, Ivan membuka surat kabar beserta dokumen-dokumen tentang kasus kecelakaan yang menimpa Auris. Betapa terkejutnya Ivan ketika melihat nama ibunya yang berstatus sebagai tersangka pada kasus ini. Ia tak menyangka bahwa ibunya lah dalang dari semua ini. Tangan Ivan lemas seketika dan dokumen-dokumen yang ada di genggamannya pun terjatuh. Pandangan Ivan beralih ke Auris, ia menatap Auris dengan perasaan bersalah yang begitu mendalam. Air matanya pun tak lagi terbendung, Ivan menangis di hadapan Auris. Bagitu pun dengan Auris yang sudah terisak sedari tadi.
"Ris." panggil Ivan lirih.
"Gue gak bisa tunangan sama kakak tiri gue. Gue mau putus!" ucap Auris, membuat para undangan terkejut dan ikut penasaran dengan dokumen-dokumen itu.
"Ris, pliss dengerin gue dulu."
Auris sama sekali tak bergeming, ia malah menunduk dan membereskan map yang ia bawa. Kemudian, Auris melangkahkan kakinya menuju keluar restaurant. Namun, diam-diam ada seseorang di sana yang merekam kejadian tersebut dan mengunggahnya ke sosial media. Hanya dalam hitungan detik, video tersebut sudah menyebar.
"Ris, tunggu." teriak Ainun yang sudah beranjak dari tempat duduknya dan berlari mengejar Auris. Akhirnya, Auris dan Ainun pun pulang bersama.
Dalam perjalanan, Auris terdiam dengan air mata yang masih mengalir. Sementara itu, Ainun fokus menyetir. Namun, sesekali Ainun melirik sekilas ke arah Auris. Beberapa menit kemudian, mobil Auris terhenti di halaman rumah Auris. Kemudian, Auris langsung masuk ke kamarnya. Sementara itu, Ainun duduk di sofa tengah dan mencoba tenang dengan semua keterkejutannya saat ini. Kemudian, pandangannya beralih ke map yang Auris bawa tadi yang di letakkan di meja ruang tv.
Ainun pun membuka map tersebut dan membacanya satu per satu. Membaca semua dokumen dan buku diary milik Auris, membuat Ainun ikut sedih. Ia tak bisa membayangkan bagaimana posisi Auris saat ini. Kemarin adalah hari bahagianya dimana ia dilamar oleh Ivan. Namun, sekarang baru terkuak bahwa Ivan adalah kakak tirinya dan ibu Ivan adalah pelakor yang membuat Auris dan ibunya menderita selama ini.
Kemudian, Ainun mengambil remote tv dan menyalakannya. Betapa terkejutnya Ainun, yang tersiar saat ini adalah acara gosip yang memberitakan kejadian barusan dengan menampilkan rekaman video percakapan Auris dan Ivan tadi di restaurant yang diunggah di instagram. Mata Ainun membulat seketika dan ia langsung berlari menuju ke kamar Auris yang kebetulan terbuka. Ainun langsung masuk ke kamar Auris dan melihatnya duduk di lantai sembari terisak. Ainun langsung menghampiri Auris dan memeluknya, ia semakin tak tega mengatakan bahwa kini ia diberitakan di mana-mana dengan videonya yang tersebar di sosial media.
"Ris, lo kuat! Lo bisa hadepin semua ini. Lo nggak sendirian, ada gue, ada temen-temen yang lain yang terus ada di samping lo." bisik Ainun.
Auris mengangguk sembari terisak, ia masih syok dengan kenyataan yang terungkap hari ini. "Kenapa kayak gini akhirnya, Nun? Gue sayang sama Ivan, tapi kenapa kenyataannya semenyakitkan ini, rasanya gue ga sanggup ngadepin semua ini. Hiks ... Hiks ...,"
"Lo ngadepin semua ini nggak sendirian, ada gue, ada Liora, ada temen-temen yang lain yang akan terus ada di samping lo, nguatin lo. Gue yakin, semua ini pasti berlalu, Ris. Gue tau semua ini berat buat lo, tapi gue minta satu hal, jangan nyerah sama hidup lo. Kalo lo kuat, gue yakin tuhan pasti akan kasih kehidupan yang lebih indah nantinya." ucap Ainun panjang lebar.
"Tapi, ini berat banget buat gue." ucap Auris lirih.
"Gue yakin lo bisa."
"Makasih ya, Nun." ucap Auris sembari membalas pelukan Ainun. "O iya, gue ada satu permintaan buat lo."
Ainun melepaskan pelukannya, "Apa?"
"Lanjut kuliah, ya? Kelola butik gue." ucap Auris serius, membuat Ainun terkejut. "Oke gue lanjut kuliah, tapi enggak buat kelola butik lo."
"Kenapa?" tanya Auris dengan raut kekecewaannya. "Ya, kan ada lo. Gue merasa gak pantes aja."
"Gue kan pernah bilang, gue pengen buka cabang sekalian sekolah fashion designer di Bandung. Lagi pula ada papa di sana."ucap Auris.
Ainun terdiam sejenak dan meneguk salivanya, "O-oke, gue mau."
***
Pagi harinya, rumah Auris dikelilingi oleh belasan awak media yang ingin meliput dan mewawancarai Auris terkait video percakapannya kemarin yang tersebar di sosial media. Sementara itu, Auris masih terlelap di kasurnya dengan terbalut selimut tebalnya. Tak lama berselang, tubuh Auris menggeliat dan merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku.
"Duh, badan gue sakit semua." gumam Auris dengan suara serak khas bangun tidur. Kemudian, dengan perlahan ia bangkit dari posisi tidurnya dan duduk sejenak untuk mengumpulkan sebagian nyawanya.
Tak lama berselang, Ainun pun masuk ke kamar Auris dengan napas terengah-engah. Melihat itu, dahi Auris mengernyit, ia tidak mengerti mengapa Ainun tergesa-gesa masuk ke kamarnya dengan napas terengah-engah seperti setelah melihat hantu.
"Lo kenapa? Abis lihat setan?" tanya Auris sembari menguap.
Ainun masih berusaha mengatur napasnya dan menarik napas dalam-dalam. "D-di luar banyak wartawan." ucap Ainun, membuat Auris melebarkan matanya dan kini nyawanya terkumpul seratus persen.
Auris langsung berdiri dan melihat keluar jendela. Benar kata Ainun, di luar rumahnya sudah terdapat mungkin belasan wartawan yang ingin meliputnya. Namun, yang membuat Auris heran, tentang apalagi yang ia perbuat kini, membuat para wartawan itu datang ke rumahnya.
"Kenapa mereka kesini?" tanya Auris sembari berbalik badan menghadap Ainun.
"Eum, itu—,"
"Itu apa?" tanya Auris tegas, membuat Ainun bergidik ngeri. "T-tentang semalem."
"Ha? Semalem? Maksudnya?" tanya Auris masih tidak mengerti apa yang sedang menimpanya. Tanpa menjawab Auris, Ainun menarik tangan Auris dan membawanya ke ruang tv. Kemudian, Ainun menyalakan tv dan terpampang pemberitaan tentangnya beserta video rekaman pada acara makan malam semalam. Melihat pemberitaan tersebut, tubuh Auris lemas seketika. Tubuhnya jatuh terduduk di lantai, ia tak menyangka semua ini terjadi kepadanya secara bertubi-tubi.
"Apa yang harus gue lakuin?" tanyanya pada dirinya sendiri sembari meremas baju tidurnya. Air matanya pun luruh seketika, melihat itu Ainun langsung duduk di sebelah Auris dan memeluknya, mencoba untuk menenangkan Auris.
"Ris," panggil Ainun lirih.
"Gue udah muak sama semua ini. Hiks ... Hiks ...," ucap Auris sembari terisak. "Lo kuat, Ris. Lo bisa lewatin semua ini."
Auris melepas pelukan Ainun dan mengusap air matanya. "Oke, gue akan lawan semua ini!" ucap Auris.
More Info :
Ig : alfinaaind19
Twitter : Alfinaindira
Wattpad : alfinaaind19
Enjoyy!! Stay safe and stay healthy yaa. Semoga part ini bisa menghibur dan kalian pada suka yaa. O iya jangan lupa vote dan comment yaaa !!
See you next part !!
KAMU SEDANG MEMBACA
Schédio Auris (End)
Romansa[COMPLETE] "Memori yang hilang dan tak terungkap" Seorang designer pemilik butik Auris bernama Naraya Auristella harus kehilangan ingatan di masa lalu karena kecelakaan yang dialaminya. Semua cerita tentang dirinya sudah menetap dalam memorinya. Nam...