5

9.1K 584 7
                                    

Didalam kelas yang ramai, terlihat Aldi, Dirga, dan Eza yang duduk di meja pojok kelas.

"Kok Nata belum masuk ya?" Tanya Eza penasaran

"Mungkin telat kali," timpal Aldi

"Nggak mungkinlah, kan tu anak rajin nggak kayak Lo" ujar Eza diakhiri dengan kekehan

"Sialan Lo" ucap Aldi

"Udah, nggak usah berantem gitu. Nanti pasti ada yang kesini buat ngasih surat izin, atau emang Natanya terlambat" Lerai Dirga

"Iya juga si" timpal Eza

Kringgg,

Bel tanda masuk berbunyi bersamaan dengan masuknya pak Ikhsan guru agama yang mengajar pada jam pelajaran pertama.

Tok, tok, tok,

"Ya masuk", sahut pak Ikhsan

Terlihat seorang siswa membuka pintu, kemudian melangkah masuk ke arah pak Ikhsan dengan menunduk.

"Pak ada pesan dari buk Rini tadi ada telepon dari orang tua Abiyana, Abi nya izin nggak masuk pak" ucapnya kepada pak Ikhsan.

"Oh, ya sudah. Terima kasih", ujar pak Ikhsan dengan tersenyum.

"Iya, sama-sama pak. Saya permisi pak", ucapnya lagi dan menyalimi pak Ikhsan.

Aldi dan Eza yang memang duduk bersebelahan kemudian saling pandang. Kemudian keduanya kompak menolehkan kepala kearah belakang. Dirga yang sadar kemudian mengendikan bahunya tanda tak tau. Aldi dan Eza yang melihat reaksi dari Dirga menghembuskan nafas pelan.

"Chat aja si Nata", suara Eza pelan pada Aldi

"Oh iya", jawab Aldi kemudian mengeluarkan handphonenya dan membuka aplikasi untuk mengirim pesan pada Nata.

"Nggak aktif anaknya" ujar Aldi pada Eza sambil menyodorkan handphonenya ke arah Eza.

"Kok nggak aktif ya tu anak" bingung Eza

Aldi hanya mengendikan bahu sebagai jawaban.

"Udah nanti aja, sekarang fokus. Nanti di hukum pak Ikhsan baru tau" ucap Dirga dari belakang. Pembelajaran di lanjutkan hingga pergantian pelajaran berikutnya.

Kelas berlangsung hingga bunyi bel istirahat pertama berbunyi. Keadaan kelas yang tadinya hening seketika berubah menjadi ricuh ketika Bu Marta yang mengajar keluar dari kelas tersebut.

"Kira-kira Nata kenapa ya, kok tumben ngabarin sekolah pake nelpon segala. Biasanya kan pak Umar yang anter surat" heran Eza

"Iya, tumben banget. Eh, tapi tadi yang ngasih tau ke kelas kita siapa ya? Kok gue ngak pernah liat" ujar Aldi

"Nanti kita ke rumah Nata aja langsung pas pulang" sahut Dirga

"Iya ya, siapa tadi tu cewek" ujar Eza tak menyahuti Dirga

"Jarang banget gitu liatnya, atau dia murid baru ya?" Tanya Aldi

"Jangan-jangan iya tu cewek murid baru", ujar Eza lagi

"Benar kan apa kata gue, tu cewek pasti murid baru" jelas Aldi

"Udah, kok jadi bahas masalah cewek si" ucap Dirga kesal.

"Hmm, kantin aja yuk" tawar Aldi yang melihat Dirga tengah kesal

"Come on" jawab Eza antusias

Ketiganya keluar kelas berjalan menuju kantin. Melihat hanya ada ketiganya yang berjalan beriringan terlihat ada sesuatu yang kurang disana.

***

Adi membuka pintu utama rumahnya, yang didapatinya hanya kesunyian. Sama seperti saat melihat pos satpam rumahnya yang kosong. Kemana perginya semua orang? Yang ia tahu, saat ini Dinda tengah berada di rumah sakit menemani Byan. Begitu pula dengan Arkan yang memang seorang dokter jelas ia sedang di rumah sakit. Dilangkahkan kakinya kearah dapur, tidak didapatinya seorang pun disana. Dilanjutkan langkahnya ke lantai 2 hendak menuju kamar putranya.

Dibukanya pintu itu, terlihat sedikit kekacauan didalamnya. Terlihat selimut yang sudah tak tertata rapi, dengan baskom berisi handuk kecil diatas nakas. Pikirnya kemudian melayang kepada putra bungsunya itu. Apa yang terjadi dengan putranya itu, dilangkahkan kakinya menuju kamar mandi siapa tahu putranya ada di dalam. Namun pintu kamar mandi itu terlihat terbuka menandakan tak ada siapapun di dalamnya. Dialihkannya pandangannya pada arah pintu balkon, namun pintu itu juga terlihat masih terkunci rapat.

Setahunya putra bungsunya itu sedang sakit, namun dimana keberadaannya sekarang. Kemudian ia bergegas turun ke bawah, masih berusaha mencari keberadaan semua orang. Pintu samping dapur terbuka dan menampakkan pak Umar disana.

"Pak Umar dari mana? Kok rumah kosong, bi Narti sama adek kok ngak ada ya pak?"

"Anu pak, kemarin mas Nata panasnya tinggi ndak turun-turun pak. Jadinya bi Narti sama saya bawa mas Nata ke rumah sakit" jelas pak Umar

"Loh, kenapa nggak ngabarin Dinda atau Arkan?" Tanya Adi

"Itu pak, kemarin udah coba di telpon tapi ndak ada yang angkat" jawab pak Umar

Adi nampak berpikir sejenak kemudian ia memijat pangkal hidungnya, kepalanya pusing.

"Bapak ndak apa-apa?" Tanya pak Umar khawatir

Adi hanya menggeleng,

"Adek sekarang di rumah sakit mana pak?" Tanya Adi lagi

"Rumah sakit Medika pak, kemarin mau di bawa ke rumah sakit keluarga, tapi mas Natanya udah ndak sadar. Terus di jalan juga tiba-tiba mimisan, makanya di bawa ke rumah sakit terdekat saja takut kenapa-kenapa" jelas pak Umar

"Kalau begitu pak Umar di rumah saja, saya akan menyusul ke rumah sakit"

"Iya pak"

Adi berjalan menuju pintu utama, ia keluar rumah masih dengan jas yang ia kenakan saat sampai di rumah tadi. Dilangkahkan kakinya menuju salah satu mobil yang ada di parkiran. Dilajukan mobil itu, beruntung gerbang telah dibuka oleh pak Umar. Mobil dilajukan dengan kecepatan sedikit cepat oleh Adi. Beruntung jalanan terlihat lenggang jadi memudahkannya melajukan mobilnya dengan cepat.

Setalah diparkirkannya mobil putih itu, dilangkahkan kakinya memasuki rumah sakit. Langkahnya menuju meja resepsionis rumah sakit itu.

"Permisi, ruang untuk pasien atas nama Abiyana dimana ya?" Tanyanya pada perawat yang berjaga

"Tunggu sebentar bapak" ujar perawat tersebut

"Ruang VIP No.3 pak, ruangannya ada di lantai 4. Setelah keluar dari lift belok ke kanan pak" jelas perawat tersebut dengan senyum

"Terima kasih" ujar Adi

Adi pun berjalan menuju lift. Dilangkahkan kakinya masuk ke dalam lift. Setelah sampai di lantai 4 ia bergegas menuju kamar tempat Nata dirawat. Dibukanya perlahan pintu itu. Telihat Nata tengah tertidur di ranjang rumah sakit mengenakan pakaian pasien, mask oksigen bertengger menutupi hidung serta mulutnya. Jangan lupakan jarum infus yang tertancap di punggung tangan kirinya.

Sedangkan bi Narti duduk di kursi sebelah kanannya dengan membacakan ayat suci Al-Quran. Terdengar suara bi Narti lirih, sesekali ia menghapus air matanya.

Adi berjalan ke arah Nata, mata itu masih terpejam. Wajahnya tampak pucat, bibirnya seolah tak memiliki rona. Diusapnya lembut puncuk kepala Nata, dilihatnya wajah putra bungsunya itu.

"Dokternya bilang, demam mas Natanya terlalu tinggi makanya mas Nata pingsan sama mimisan" ujar bi Narti

Adi masih diam mengamati lekat wajah putranya.

"Maaf pak, mas Nata saya bawa kesini. Soalnya teh, kemarin bibi panik" ucap bi Narti lirih

"Iya nggak apa-apa bi, malah saya makasih udah bawa adek cepat-cepat ke rumah sakit" jawab Adi tersenyum

"Saya mau nemuin dokternya dulu, sekalian ngurus buat pindah rumah sakit. Jadi titip adek ya bi" ujar Adi

"Pasti itu pak, jangan khawatir" jawab bi Narti

Adi keluar kamar rawat Nata hendak ke ruang dokter yang menangani putranya.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang