1

14.9K 754 3
                                    

Mata itu, bergerak perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Langit kamar yang putih, dengan paduan corak hijau muda pada dindingnya, dilengkapi dengan tv yg tertempel pada sudut ruangan, dengan sofa berwarna abu-abu, ditambah jendela yang cukup luas untuk melihat ke arah luar merupakan hal pertama yang menyambutnya.

Dirasanya nassal canula yang membantunya bernafas. Ahh disini lagi pikirnya. Ya, rumah sakit sudah dianggapnya rumah kedua bagi seorang Abyan Aditya Nugraha.

Matanya berkeliling sekitar ruangan, apakah tidak ada orang selain dirinya di ruangan ini? Kemana perginya semua orang?

Keningnya berkerut, tangan kanannya yang terbebas dari infus terangkat memijit pelipisnya. Begitu pusing rasanya, ketika kedua tangannya hendak menarik rambutnya ada tangan lain yang tiba-tiba menghentikannya.

"Jangan ditarik-tarik itu rambutnya, nanti kalo rontok gimana? Kan ngak ganteng lagi." Ucap sang bunda dengan memegang tangan sang anak kemudian mengelusnya.

Mendengar suara itu, rasanya hilang sudah rasa pusingnya tadi.

"Bunda dari mana?" Bukannya menjawab, Byan malah balas bertanya pada sang bunda.

"Kasih tau nggak ya?" Jawab sang ibu yang meletakan jarinya pada dagu, seolah sedang berpikir. Tak lupa dengan senyum menggodanya.

Diputarnya bola mata abu-abu itu seolah telah bosan dengan apa yang ia dengar.

Melihat sang anak yang hanya menanggapi dengan demikian, sang bunda pun terkekeh.

"Ahh ngambekan, tadi bunda abis dari kantin bareng sama abang." Ujarnya sambil tersenyum.

"Abang mana?" Tanya Byan lagi.

"Abang lagi visit tuh katanya, kamu gimana udah enakan sekarang?" Tanya sang bunda.

Ditanggapi nya pertanyaan sang bunda dengan anggukan kepala, dengan senyum kecil terpatri di bibirnya. Memperlihatkan bahwa ia baik-baik saja.

Diusapnya rambut coklat putranya dengan lembut. Sementara Byan yang diperlukan demikian hanya memejamkan mata abu-abunya menikmati sentuhan lembut dari sang bunda.

"Jangan sakit lagi dong, bunda kan khawatir tau. Tau-tau kemaren kamu udah pingsan aja di kamar, kan udah bunda bilang kalo udah ngerasa nggak enak langsung bilang ke bunda. Tiga hari nggak bangun-bangun bunda khawatir banget tau" Ucapnya dengan mata yang sudah memerah sambil terus mengelus rambut Byan.

Byan membuka matanya, kemudian menatap manik mata sang bunda yang terlihat sedikit lingkaran hitam dibawah mata.

"Iya besok-besok nggak gitu lagi." Jawabnya dengan senyum agar sang bunda tak khawatir.

"Bunda pulang, istirahat." Ucap Byan.

"Kok kamu nyusir bunda?" Tanyanya gemas dengan kelakuan anaknya itu.

"Istirahat bunda." Dijawabnya pertanyaan sang bunda dengan sedikit memohon.

"Iya nanti pulang, tunggu abang kamu dulu kesini buat pastiin keadaan kamu." Dengan wajah manyun yang ditujukan pada anaknya itu.

Senyum itu terbit, melihat tingkah sang bunda yang selalu memberikan semangat kepadanya untuk selalu berusaha berjuang demi melihat senyum sang bunda di hari esok dan untuk selamanya.

"Kok malah senyum-senyum gitu? Senang ya liat bunda cemberut?" Pertanyaan yang terlontar begitu saja dari sang bunda membuat anak itu terkekeh geli melihatnya.

"Enggak bunda." Jawabnya singkat masih dengan senyum di bibirnya.

"Yaudah bunda panggil abang dulu yah, inget jangan nakal diem disini aja." Perintah sang bunda.

Padahal ada tombol bantuan pikirnya, ahh mungkin bundanya lupa. Kalau dipikirnya lagi, sejak ia bangun belum dijumpai nya sosok sang ayah. Mungkin nanti akan ia tanyakan pada bundanya atau kepada abangnya.

Ceklek,

Terdengar suara pintu terbuka ketika hendak memejamkan matanya kembali, ditolehnya ke arah pintu dan didapatinya bundanya tengah tersenyum dengan diikuti oleh seorang dokter yang masih terlihat muda. Seorang Arkan Nugraha yang merupakan abangnya. Dilihatnya bunda yang berjalan kearah sofa kemudian dihempaskan nya tubuh itu, terlihat sedikit helaan nafas keluar dari mulutnya.

"Gimana masih sesak nafasnya? Atau masih pusing?"

Dialihkannya pandangan nya kearah sang kakak, kemudian dianggukannya kepalanya. "Sedikit." Jawabnya singkat.

Tampak dokter tersebut sedang memeriksa keadaan sang adik.

"Abang",

Ditatapnya mata abu-abu itu, "apa?"

"Bunda pulang",

Perkataan Byan membuat Arkan mengkerutkan keningnya mencoba memahami maksud dari ucapannya. Kemudian ia mengikuti arah pandang Byan yang sedang menatap sang bunda yang terlelap di sofa dengan keadaan duduk.

"Ohhh, iya nanti abang anterin bunda pulang."

"Ayah?" Tanya Byan kembali.

"Ayah lagi ke luar kota, baru kemarin sore berangkat nya mungkin besok udah pulang." Jelas Arkan

Keadaan hening sesaat.

"Banyakin dulu istirahat, jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Inget jangan nakal ya adek Abang sayang." Diacaknya rambut Byan gemas, diikuti dengan senyum manis.

"Abang", ucap Byan sedikit kesal melihat tingkah Abang nya itu.

Arkan hanya terkekeh menanggapi kekesalan sang adik.

"Abang keluar dulu yah, masih banyak pasien yang kangen sama abang nih, nanti abang kesini lagi." Pamit Arkan.

Hening, hanya itu yang dirasakan Byan. Melihat ke arah bundanya yang tengah tidur dengan posisi duduk, pikirannya sudah liar memikirkan permasalahan yang dipikirkannya disebabkan olehnya. Membuat semua orang khawatir, susah, kacau, ahhh dirinya hanya pembawa masalah, semuanya perputar di kepalanya. Pikirannya seolah mendukung sugestinya. Tak dihiraukannya pesan Arkan untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak penting.

Namun, ada rasa lain yang dirasanya ada sesuatu yang hilang pikir nya. Rasanya sekarang ia sedang merindukan seseorang tapi bukan ayahnya.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang