35

2.5K 220 10
                                    

Ceritanya masih lanjut yaa, tapi ya gituu slow update hehe

***

Di dalam ruangan itu terasa begitu hening. Tidak ada yang mau membuka suara. Dua orang di sana tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Seorang yang lebih tua, terlihat sibuk mengobati sosok yang lebih muda. Sedangkan yang sedang dalam penanganan malah sangat acuh. Dengan menatap pada foto yang berisi empat laki-laki di sana. Dalam bingkai itu, keempatnya terlihat begitu bahagia di bawah pohon kelapa dengan hamparan laut birunya.

"Tckk, kenapa nggak sekalian putusin uratnya aja?" Tanya yang lebih tua kesal.

Tak ada jawaban, Arkan dengan sengaja menekankan luka milik Aldi yang dibuatnya sendiri.

"Auuww, sakit wee"

Pletak

Aldi kembali meringis karena mendapat jitakan maut Arkan.

"Bang, Nata kapan bangunnya?" Tanya Aldi dengan raut wajah melasnya.

Arkan melihat Aldi dengan tatapan tak terbaca. Menghela nafas perlahan sebelum menjawab pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu jawabannya.

"Mungkin Nata lagi capek pake banget, makanya dia tidur terus kan?"

"Tapi gw nggak suka" ujar Aldi begitu lirih

"Makanya do'a terbaik buat adiknya, bukan malah mau merusak diri sendiri kayak gini" ucap Arkan yang kembali emosi mengingat tingkah laku adik sepupunya itu.

"Ya maaf" jawab Aldi pelan, kepalanya ia tundukkan tanda menyesal.

Arkan kembali menghela nafas, mana tega ia marah jika Aldi sudah begini. Ia tau bagaimana kedekatan Aldi dan adiknya Nata. Mereka bukan hanya sekedar sepupu, tapi lebih dari itu. Malah bisa dibilang ketimbang ia dan Byan, Nata jelas sangat amat dekat dengan Aldi.

"Kita do'a yah yang terbaik buat Nata" ujar Arkan yang selesai mengobati tangan Aldi.

"Hmm" Aldi mengangguk dengan lesu.

***

Hari ini, tepatnya senin pagi yang begitu cerah untuk Byan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan menginjak kakinya di sebuah bangunan yang sering disebut sekolah. Ahh, walaupun secara tidak langsung ia sudah pernah berada di sana, tapi untuk hari ini ia sudah resmi menjadi seorang murid sekolah.

Byan terus tersenyum, sekali lagi ia membenarkan tatanan seragamnya. Ia pernah memakai seragam ini, tetapi dengan name tag sang adik. Tetapi hari ini, namanya tertera jelas di dada kanannya. Abyan Aditya Nugraha. Senyum bangga terukir jelas di wajahnya. Tangan mengusap pelan name tag itu.

"Anak bunda kayaknya lagi seneng banget, sampe bunda masuk juga masih nggak sadar" ujar Dinda yang sedikit membuat Byan terkejut.

Byan mengusap dadanya, kedatangan sang bunda yang tiba-tiba cukup membuat jantungnya berdetak tak karuan.

"Eehh, kenapa? Kaget ya, aduhh maafin bunda yah sayang" ucap Dinda panik

"Enggak pa-pa kok bun, cuman sedikit kok kagetnya" ujar Byan tersenyum, berharap bisa membuat bundanya itu tenang dan tak merasa bersalah.

"Serius nggak pa-pa nih?" Tanya Dinda lagi

"Iya bunda sayang, aku nggak pa-pa" seru Byan menyakinkan.

"Yah udah, yuk turun udah ditungguin di meja makan"

Kedua meninggalkan kamar beriringan menuju ruang makan yang ada di lantai bawah.

***

"Al, nggak ada niatan lagi buat sekolah?" Celetuk Arkan memecah keheningan.

Aldi tidak menjawab, ia masih dengan kegiatannya mengamati wajah adiknya yang terlihat tidur begitu nyenyak.

"Al, denger nggak abang ngomong?" Tanya Arkan ketika ia tak mendengarkan jawaban Aldi.

"Males" satu kata yang keluar dari mulut Aldi.

Arkan berdecak kesal, susah memang berhadapan dengan manusia batu. Setidaknya, Aldi harus mengistirahatkan tubuhnya dengan baik. Tidak seperti sekarang, tidak jauh dari kata sekarat. Dengan rambut acak-acakan, kantung mata yang terlihat begitu jelas, bahkan ia terlihat kehilangan berat badannya.

"Ya udah kalo nggak mau sekolah pulang dulu gih, istirahat terus makan baru kesini lagi" tawar Arkan

Aldi tak menjawab, hanya menggeleng saja. Setelahnya ia menelungkupkan wajahnya disebelah tangan Nata yang sedari tadi ia genggam erat.

"Kalau mau istirahat di rumah aja ya?" Tawar Arkan lagi, sebenarnya ia juga tak tega melihat Aldi yang seperti sekarang ini.

Aldi tidak memberikan respon apapun. Dirinya akan tetap disini, bersama adiknya. Aldi takut saat adiknya bangun malah tidak ada siapa-siapa. Lagian ia juga merasa tidak akan bisa menjalani hari-harinya jika keadaan saja seperti ini.

***

Bersambung...


Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang