29

3.1K 292 24
                                    

Kediaman keluarga Nugraha terlihat lebih sepi pagi ini. Mungkin karena penghuni rumah ini masih belum melakukan aktivitasnya. Namun, para pekerja sudah terlihat mengerjakan tugas mereka dengan baik. Ada bi Narti yang tengah asik memotong sayuran, atau pak Umar yang sedang mencuci mobil. Juga Abdi seorang pria berusia 25 tahunan itu juga tampak serius menyiram tanaman milik Dinda yang tumbuh subur di halaman samping.

Nata menginjakkan kaki di rumah ini setelah hampir tiga hari ia menginap di rumah Aldi. Tidak ada sambutan, tidak ada yang menjemput, bahkan mungkin tidak ada yang menyadari dirinya tidak berada di rumah.

Nata kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat ternyamannya di rumah ini, hanya ada satu tempat yaitu kamar miliknya. Ketika ia hendak memasuki kamarnya, ia mendengar suara tawa dari kamar sebelah yang pintunya sedikit terbuka. Itu suara Byan yang tertawa dan suara lain seperti suara ayah dan bundanya yang sedang menggelitiki Byan yang juga terdengar tertawa bahagia.

Nata tak mau berlama-lama, ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Menutup rapat pintu dan menguncinya.

Langsung ia rebahkan tubuhnya ke kasur yang sudah tiga hari ini ia tinggalkan. Memejamkan matanya, mencari kehangatan yang mungkin masih tersisa.

Tanpa sadar lelehan bening itu lolos mengalir di pipinya. Nata menangis tanpa suara, takut mengganggu. Padahal mau ia berteriak pun tidak akan ada yang mendengarnya, ruangan ini kedap suara.

Serapat apapun ia menyembunyikan lukanya, ia hanya seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang. Ia juga seorang anak yang punya rasa iri. Ia juga ingin disayang, dimanja.

Nata menangis hingga tanpa sadar ia tertidur. Dalam tidurnya pun ia tetap menangis. Pipinya basah oleh jejak air mata, matanya juga sembab, hidungnya pun memerah.

***

Aldi terus mencoba menghubungi Nata. Dari dua jam lalu semenjak anak itu pamit pulang belum ada kabar darinya. Tentu saja Aldi khawatir, anak itu belum betul-betul pulih dan sudah memaksa untuk pulang ke rumahnya.

Aldi sudah mencoba menghubungi ponsel Nata, namun tak ada jawaban. Menelpon ke rumah anak itupun di jawab bi Narti kalau ia belum melihat Nata pulang.

Kemana anak itu?

Tadi ia sudah menghubungi Dinda ataupun Adi juga tak ada yang menjawab. Menghubungi Arkan malah ia bilang ia belum pulang sejak kemarin jadi ia tidak tau.

Aldi yang sekarang tengah menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya yang tiba-tiba pulang tidak bisa fokus. Bahkan jika diajak ngobrol dengan mama dan papa nya pasti ia hanya menjawab seadanya, tak seperti biasanya ia yang akan selalu antusias jika itu dengan kedua orangtuanya.

***

Hari sudah sore, Nata baru terbangun. Kepalanya pusing mungkin efek kebanyakan tidur. Dilihatnya matahari sebentar lagi meninggalkan peradaban tampak dari kaca transparan yang menghubungkan ke balkon.

Nata mendudukkan diri, mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang masih menolak untuk bangun. Bangkit kemudian pergi ke kamar mandi.

Setelah beberapa menit, Nata keluar dengan keadaan yang terlihat lebih segar. Dengan kaos pendek hitam dan celana pendek yang juga berwarna hitam. Nata kembali ke kasurnya mencari ponselnya. Terlihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Aldi, ada juga pesan dari Aldi kirim yang tak bisa Nata baca seluruhnya saking banyaknya yang isinya menanyakan dimana dirinya. Juga beberapa pesan dari Arkan abangnya, yang juga menanyakan dimana keberadaannya.

Nata hanya membalas "rumah" pada pesan yang Arkan kirim. Kemudian menghubungi Aldi yang mungkin sekarang tengah frustasi.

"Lo dimana gila? Gw telpon dari tadi nggak dijawab" teriak Aldi diseberang dengan emosi.

Nata menjauhkan ponselnya dari telinganya. Teriakan Aldi berbahaya untuk kesehatan gendang telinga.

"Yaa sorry, tadi gw ketiduran hpnya gw silent"

"Lain kali nggak usah pake di silent segala" ungkap Aldi kesal

"Hmm" jawab Nata malas

"Udah makan belum?" Tanya Aldi

"Udah" jawab Nata tak yakin

"Boong dosa, makan sana obatnya jangan lupa" peringat Aldi

"Hmm"

"Denger nggak?" Tanya Aldi

"Iya kak Al" sahut Nata sinis

"Bagus, gih sana makan"

Tanpa menunggu jawaban Nata, Aldi secara sepihak langsung mematikan panggilan. Nata hanya menghela nafas. Jika Aldi ada dihadapannya sekarang akan ia lempar dengan sendal pikirnya.

Nata menuruti perintah Aldi, ia turun ke bawah dan menuju ruang makan. Di sana sudah ada bunda, ayah dan Byan yang tengah menyantap makan malam mereka. Nata berhenti sejenak, menarik nafas kemudian menghembuskannya secara perlahan. Kemudian melanjutkan langkahnya kembali.

"Malam semua" sapanya dengan ceria

Atensi ketiganya teralihkan, menatap asal suara.

"Adek udah pulang? Kok Bunda nggak tau?" Bukannya menjawab sapaan Nata Dinda lebih penasaran kapan putra bungsunya ini sudah kembali. Setahunya, Nata sedang menginap di rumah Aldi yang memang sudah menjadi kebiasaan anak itu. Ia tau Nata menginap pun tentu dari BI Narti.

Nata tersenyum, ia sudah dari tadi pagi pulang. Tapi tidak ada satupun yang menyadari.

"Barusan kok Bun, tadi Nata mandi dulu baru deh kesini" ucapnya masih menampilkan senyum manis.

"Oh gitu, sini dek yuk makan malem barang dulu" ajak Dinda

Nata mengangguk, duduk di sebelah bundanya. Dilihatnya Byan yang tersenyum ke arahnya. Dan ayah yang kembali melanjutkan makannya.

Acara makan malam berakhir, Nata langsung pamit lebih dahulu ke kamarnya. Sedari awal menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya, perutnya terasa seperti memberontak menolaknya. Mual, perutnya terasa seperti diaduk-aduk.

Di dalam kamar mandi, Nata masih berjongkok memegang pinggiran closet. Inginnya segera beranjak dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur, namun tenaganya terasa terkuras habis. Bahkan semua makanan yang tadi ia coba telan kini telah musnah kembali ia keluarkan.

Sakit kepala yang akhir-akhir sering ia rasa seperti ikut andil menambah kesakitannya. Air matanya lolos tanpa diminta. Entah seberapa sakit yang membuatnya begitu tersiksa.

Nata rasa sakit kepalanya semakin menjadi, sesuatu yang terasa hangat turun dari hidungnya. Hingga detik berikutnya penglihatannya memburam dan hitam.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang