31

3.2K 270 16
                                    

"Bukankah kamu sudah mulai bergerak? Mana rencana yang sudah kita susun? Atau jangan-jangan kamu terbawa suasana dan menjadi kasihan terhadapnya?" Terlihat seorang wanita itu begitu emosi.

"Bukan begitu, hanya saja" jawabnya dengan keraguan

"Hanya saja mungkin kamu sudah terlanjur menjatuhkan hatimu untuknya? Ingat, dia penyebab kekacauan dalam hidupmu" wanita itu kembali berbicara

"Iya aku tau, aku tau apa yang harus aku lakukan" ucapnya lagi.

***

Ruang rawat Nata kini terlihat dipenuhi beberapa orang. Lengkap dengan Aldi beserta kedua orang tuanya. Dinda terlihat duduk di kursi samping brankar menggenggam tangan Nata erat. Byan duduk bersebrangan dengan sang bunda, dengan ayahnya yang mengelus pundaknya menenangkan.

Arkan termenung duduk sendiri di single sofa yang menghadap pada kaca besar yang menampilkan potret kehidupan kota. Aldi duduk di sofa diapit kedua orang tuanya yang menenangkan dirinya.

Semalam, keluarga Nata menyusul ke rumah sakit setelah kehebohan yang dilakukan Arkan yang tidak memperhatikan sekitar. Raut wajah mereka yang ada di ruangan ini begitu murung. Cukup menggambarkan bagaimana isi hati.

"Terjadi penggumpalan darah di otaknya, ini mungkin efek dari benturan kecelakaan beberapa tahun lalu. Gumpalan itu sekarang menjadi tumor yang cukup membahayakan untuk keadaan Nata" penjelasan dokter Galih bagai hantaman untuk Arkan.

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang dalam benak Arkan. Yang seakan kembali mengingatkannya pada peristiwa beberapa tahun lalu, saat semua keadaan seketika berubah. Ia tidak ingin mencoba mengingat kembali masa itu. Namun sekarang, kelalaian itu menjadi bumerang bagi dirinya dan keluarganya.

"Kita bisa melakukan tindakan operasi, tapi kamu tau sendiri ini bukan sekedar operasi kecil. Kemungkinan harapan berhasil tidak bisa sepenuhnya kita dapat. Tapi untuk sekarang hanya tindakan ini yang bisa kita ambil".

Lagi-lagi perkataan dokter Galih menyerang kewarasan Arkan. Ia tau betul resiko yang akan terjadi jika operasi dilakukan. Kemungkinan adiknya selamat hanya 20%, itupun juga dengan segala kemungkinan yang akan terjadi pasca dilakukannya pembedahan.

Dokter Dion, selaku dokter keluarga Nugraha masih dalam perjalanan pulang. Kemarin ia sedang menghadiri acara yang diadakan di Singapura. Ia jelas terkejut dengan berita yang ia terima. 4 tahun lalu ia menjadi saksi bagaimana awal mula semuanya. Bagaimana mereka yang perlahan mulai mengabaikan Nata.

Mungkin ini sudah jalannya, memang hidup itu bagaimana pun jalannya harus tetap dijalani. Tetapi penyesalan di depan mata dak dapat dipungkiri.

***

Aldi termenung pada pembatas rooftop, memandang langit yang tengah bersinar begitu terik. Tidak ada niat sedikitpun untuk menyingkap melindungi diri dari sengatan matahari.

Lama ia terdiam disana, hingga angin bertiup membawa awan gelap yang membuat langit menjadi mendung. Cocok sekali dengan keadaannya yang sedang murung. Ia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Mungkin kalau bisa ia ingin bertukar tempat saja dengan Nata.

Bayangan Nata tersenyum begitu jelas diingatannya. Senyum yang kini tidak pernah terlihat sejak semua itu terjadi. Awal dari semua penderitaan yang dialami Nata. Aldi masih ingat sampai kini, dan ia sungguh menyesali kenapa pada saat itu iya menolak ajakan Nata. Berandai-andai seandainya semua itu tidak terjadi, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini.

Memang penyesalan itu selalu datang di akhir. Bagaimana mungkin ia harus bisa menerima, sedangkan ia saja masih tak percaya. Kejadian 5 tahun lalu kembali terlintas dalam benaknya. Hanya kata seandainya yang bisa ia pikirkan.

"Kak, besok main yuk sama om Ardi ya" pinta Nata pada Aldi.

"Nggak bisa, gw besok mau pergi sama temen gw udah janji soalnya" jawab Aldi dan Nata seakan tidak terima.

"Emangnya lo nggak mau morotin om Ardi sebelum dia nikah? Minggu depan om udah nikah tau kak" bujuk Nata

"Ya gimana, gw kan udah janji main bareng temen gw. Emm senin deh kita bolos terus ajak om Ardi ke Dufan gimana? Tawar Aldi, Nata tampak berpikir sejenak.

"Hmm yaudah deh kalo lo sibuk, tapi janji senin ke Dufan"

"Iyaa, nanti gw bilang ke om Ardi oke?" Ucap Aldi dibalas anggukan semangat dari Nata.

Seandainya, waktu bisa kembali diulang. Aldi akan membatalkan pertemuan dengan temannya dan akan ikut bermain bersama Nata dan om mereka. Seandainya ia ada disana waktu itu, mungkin ia akan tau apa yang terjadi. Mengapa kecelakaan itu bisa terjadi.

***

Di tempat lain yang begitu damai...

Nata perlahan mengerjakan matanya, matanya menyipit memandang langit yang begitu biru. Begitu cerah, tetapi sangat sejuk juga. Di depannya seperti lapang luas dengan hambaran ilalang. Ada beberapa pepohonan yang rindang, di salah satu bawah pohon rindang itu, Nata melihat sosok seseorang yang tidak asing tapi ia tidak tau siapa.

Sosok itu tersenyum kepadanya, senyum yang entah mengapa sangat dirindukannya. Seorang laki-laki dengan paras yang begitu tampan, Nata lihat sekilas ada kemiripan dengan ayahnya. Laki-laki itu berjalan menghampirinya, kemudian memeluknya begitu erat. Nata terkejut, ia bahkan tidak mengenal siapa laki-laki yang memeluknya ini.

Tapi entah dorongan dari mana, Nata malah balas memeluk laki-laki itu. Menikmati kehangatan yang diberikan kepadanya. Kemudian laki-laki itu mengurai pelukannya, menatap Nata masih dengan senyum yang tidak pernah luntur.

"Anak om sudah sangat besar" ucapnya sambil tersenyum

Nata mengerutkan keningnya, ia jelas tidak mengenal laki-laki dihadapannya ini.

"Om siapa?" Tanya Nata

Laki-laki dihadapannya tidak memberikan jawaban, tidak pula menghilangkan senyumnya.

"Kamu harus kembali, belum saatnya kamu ada disini. Jangan pernah menyerah, om pasti akan selalu bersamamu"

Setelah mengucapkan itu, laki-laki itu hilang. Kemudian setitik cahaya yang lama-lama membesar menyilaukan mata membuat Nata memejamkan matanya. Dan semuanya menggelap, Nata merasa dirinya melayang. Sebelum kesadarannya hilang.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang