Happy reading
***
Zila turun dari motor Aldi dan betapa malunya ia kesulitan membuka helm yang ia kenakan, Aldi yang sudah melepas helmnya mengerutkan keningnya melihat Zila yang tidak bisa melepas helmnya.“Ish bego!” Ucapnya geram. Ia menyingkirkan tangan Zila dan membuka helm itu dari kepala Zila.
“Gue gak biasa!”
“Bisa make tapi gak bisa ngelepas dasar! Mana harus mmapir dulu ambil helm, untung tempat tongkrongan gue searah sama sekolah.” Rutuknya.
“Kenapa sih?! Marah-marah mulu! PMS LO?”
“IYAAA, BELIIN KIRANTI DONG . . . SAKIT NI PUNGGUNG GUE.”
“GOBLOK BANGET SIH LO. ALAY LAGI, BARU DI LEMPAR BOTOL MINUM ISI AIR.”
Aldi mengambil botol air yang digunakan Raisa untuk melemparnya, tangan sebelah kanan yang digunakan untuk memegang botol air mineral itu ia angkat ke atas seolah-olah ingin memukul Zila.
Zila refleks memejamkan matanya karena tingkah Aldi.
“Ini masuk dalam kasus penganiayaan memukul dengan sengaja.” Aldi terkekeh dan pergi meninggalkan Zila yang mengggeram. Zila mengejar Aldi dan memukul punggunya dengan tangannya.
Zila terdiam saat Aldi menyiram tanaman yang masih berukuran kecil di dalam pot bunga. Ia pun jadi tersadar bahwa mereka tidak melewati pintu gerbang, melainkan melewati pintu istimewa.
Ya, pintu istimewa. Hanya orang-orang tertentu yang bisa lewat dari jalur ini, jalur bebas hukuman dan keterlambatan. Setelah Aldi menyiram tanaman ia memandang Zila yang terdiam cukup lama.
“Kenapa? Bukannya lo sering keluar masuk lewat sini?” Tanya Aldi sambil melangkahkan kakinya kecil meninggalkan Zila.
“Gimana lo—“ Zila menyusul Aldi yang sangat tampak santai.
“Biasa aja kali, lo gak lihat motor mobil yang terparkir di sana. Dan yha, lo salah satu bagian dari kita, dengan lo ngubah nama lo sampai satu sekolah gak ada yang tahu . . . . Apa kurang jelas ?” Sindir Aldi.
“Bukan gue yang mau,nyokap gue.”
Aldi menoleh menatap wajah Zila yang merasa bersalah. “Kenapa sih? Yang tahu juga gue, kaya teman-teman lo aja yang tahu.” Mereka melewati koridor dan sampailah Aldi membuka pintu dengan kunci yang ia bawa. Pintu ini tampak seperti ruangan biasa jika dilihat dari sekolah, tapi jika melewati jalur tersembunyi, pintu ini adalah pintu istimewa bagi orang-orang tertentu.
Melangkah sedikit terlihat lah lapangan sekolah yang lumayan luas, pemandangan di sana tak lain adalah kedua sahabat Zila, Raisa dan Cery yang sedang hormat pada bendera di tengah teriknya panas matahari.
Ia tidak pernah melakukan apa yang Raisa dan Cery lakukan padahal ia sering terlambat.
Zila berjalan menuju lapangan tempat Raisa dan Cery namun, tangannya dicekal oleh Aldi. “Gue yakin lo gak mampu, jangan aneh-aneh.”
“Jangan ngeremehin gue, gue gak mau teman gue kepanasan sedangkan gue ngga padahal kita sama-sama salah.”
Zila menghempaskan tangannya agar Aldi melepaskan tangannya darinya. Ia berjalan menghampiri Raisa dan Cery yang sedang hormat pada bendera, ia mengikuti mereka menjalani hukuman dan ini pertama kalinya baginya.
“Baru datang Zee?”
“Iya, soalnya kak Aldi ambil helm dulu pas mau enbengin gue. Ngeselin sih.”
“Udah bilang terima kasih?’ Tanya Raisa.
Zila menggeleng sambil tetap hormat pada bendera.
“Oh kalau gitu sekaliana aja gue mau sampein permintaan maaf gue ke kak Aldi.” Zila mengangguk paham, kalau dipiikir-pikir Aldi sudah baik padanya tapi ia malah tidak mengucapkan kata terima kasih.
“Hebat ya pahlawan kita sampai bendera merah putih akhirnya bisa dikibarkan di seluruh daerah di negara Indonesia tercinta.”
“Aneh ya, kalau misalnya lagi hormat bendera ada yang malahmain-main.”
Siswa-siswi yang berada di luar kelas memandang mereka heran, dihukum hormat bendera di tengah teriknya panas matahari di sekolah seperti ini? Astaga yang benar saja! Padahal masih banyak hukuman mendisiplinkan yang tercatat di mading sekolah.
Arsa bersama Axel dan Aldi memandang mereka bertiga dengan heran. Arsa seperti tidak terima jika tiga perempuan itu di hukum dengan cara seperti ini.
“Lebih aneh lagi sekolah kaya gini dan di jaman ini masih ada hukuman kaya gini, gue gak mampu.” Cahaya matahari semakin bersinar di penglihatan Zila sampai membuat penglihatannya perlahan-lahan kabur dan seperti menghitam.
Zila langsung terbaring pingsan di lapangan, dengan cepat dan sigap Aldi menghampirinya dan membawanya ke UKS.
Raisa dan Cery betul-betul terkejut, rasanya bahkan jadi ingin ikutan pingsan saat melihat teman mereka pingsan seperti ini.
“Lanjutin hukuman apa nyusul ke UKS?” Tanya Cery lemah seraya menelan salivanya.
“UKS, capek gue.” Raisa dan Cery saling merangkul sama lain menuju UKS. Mereka duduk di lantai UKS dan menyandar pada tembok yang ada.
“Kalian kenapa kaya orang gak sanggup hidup?” Tanya Aldi. Raisa dan Cery menyunkan bibirnya dan memasang wajah ingin menangis.
“Teman kita pingsan yha sedih lah! . . . .” Ucap Cery kesal.
“Kita aja yang jagainn Zila, kak Aldi pergi aja sana! Lagian mau siap-siap basket kan?” Timpal Raisa.
“Tahu nih seharusnya Zila gak ikutan di hukum, kan kak Aldi bisa kasi alasan orang lagi masa istimewa dapat hak dispensasi sama keluar masuk sekolah bebas. Pintu istimewa gitu.”
“Maksudnya???”
“Gak tahu kaya Audrey.” Sahut Cery. “Ngeselin banget si Audey mentang-mentang anak kepala sekolah bisa-bisanya nyuruh satpam kasi hukuman buat kita untuk hormat bendera di tengah teriknya panasa matahari gini. Kalau bukan demi pintu gerbang di bukain gak akan percaya gue sama yang dia bilang kalau peraturan sekolah memerintahkan kita untuk hormat tiang bendera selama lima belas menit.Lima menit. Sepuluh menit aja ini udah gak mampu.” Dumelnya kesal.
“Audrey?” Aldi langsung buru-buru keluar dari ruang UKS.
“Gue minta maaf ya kak.” Ucap Raisa sedikit menaikkan volumenya, entah di dengar atau tidak karena ia sangat lemah sekarang.
***
Instagram : naswanindya & sandaranletih
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kita
Teenfikce⚠️ please don't copy my story Original karya sendiri. --- Semua tampak biasa saja, hanya ada misteri abu-abu yang perlahan dilupakan, romansa yang menimbulkan penyesalan karena kebodohan. Masalah dimulai saat Raisa menghilang, ada dendam yang ingin...