30

3.7K 304 23
                                    

Masih lanjut kok🤣🤣

***

Sekarang pukul 02.15 wib, dan Arkan baru saja menginjakkan kakinya di rumah. Tadi sore, ia mendapat kabar dari Nata kalau anak itu sudah pulang. Dari banyaknya kekesalan yang Aldi ungkap kepadanya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, ada satu pesan yang sangat mengganggu fokusnya seharian ini. Kata Aldi, Nata sakit dan itu sudah dari 3 hari kemarin.

Bukan tentang sakitnya Nata, keberadaan anak itupun kadang tak pernah sekalipun ia pikirkan. Kadang Arkan juga merasa dirinya egois. Tapi mau bagaimana lagi, jarak yang terbentang tak kasat mata seakan menjadi penghalang untuknya bisa menjadi sosok kakak yang baik untuk adiknya itu.

Namun hari ini, khawatir itu seakan menguasai dirinya. Balasan singkat yang diterima olehnya seperti memiliki sejuta makna.

Sebelum ke kamarnya, Arkan menyempatkan mengecek ke kamar Byan. Anak itu tertidur pulas, nafasnya juga terdengar teratur. Keningnya tak panas, dan Arkan bersyukur akan hal itu. Arkan tersenyum mengusap pelan kepala anak itu sayang. Membenarkan letak selimut hingga menutupi dada anak itu, setelahnya keluar dengan sangat pelan.

Arkan hendak langsung ke kamarnya, sebelum atensinya mengarah ke pintu yang bersebelahan dengan pintu yang baru saja ia tutup. Berpikir sejenak, masuk atau tidak. Lantas setelah berpikir beberapa detik tangannya segera membuka pintu. Terkunci, tidak biasanya adiknya itu mengunci pintu. Arkan segera mencari kunci cadangan kamar Nata di lemari yang memang sengaja disimpan disana bersama kunci cadangan lainnya.

Kekhawatiran yang sejak tadi bersarang di hatinya seakan membuncah. Setelah menemukan kuncinya ia segera membukanya. Terang. Bahkan lampu kamar yang selalu dimatikan jika anak itu tertidur masih menyala.

Arkan melihat seluruh penjuru kamar, tidak ada sosok yang dicari. Pintu balkon juga terlihat terkunci, dimana anak itu. Ia kemudian mengecek ke kamar mandi mungkin Nata sedang berada disitu. Pintunya terkunci, Arkan menghela nafas pelan.

Tok tok tok

"Dek, kamu lagi di dalam?"

Hening, tak terdengar jawaban.

"Dek, Nata" panggil Arkan lagi

Kekhawatiran menyelimuti dirinya, dengan perasaan yang kacau Arkan mencoba mendobrak pintu itu. Berkali-kali hingga pintu itu terbuka.

Pemandangan pertama yang ia lihat ialah adeknya yang tergeletak dengan darah yang keluar dari hidungnya yang terlihat telah mengering, wajah Nata juga tampak pucat. Nafas Arkan tercekat.

"Dek, dek" Arkan menepuk-nepuk pipi Nata pelan, mencoba membangunkan anak itu.

Tanpa lama-lama Arkan mengangkat anak itu, ringan. Arkan tak bisa berpikir jernih, ia langsung membawa anak itu ke rumah sakit.

Di perjalanan Arkan seperti orang kesetanan, beruntung jalan tak padat. Nata yang masih berada dipangkuannya nampak damai, Arkan bahkan tidak merasa nafas anak itu.

Setelah sampai Arkan langsung membawa sang adik ke ruang UGD. Perawat dan dokter yang melihat segera bertindak, membantu Arkan yang notabenenya merupakan salah satu dokter di rumah sakit ini.

Arkan terlihat kacau, ia seorang dokter untuk keadaan lain. Namun untuk sekarang ia merupakan pihak keluarga pasien. Tangannya bergetar entah karena apa, keringat berlomba-lomba turun. Ia saat ini hanya seorang kakak yang begitu cemas, tanpa bisa bertindak sebagaimana seorang dokter selama ini ia yang selalu memberi pertolongan pada pasien-pasiennya.

Arkan duduk di kursi tunggu dengan cemas. Masih teringat dengan jelas bagaimana adiknya tergeletak dengan darah yang keluar dari hidungnya telah mengering. Arkan tidak bisa berpikir dengan jernih, kacau sekali.

Entah berapa lama Arkan melamun dengan pikirannya, seorang dokter memanggilnya dan berhasil membuatnya keluar dari dunianya.

"Galih, gimana adik saya?" Tanyanya pada sosok yang di panggilnya Galih.

"Sempat henti jantung, tapi beruntung ia masih bertahan. Oh ya, saya butuh persetujuan keluarga untuk melakukan beberapa pemeriksaan menyeluruh" jelasnya

Arkan merasa dunianya terhenti. Apa yang terjadi pada adiknya?

"Lakukan, saya akan mengurus semua berkasnya" titah Arkan

"Dan juga, untuk berjaga-jaga bisa tolong dokter atau keluarga dokter mendonorkan darah karena tadi adik dokter kehilangan banyak darah karena mimisannya. Dan di rumah sakit sekarang untuk stok darah yang sama dengan adik dokter sedang kosong" jelasnya panjang lebar

"Baik, nanti saya akan coba menghubungi keluarga saya. Dan juga apa sudah menghubungi pihak PMI mengenai persediaan yang mereka punya?"

Dokter Galih mengangguk, "sudah dok, dan sayangnya pihak mereka juga mengatakan bahwa stok darah yang sama sedang tidak ada dok"

Arkan mengangguk mengerti, golongan darah adiknya memang langkah yaitu AB-.

"Tolong jaga adik saya sebentar, saya akan mengurus semua berkas yang dibutuhkan" pinta Arkan pada dokter Galih. Galih mengangguk patuh, menyetujui permintaan Arkan. Arkan bergegas mengurus berkas. Walaupun rumah sakit ini milik keluarganya, bukan berarti ia bisa bertindak semaunya.

***

Arkan masih termenung memandang Nata yang terlihat tidur begitu pulas. Ia baru menyadari, adik nya banyak kehilangan lemak di pipinya. Tangan Nata juga terlihat sangat kurus, hanya seperti tulang berselimut kulit. Kemana lemak yang ada pada adiknya? Kemana perginya pipi chubby milik adiknya?

Arkan memandang Lamat wajah Nata, pucat. Bibir itu terlihat begitu kering, tulang pipinya juga menonjol. Ia memejamkan matanya, mencium tangan sang adik yang sejak tadi digenggamnya erat.

Tangan itu terasa rapuh, namun Arkan masih bisa merasakan hangat di dalam genggamannya. Air mata entah untuk kesekian kalinya kembali melewati pipinya. Kemana dirinya? Apa yang terjadi? Sudah sejauh apa dirinya pergi?

Menyesal, kecewa pada dirinya sendiri yang seakan lupa untuk bisa menjadi sosok kakak yang sebenarnya.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang