19

3.9K 321 17
                                    

Nata membuka pintu rumahnya pelan, memasuki rumah dan mendapati bi Narti tersenyum menyambutnya dari arah dapur. Nata ikut tersenyum, kemudian berjalan menghampiri bi Narti dan mencium tangannya.

"Mau ke atas atau disini dulu?" Tawar bi Narti

"Disini dulu deh bu, udah lama nggak cerita-cerita sama ibu" ucap Nata mendudukkan dirinya di kursi bar yang ada di dapur menghadap bi Narti.

"Susu coklat?" Tanya bi Narti, dan diangguki oleh Nata.

"Ibu sama den Byan lagi pergi. Mungkin pulangnya agak malam, sekalian mampir ke rumah sakit. Den Byan kurang enak badan tadi" jelas bi Narti tanpa diminta. Bi Narti menaruh secangkir susu coklat panas di hadapan Nata.

Nata diam tanpa hendak mengeluarkan suaranya. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.

"Bu kok Nata nggak inget pas waktu kecil gimana?" Ujarnya bertanya. Pertanyaan yang membuat bi Narti langsung menghentikan kegiatannya. Diam tanpa menjawab.

"Terus kemaren kakak juga bilang, kalo Nata mau marah pasti bilang dulu. Tapi pas Nata coba inget-inget kok ngak pernah inget kalo pernah bilang gitu" seru Nata lagi.

"Mas ngomong apa si, ibu bingung ini mas" ujar bi Narti berusaha tenang. Nata menatap bi Narti dihadapannya, ekspresi yang ditujukan bi Narti seolah sedang menyembunyikan sesuatu.

Belum sempat Nata mengeluarkan suaranya, suara lain menyelanya.

"Dek, kok belum ganti baju? Masih pake sepatu juga" ujar seseorang dari pintu dapur.

"Ayah" sahut Nata membalikkan badannya.

"Tumben, kok pulangnya jam segini?" Tak dihiraukan olehnya pertanyaan sang ayah, ia malah balik bertanya.

"Kok gitu? Adek nggak suka ayah pulang cepat?" Seru Adi dengan wajah yang dibuat kecewa.

"Bukan gitu" jawab Nata pelan

"Ganti baju dulu sana, nanti ke bawah lagi" ucap Adi. Nata mengangguk, turun dari kursi kemudian berjalan hendak menuju kamarnya. Saat berada dihadapan ayahnya, ayahnya mengucapkan sesuatu yang membuat senyum manis itu kembali terbit. "Ayah kangen" bisik ayahnya, yang mampu membuat lengkung itu menciptakan lesung pipinya terlihat jelas.

Bi Narti menghela nafas lega, kemudian menatap Adi yang juga menatap langkah Nata.

***

Nata itu manja sama seperti anak bungsu pada umumnya, tapi sikapnya itu jarang sekali ia perlihatkan. Pikirannya sudah jauh lebih dewasa daripada umurnya.

"Dek, gimana sekolahnya?" Tanya Adi yang masih mengelus rambut Nata yang tertidur dipangkuannya.

"Ya gitu, ada murid baru." Nata menjeda ucapnya. "Ayah nggak marah kan soal kemaren?" ucapnya pelan teringat kejadian tadi pagi.

Adi tersenyum, "kenapa harus marah?" Seru Adi. Nata bingung sendiri dengan jawaban sang ayah.

"Bukannya tadi pagi ayah marah?" Ucapnya lirih. Adi mengerutkan keningnya, kemudian tertawa.

"Kok ayah ketawa si" ujar Nata kesal, padahal ia sudah mempersiapkan diri jika ayahnya benar-benar marah.

"Kan tadi pagi ayah udah bilang ayah cuma tanya, nggak marah" ujar Adi gemas sendiri dengan putra bungsunya itu.

"Jadi kalo misalnya Nata sama kak Byan tuker-tuker lagi nggak apa-apa?" Pertanyaan polos yang diutarakan Nata dihadiahi jitakan oleh sang ayah. Membuat Nata sontak meringis memegang keningnya.

"Ayah emang nggak marah karena ayah tau niat Nata baik, tapi kalau diulang lagi kayaknya uang jajan, motor atau mobilnya ayah tahan deh sebulan, emm atau tiga bulan mungkin?" ucap Adi nampak berpikir dengan tangan di dagunya.

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang